Gold Parade

Ini adalah bagian dari games di KPNT 2003. Jadi paragraf pertama akan sama dengan semua member KPNT 2003, karena paragraf pertama adalah kunci untuk memulai games. Paragraf kedua sampai seterusnya akan berbeda dengan yang lainnya.

❇❇❇

Di antara tanaman mawar yang ada di rumahku, baru kali ini aku melihat sebuah kunci berwarna kuning keemasan yang berkilau. Aku tidak tahu asal-usul kunci ini, seingatku, kemarin benda tersebut tidak ada di sana. Apa mungkin ini kunci buku harian kakak? Ah, tapi mana mungkin kunci buku harian biasa bisa bersinar seperti ini? Lagipula, kakak tidak pernah memiliki buku harian yang ada kuncinya.

Aku terdiam sejenak, menimbang-nimbang apakah harus kuambil atau tidak. Kuedarkan pandangan ke sekeliling, memastikan tidak ada orang di sekitar. Sisi lain dari diriku terus mengatakan bahwa kunci itu harus kuambil, katanya bisa kujadikan hiasan. Namun, ada sisi lain juga yang justru berlawanan, katanya kunci itu bisa membawa sial. Aku mengembuskan napas keras, bingung dengan pilihan sendiri.

Akhirnya, setelah sekian lama berdebat dengan pilihan, aku memutuskan untuk mengambil kunci keemasan itu. Kuncinya berat sekali, tidak seperti kunci rumah atau kunci lain yang kumiliki. Tanpa pikir panjang, aku memasukan kunci itu ke dalam saku celana dan kembali ke tujuan awal, berkebun.

Saat aku sedang sibuk menyiram tanaman-tanaman di sana, sinyal dalam kepalaku menangkap ada yang berdiri di belakangku. Saat aku menoleh, tak ada siapa pun di sana. Kembali ke aktivitas semula, lagi-lagi seperti ada yang sedang mengawasiku dari balik pohon apel yang tumbuh tidak jauh di dekat pagar rumah. Penasaran, kuhampiri pohon itu sambil memasang tatapan waspada. Ada sebuah siluet hitam yang tertangkap mata, namun hanya setengah dan kemudian bergerak perlahan. Dengan cepat aku berlari ke balik pohon apel, dengan gerakan sedikit meloncat dan aku pun berteriak, niat hati ingin mengejutkan sesuatu yang ada di sana. Tetapi, yang kudapatkan hanyalah ... kosong.

What the?!

"Hallo, Diana." Suara seorang pria dari arah belakang, membuatku terkejut.

Saat aku melihatnya, mulutku menganga dan mataku terbelalak. Pria ini, berpakaian sangat formal dan terkesan seperti bangsawan. Jasnya berwarna emas, dengan dasi yang juga berwarna emas. Terlihat kemejanya yang berwarna putih tertutupi rompi berwarna cokelat muda. Sebuah rantai mini yang bisa kupastikan berasal dari jam saku, menjuntai dari kancing tengah rompinya ke arah saku jasnya. Rambut pria itu berwarna pirang keemasan, dengan mata emas pula. Rasanya, aku akan segera mimisan kalau terus menatap pria yang mirip malaikat ini.

"Da-darimana kau tahu na-namaku?" tanyaku dengan tergagap.

"Kita pernah bertemu saat kau masih kecil." Pria itu mengulurkan tangan kanannya, seolah mengajakku untuk mengikutinya. "Ayo, Gold Parade akan segera dimulai."

Entah terkena sihir apa, diriku tiba-tiba saja menerima uluran tangannya dan segera mengikutinya ke sebuah pintu rahasia yang baru kusadari berada di dekat pohon apel. Ketika menginjakkan kaki di sana, mataku lagi-lagi terbelalak. Aku berada di sebuah tempat, penuh dengan orang-orang berpakaian mewah dan dominan berwarna emas. Semua perempuan di sana memakai gaun panjang seperti di film-film Cinderella atau Barbie. Hanya aku yang memakai kaus putih dengan jeans hitam dan kemeja katun biru tua yang kuikatkan di pinggang. Ada banyak tenda-tenda dengan berbagai barang yang ditampilkan, sebuah panggung raksasa di ujung jalan. Lampu-lampu jalan dengan hiasan emas, lantai berwarna biru es yang baru aku sadari.

"Selamat datang di Gold Parade, Diana," sambut pria itu dengan senyuman hangat.

Dia menuntunku menuju sebuah kereta kuda, di sana dua kuda berwarna putih sedang diberi makan oleh seorang pria dengan mantel hitam dan topi fedora. Pria itu–yang masih menjadi misteri siapa namanya–membuka pintu kereta dan berkata, "Ganti bajumu, sudah kusediakan gaun yang pas untukmu."

Benar saja sebuah gaun emas telah tersedia di dalam sana, lengkap dengan heels dan perhiasan. Aku masuk ke dalam sana, pria itu kembali menutup pintu kereta dan membiarkanku mengganti pakaian.

Apa ini mimpi? Apa aku ada di Isekai? Kenapa aku seperti mengenalnya?

Mungkin hanya perasaanku, namun wajah pria itu memang tidak asing. Seperti de javu yang membuat aku merasa mengenal pria tadi. Kalut dengan pertanyaan tentang siapa pria misterius yang bisa-bisanya membuatku tidak menolak ajakan dia kemari, aku baru menyadari telah terdiam cukup lama di dalam kereta. Kupandangi gaun yang telah dipakai, lalu beralih pada heels emas yang tergelak begitu saja. Suara musik yang menenangkan baru bisa membuatku beranjak dari sana, kupasang dengan cepat semua perhiasan yang ada. Rambut kubiarkan terurai, aku sama sekali tidak tahu caranya menata rambut.

Ketika kubuka pintu kereta, pria itu masih ada di sana bersama seorang pria dengan baju serba berwarna perak. Mereka menoleh padaku, tersenyum dengan hangat. Tiba-tiba saja dadaku terasa sakit, seperti ada yang meninju dari arah belakang. Kuletakan kedua tangan di atas dada, mencoba untuk menekannya sedikit.

"Diana, kontrakmu sudah habis. Apa kau lupa perjanjian kita waktu itu?" ucap pria yang membawaku kemari. Senyum masih tidak hilang dari wajah seperti malaikat itu.

Kontrak apa?

Lalu, rasa sakit itu menjalar ke kepala, membuatku jatuh terduduk seraya menahan rasa sakit. Sebuah kilasan memori bergerak cepat, hingga tak bisa kulihat dengan jelas. Setiap kali aku memfokuskan pada kilasan memori, rasa sakit yang amat terus menyerang. Sedikit demi sedikit aku bisa menangkapnya, sebuah gambar yang kucoba kumpulkan jadi satu.

Aku melihat pintu emas di dalam sebuah mansion, lalu pintu itu terbuka menampilkan sebuah ruangan penuh dengan alat musik. Kemudian penglihatanku berubah, kali ini aku melihat taman mawar putih dan seorang pria yang berdiri memunggungiku. Tangannya memegang setangkai mawar, aku bisa mendengar suara samar yang tertutupi suara air mancur di sebelahku.

Suaranya ... pria ini.

"Satu per satu kelopak mawar putih ini akan menjadi merah atau hitam, tergantung pilihan apa yang diinginkan." Suara itu berdengung di kepalaku, membuatku menjerit karena kesakitan.

Lagi-lagi cuplikan kejadian yang kali ini menampilkan sosok pria dengan baju berwarna emas, tangannya mengelus pipiku dan tak kusangka wajahnya akan sedekat itu. Ia menggerakkan kepalanya ke samping milikku, membisikkan sesuatu.

"Ingat Diana, setelah dendammu terbalaskan. Kunci emas milikku akan muncul di hadapanmu, dan saat itulah aku akan datang menagih bayarannya."

Bayaran? Kenapa aku tidak bisa mengingatnya dengan jelas?!

Lalu kemudian sebuah kilatan memori tentang seorang gadis yang mati mendadak, diikuti beberapa pemuda yang tiba-tiba saja melakukan bunuh diri. Lagi-lagi aku mencoba untuk menahan rasa sakit itu, perih yang amat tetap menghujam kepalaku. Ketika aku berteriak keras sekali, sebuah kilasan memori melewati pikiranku. Sebuah meja rias lengkap dengan cerminnya, dan bisa refleksi diriku sedang memegang mawar putih pemberiannya. Kucabuti satu kelopak mawar dan kutuliskan sebuah nama di atasnya, lalu kelopak itu kuletakan di dalam gelas yang penuh dengan air. Kelopak mawar putih yang kutenggelamkan, kini berubah warna menjadi hitam.

Aku yang membunuh mereka, semua orang yang kubenci. Orang-orang yang mengubah hidupku.

"Karena memang begitulah cara kerjanya, My Dear. Saat pertama kali kau datang kemari dengan masalah kesedihan dan kebencianmu itu, aku menawarkanmu solusi. Kau yang pilih. Tapi, pilihanmu jauh di luar ekspetasiku. Selama ini tidak ada yang pernah memiliki hasrat dendam yang amat seperti dirimu. Aku jadi tertarik, setidaknya kau membalaskan dendammu tanpa mengingat kita pernah membuat perjanjian. Ingatanmu akan kembali tepat setelah aku membawamu kemari, tempat yang sama saat dulu kau putus asa." Senyuman pria itu kini berubah saat aku menatapnya lekat.

"Aku ingat," ucapku dengan gemetar. Rasa sakitnya sudah hilang semenjak dia berbicara. "Sebagai bagian dari perjanjian, jika dendamnya terbalaskan ... aku akan menjadi milikmu selamanya, Arche"

"Darahmu, tubuhmu, bahkan jiwamu akan menjadi milikku." Dia tersenyum penuh kemenangan, tak ada lagi wajah hangat di sana yang tersisa hanyalah wajah dingin dan angkuh.

Pria berbaju silver di samping Arche berjalan menghampiriku, bukan, dia mengambil celana jeans milikku dan merogoh saku. Kunci emas itu bersinar, ujungnya berubah menjadi lebih lancip dan tajam. Aku bisa melihat dengan sudut mataku, tangan kanan Arche terangkat. Matanya menyipit lalu memberikan perintah, "Leher belakangnya, Dorian."

Setelahnya, yang bisa kurasakan hanyalah rasa sakit yang luar biasa saat Dorian menusukku di leher bagian belakang menggunakan kunci emas. Kemudian penglihatanku mulai kabur, dan aku jatuh ke dalam pelukan kegelapan.

"Ini hanya sementara, Diana. Selamat tidur."

❇❇❇


Short Story finished : 28 Agustus 2019

Edit finished : 18 Januari 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top