42. Cerita Akhir Tahun
= Banjarmasin, hari terakhir tahun 2036 =
Tabrakan maut itu memakan korban satu jiwa, yaitu ibu muda penumpang sepeda motor. Dua pengendara motor hanya mengalami luka ringan. Namun malang, seorang anak balita terluka parah dan kabarnya tengah kritis.
Faisal menatap Yunida yang terbaring di IGD. Ia kembali merasa tak berdaya, sama seperti lima belas tahun yang lalu, saat Yun dibawa pergi oleh ayahnya. Semua yang bisa ia upayakan sudah dilakukan. Ia bahkan memaksa koleganya bedah saraf untuk segera datang ke rumah sakit, padahal sang rekan sedang menunggui istri yang melahirkan.
"Iya, iya. Kepalanya udah nongol, nih. Bentar!" sahut rekan Faisal yang untungnya penuh pengertian itu.
Keringat dingin membasahi sekujur tubuh Faisal. Memang benar, semua parameter yang ditunjukkan oleh alat monitor pasien di samping bed Yunida sementara ini dalam batas normal. Hanya saja, gadis itu tak kunjung siuman. Itulah yang membuatnya cemas. Berarti ada proses di otak yang masih berlangsung. Sebagai dokter yang sudah berpraktik bertahun-tahun, ia sangat paham bahwa kondisi aman saat ini bisa saja berubah memburuk secara tiba-tiba karena gejala perdarahan otak memang seperti itu.
Satu hal yang membuat hati Faisal nelangsa adalah mengapa kejadian serupa terulang lagi? Dulu Yun lepas kontak setelah bertengkar dengannya. Sekarang pun Yunida kecelakaan setelah marah padanya. Membayangkan kebersamaannya dengan gadis ini mungkin saja berakhir tragis seperti Yun-nya dulu, tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain memohon kepada Sang Pemberi Hidup untuk berbelas kasih pada mereka berdua.
Ayah Yunida datang beberapa saat kemudian. Lelaki itu duduk di samping Faisal sambil berkali-kali menghapus air mata. Faisal benar-benar merasa bersalah.
"Pak, maafkan saya, tidak bisa menjaga Yunida dengan baik," ujarnya.
Ayah Yunida hanya mengangguk, tanpa memandang ke arahnya. Faisal semakin merasa berdosa pada lelaki itu. Belum lama ia kehilangan istri, dan sekarang anak sulungnya mendapat musibah seperti ini.
"Kami tadi bertengkar. Yunida lari keluar, mau pulang sendiri. Lalu ...." Faisal tak dapat melanjutkan penjelasan. Sudah pasti ayah Yunida bakal menyalahkannya.
Di luar dugaan, lelaki itu justru menggeleng. "Hidup dan mati sudah diatur oleh Yang di Atas, Faisal. Kita hanya bisa menjalani dengan ikhlas. Saya baru saja ditinggal mamanya Nida. Kalau hanya menuruti rasa kehilangan, mungkin sekarang saya tidak bisa menjadi kepala rumah tangga lagi."
Faisal terkejut. Perkataan ayah Yunida itu mengenai dirinya dengan telak. Itukah yang terjadi selama ini, dirinya tidak ikhlas menjalani takdir?
Hati Faisal menolak keras. Apakah bisa disebut takdir bila musibah itu hasil kesalahan seseorang?
Mungkin tahu Faisal galau, ayah Yunida menepuk bahunya. "Jangan menyalahkan diri sendiri."
Hati Faisal tetap tidak bisa terhibur oleh nasihat calon ayah mertuanya. Ia tertunduk lesu. Sebuah ucapan lirih menyeruak dari bibirnya yang kelu. "Maafkan saya .... Sekali lagi, maaf ...."
Ayah Yunida merasa kasihan. Ia pun sedih Yunida menjadi begini. Tapi beban Faisal agaknya jauh lebih berat. "Jangan melihat hanya dari satu sisi. Lihat dari sisi lain. Tidak ada yang namanya kemalangan. Yang ada hanya pelajaran."
Sekali lagi, Faisal tercenung karena perkataan ayah Yunida. Cukup panjang detik-detik berlalu dalam keheningan, hingga seorang perawat mendekat.
"Waktunya untuk CT-Scan, Dok."
☆☆☆
Faisal berdebar menatap layar monitor CT-Scan, meneliti proses pemeriksaan otak Yunida. Karena telah dikenal sebagai dokter yang praktik di rumah sakit itu, Faisal diperbolehkan masuk ke ruang monitor.
"Duduk, Dok," ujar Asriani, dokter spesialis radiologi yang sedang bertugas. Ia sudah lama mengenal Faisal dan sudah lama pula ia bertanya-tanya mengapa dokter seganteng itu tidak memiliki pasangan, bahkan sempat dikira tidak berminat pada perempuan. Tapi melihat Faisal begitu mencemaskan gadis yang cedera kepala itu, pandangannya berubah.
Sorot mata Faisal bolak-balik berpindah antara layar monitor dengan jendela kaca timbal di mana ia bisa memandang kekasihnya. Mesin CT-Scan tengah bergerak perlahan, memindai kepala gadis itu.
"Nah, ini hasilnya, Dok," panggil Asriani, setelah mesin selesai melakukan pemindaian.
Faisal segera duduk di samping Asriani. "Di mana perdarahannya?" tanyanya setelah beberapa saat.
"Hmm, sepertinya tidak ada, Dok. Cuma memar otak saja."
Melihat Faisal kontan mengembuskan napas lega, Asriani tergelitik rasa ingin tahunya. "Dia siapanya Dokter?"
"Calon istri saya," jawab Faisal enteng, sambil masih mengamati layar.
Mulut Asriani segera melafalkan huruf "O" panjang. Ternyata gosip miring selama ini terbukti tidak benar. "Kecelakaan beruntun, ya?" tanyanya.
Faisal mengangguk. "Orang kebut-kebutan, lalu menyambar trotoar."
"Calon istri dokter berdiri di trotoar?" tanya Asriani. "Baru ngapain?"
"Baru beli buah," jawab Faisal asal. Masa harus menjawab baru kelahi?
"Ooooo ...." Asriani mengangguk-angguk kecil. "Kapan menikah?"
"Tahun depan." Kali ini, Faisal hanya bisa berharap ucapannya menjadi kenyataan.
Setelah mengucapkan terima kasih, Faisal mengiringi Yunida yang didorong keluar dari ruang CT-Scan.
☆☆☆
Yunida sudah sadar penuh saat keluar dari ruang CT-Scan. Saat ini, beberapa luka di kepala tengah dijahit. Faisal menunggui di sampingnya sambil terus memegang tangannya.
"Bang, aku pusing banget. Kalau buka mata, semua berputar," keluhnya.
"Jangan buka mata. Merem aja," jawab Faisal.
"Kalau merem, ntar Abang pergi diam-diam," ujar Yunida, setengah meracau karena otaknya baru saja terkena benturan. "Kamu masih cinta sama Yun itu, 'kan?"
Dokter umum dan perawat yang mengerjakan jahitan beberapa kali melirik ke arah mereka sambil menahan senyum. Dokter itu dulu mahasiswa Faisal juga. Melihat dosen yang tidak pernah dikabarkan mempunyai kekasih itu menggenggam tangan seorang cewek, otaknya dipenuhi gosip.
"Aku nggak ke mana-mana. Nih, aku pegang tanganmu," ujar Faisal, tak peduli sekitar.
"Nggak percaya! Kamu jahat!" rajuk Yunida lagi.
Tiba-tiba ia mengernyit saat sang dokter memasukkan jarum. "Kok masih terasa sakit? Nggak kurang lidokainnya[1]?"
"Iya, maaf. Saya tambah, ya?" tanya dokter itu.
"Nggak usah. Ntar ditusuk lagi. Serem," gumam Yunida. "Suntikin ke dia aja tuh, biar nggak ngeselin." Jari telunjuk Yunida mengarah ke wajah Faisal yang kontan memerah.
Kalau nggak sedang sakit, aku pencet hidungmu! gerutu Faisal dalam hati. Kesal juga ia dibuat bulan-bulanan begitu.
"Kenapa, Bang? Mau membela diri? Kamu emang ngeselin tingkat dewa!"
Dokter dan perawat tak dapat menahan cengiran. Kontan saja Faisal melibas mereka dengan tatapan petir. Cengiran keduanya menguncup seketika.
"Nida! Udah, ah!" tegur Faisal.
Yunida membuka mata, berusaha memandang Faisal lebih saksama. "Abang panggil aku apa barusan?"
Wajah Faisal semakin memanas, malu sekali harus mengakui telah menyebut nama itu. "Syahrini diam dulu, biar cepat sembuh! Ngomelnya disambung besok aja," tukasnya.
"Syahrini ...," gerutu Yunida. Ia tahu benar Faisal mempunyai gengsi setinggi langit. Bibirnya melengkung sejenak, lalu ia diam.
☆☆☆
Faisal menunggui Yunida di ruang perawatan bersama calon ayah mertua. Lelaki itu terpaksa meninggalkan kesibukan di resto demi menunggui putri sulungnya.
Selain memar otak, Yunida mengalami luka robek di kepala dan memar-memar di pinggul, lengan, serta kaki. Sepertinya akibat terhantam moncong mobil, lalu terempas ke trotoar.
Malam telah mencapai puncak. Ayah Yunida telah mendengkur di sofabed. Yunida menggeliat dan mengerang kecil. Faisal bangkit dari sofa untuk mendekat.
"Mau minum?" tanyanya.
Yunida mengangguk. Faisal mendekatkan gelas dengan sedotan karena Yunida tidak boleh bangun untuk beberapa waktu.
"Jam berapa ini?" tanya Yunida dengan suara serak.
Faisal menoleh ke arah jam di dinding. "Sejam lagi tahun baru," jawabnya.
Yunida mendesah. "Aku terpaksa ngerayain tahun baru di rumah sakit."
"Iya, nggak pa-pa. Yang penting kamu selamat. Mau ngerayain tahun baru di mana pun aku seneng, kok."
"Bohong ...," desah Yunida. "Kamu kepingin ngerayain sama Yun yang itu, bukan yang ini."
Faisal menghela napas panjang. "Aku minta maaf. Aku nggak sadar udah menyakiti perasaan kamu. Tapi, sayangku untuk kamu benar-benar serius, tulus dari dalam jiwa." Faisal menepuk ringan dadanya.
"Aaaah!" desah Yunida lagi. Ia melengos, pura-pura tidak mendengar. "Harusnya sekarang aku nonton live music dan stand up comedy di resto."
"Udah, jangan banyak mikir. Kamu harus istirahat, biar cepat sembuh."
"Ini gara-gara Abang! Kamu harus tanggung jawab, Bang. Bikin hiburan di sini sekarang!" tuntut Yunida dengan ketus.
"Hah? Aku harus ngapain? Nyanyi? Stand up comedy? Aku nggak bakat lawak, tahu. Bukannya ketawa, bisa-bisa kamu malah menangis."
"Emang Abang bisanya apa?"
Faisal memutar otak. "Hmmm, bersiul. Mau dengar?"
Bibir Yunida kontan manyun. "Aku bukan burung, Bang, nggak perlu kamu siulin. Ngeselin!"
"Lah terus apa?"
Yunida terdiam sebentar, lalu manyun. "Abang masih utang kelanjutan cerita tadi pagi!"
"Tentang Yun yang itu? Ntar kamu menangis lagi. Enggak, ah!"
"Abang bikin aku penasaran! Ayo, lanjutin!"
Faisal mengembuskan napas. Yunida benar. Sudah saatnya luka lama dibuka agar bisa diobati. Ia harus mau menghadapi rasa sakit, bila ingin sembuh.
"Kamu serius mau dengar? Nggak akan marah?" tanya Faisal.
"Bawel! Aku akan lebih sakit hati kalau Abang nggak cerita."
Faisal masih diam, menimbang apakah perlu menceritakan kisah penyebab pertengkaran itu sekarang, saat Yunida masih lemah.
"Abang!" seru Yunida. "Kok malah diam? Abang harus jujur sama aku. Jangan jadi pengecut! Mau aku marah, mau enggak, Abang harus terima dengan jiwa besar!"
Faisal tertegun. Kata-kata Yunida serasa tamparan keras. Ia pengecut? Benarkah?
Akhirnya Faisal mengangguk, lalu melepas kalungnya. Cincin giok merah itu dipegang. Dengan ujung jemari, ia menelusuri lengkung mungilnya yang halus, mengiringi hatinya yang meniti memori masa lalu. Sebuah raut wajah sayu segera menyeruak ke permukaan ingatan, mengembalikan semua rasa yang terbenam untuk hadir kembali saat ini, di tempat ini.
"Yun ...," bisiknya.
______________________________
[1] lidokain adalah obat untuk pembiusan lokal. Biasa digunakan untuk menjahit luka atau pembedahan kecil lainnya.
rev 06062024
///////////////////
Lanjutannya besok pagi jam 1 yak
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top