37. Kenyataan yang Menyakitkan
= Banjarmasin, 2036 =
Ujian koas berlangsung lancar. Selama itu, Faisal tidak banyak mengusik Yunida. Ia sendiri masih sering lembur untuk menyelesaikan penelitian yang akan ia tampilkan pada pertemuan ilmiah di Osaka beberapa bulan lagi. Hal yang menyenangkan semenjak menjadi kekasih Yunida adalah sekotak bento yang dikirim gadis itu setiap siang. Memiliki kekasih anak pemilik restoran ternyata semakmur ini.
Tanpa terasa, waktu berlalu. Yunida pun menyelesaikan stase terakhirnya dengan nilai yang memuaskan. Hari-hari di penghujung tahun itu bisa mereka nikmati dengan tenang. Di pagi terakhir tahun 2036, Yunida mengajak Faisal keluar.
"Abang nanti malam datang, 'kan?" tanya gadis itu saat mereka sudah berdua di dalam mobil. "Kalau enggak, papa dan keluarga lain kecewa banget. Acara tahun baruan di resto kali ini istimewa, loh."
"Iya, aku kan udah bolak-balik bilang mau datang. Kenapa ditanya terus?" protes Faisal. "Kamu bikin aku merasa bakal ingkar janji."
"Bukan gitu, Bang. Tahun lalu, aku tuh tahun baruan sambil nangis-nangis. Terus sekarang ada Abang. Kayaknya terlalu indah buat jadi kenyataan."
Hati Faisal kontan mengembang dan berbunga mendengarnya. "Oh, ya? Ada apa tahun lalu?"
"Aku mergoki Arman jalan dengan Safitri." Yunida melengos dengan wajah merah padam.
"Safitri?"
Yunida menoleh, matanya melebar. "Abang tahu Safitri?"
"Tahu. Dia stase di Psikiatri beberapa bulan yang lalu. Adik tingkatmu, 'kan? Dia pacar Arman?"
"Iya," gerutu Yunida.
"Waaah, Arman pintar milih pacar."
Yunida kontan merengut. "Ini maksudnya apa, ya? Safitri lebih dari aku, gitu?"
Faisal mengangkat bahu. "Pasti menurut Arman begitu. Nyatanya dia milih Safitri."
Kedua tangan Yunida terkepal di depan wajah. Giginya merapat. Siap tempur. Pacarnya hanya terkekeh saja.
"Arman pintar milih pacar, tapi aku pintar milih istri!" sahut Faisal, membuat tangan Yunida jatuh.
"Udah, ah. Kita mau ke mana?" tanya Faisal untuk mengalihkan topik pembicaraan. Dinyalakannya mesin mobil.
"Ke Pasar Sudi Mampir. Ada pernak-pernik yang harus aku beli."
"Siaaap, Nyonya!"
"Nyonya, nyonya! Nikah aja belum!"
Faisal mengangkat-angkat alis. "Yuk, nikah?"
Yunida kontan manyun. "Nggak ada nikah sebelum Abang cerita soal cincin itu!" Telunjuk Yunida mengarah ke dada Faisal.
Kontan mata Faisal mengikuti arah telunjuk Yunida. Ternyata cincin giok merah Yun menyembul keluar dari balik kemeja. Faisal teringat saat menunggu Yunida bersiap tadi, ia sempat membungkuk untuk mengecek ban mobil. Mungkin karena gerak tubuh itu, cincin Yun meluncur keluar tanpa disadari.
Yunida mengulurkan tangan, meraih cincin itu. Faisal hanya bisa menyaksikan dengan perasaan was-was. Kisah lama yang disembunyikan dari Yunida itu mau tak mau terkuak.
"Kecil ...," gumam Yunida saat mengamati cincin berwarna merah darah itu. "Ini pasti cincin perempuan. Siapa pemiliknya, Bang? Kenapa Abang jadikan mata kalung?"
Faisal harus menghela napas panjang untuk meredakan sesak yang tiba-tiba menggelembung. Ditatapnya mata Yunida lekat-lekat. Gadis itu pun membalas dengan sorot mata penuh tanda tanya. Agaknya, ia tidak bisa berkelit lagi. Sudah saatnya Yunida tahu.
"Kamu mau dengar cerita masa laluku, Yun?" bisiknya.
Ada rasa nyeri menyusup ke dada Yunida. Pemilik cincin itu pasti orang yang sangat penting dalam hidup Faisal. Kalau tidak, mengapa cincinnya terus dibawa? Karena terdorong rasa ingin tahu, Yunida mengangguk.
"Kamu udah siap kalau ceritanya nggak bikin kamu seneng?" tanya Faisal lagi dengan lebih serius.
Yunida mengangguk. Lebih baik sakit hati sekarang daripada nanti setelah menikah, bukan?
"Kalau gitu, kamu mau belanja atau dengar cerita dulu?" tanya Faisal.
"Dengar cerita! Pernak-perniknya nggak penting. Nggak ada juga nggak pa-pa. Ceritamu lebih berharga, Bang."
Faisal mengangguk. "Kita cari tempat yang nyaman, yuk."
Faisal memutar kemudi, lalu melajukan mobil menuju ke sebuah kafe dipinggiran Sungai Martapura. Setelah mendapatkan tempat duduk yang nyaman dengan pemandangan sungai dan memesan makanan, Faisal mengeluarkan ponsel dan headset. Diberikannya sebuah untukYunida, sedangkan yang satu lagi ia pasang di telinga sendiri.
Jemari Faisal melakukan sesuatu di layar ponsel. Tak lama kemudian, lagu "Dynamite" milik BTS melantun riang.
Cos ah ah
I'm in the stars tonight
So watch me bring the fire
and set the night alight
Shining through the city
with a little funk and soul
So I'mma light it up
like dynamite, woah
"Abang suka 'Dynamite' juga?" tanya Yunida.
"Suka banget! Kamu tahu lagu ini?"
"Pastilah, Bang. ABG zamanku semua tahu BTS."
"Kamu tahu, ada kisahku di balik lagu ini," ujar Faisal dengan senyum manis yang membuat hati gadis manapun meleleh seketika. Namun saat ini, senyum manis itu terasa bagai mandau yang menusuk jantung Yunida.
"Kisah apa itu, Bang?" tanya gadis itu dengan suara parau.
"Cinta pertamaku. Kisah yang akan kuceritakan ke kamu."
Sejurus kemudian, Faisal menuturkan perjumpaannya dengan Yuniar Lestari, gadis yang cincinnya belum bisa ia lepaskan. Angannya menerawang kembali ke masa enam belas tahun lalu, saat cinta remajanya tumbuh hingga rela mengejar gadis itu setiap hari. Matanya berbinar, seolah Yuniar benar-benar hadir saat ini. Keceriaan masa remaja itu membuncah kembali di masa kini.
Faisal tidak tahu bahwa gadis yang tengah ia ajak bicara diam-diam merasakan sesuatu yang lain. Siapa yang tidak nyeri saat kekasih hati menceritakan gadis masa lalu dengan ekspresi yang begitu bahagia? Yunida melengos akhirnya.
"Loh, kok nggak didengerin? Katanya mau tahu masa laluku?" tanya Faisal saat tahu Yunida kesal. "Mau dilanjutkan nggak?"
"Habis, Abang menggebu banget. Abang beneran cinta dia?"
"Iya. Aku nggak bohong. Aku memang cinta dia."
"Pantas, cincinnya masih dipakai sampai sekarang!" tukas Yunida sembari manyun.
Faisal sudah biasa melihat Yunida manyun sehingga ia menanggapi dengan enteng. "Cemburu? Aku nggak boleh cemburu sama Arman. Tapi ka—"
"Tapi aku nggak bawa-bawa barang milik Arman ke mana-mana, Bang!" potong Yunida dengan emosi. "Abang masih bawa cincinnya sampai sekarang. Aku ini apa sih bagi Abang?"
Walau kaget karena semburan emosi itu, Faisal masih tersenyum sabar. "Nah, ini nih. Makanya aku malas cerita masa lalu karena takut bikin kamu emosi. Kalau kamu nggak siap dengar, kenapa minta diceritain tadi?"
Yunida mendengkus. "Ya udah, lanjut. Siapa nama cewek itu?" tanyanya sambil menatap tajam.
"Namanya Yuniar Lestari."
"Ada fotonya? Aku mau lihat!"
Faisal membuka galeri ponsel, lalu menunjukkan wajah Yuniar kepada Yunida. Kening Yunida seketika berkerut. Gadis itu berwajah lonjong. Mata dan hidungnya mirip dirinya! Begitu pula perawakannya, mungil. Persis bentuk tubuhnya saat ini.
Mulut Yunida terbuka sebentar hendak berucap, namun urung. Ia paham sekarang mengapa Faisal berkeras memanggilnya "Yun". Cincin Yun masih dibawa, namanya pun masih disebut. Sosoknya mirip dengan gadis itu. Belum lagi sikap Faisal yang kerap menerawang jauh. Apakah masih kurang jelas? Faisal sebenarnya belum move on!
Hati Yunida kontan remuk saat menyadari kenyataan itu.
/////////////////
Komen please ....
Biarin aja putus kali ya. Kasihan Yunida, cuma jadi bayang-bayang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top