35. Cemburu(2)
Pagi itu, Faisal sengaja datang lebih pagi untuk visit. Pukul sembilan nanti ia harus menghadiri rapat bersama Dekan sehingga ia ingin kewajibannya pada pasien dan mahasiswa dituntaskan lebih awal.
Setelah mencium lama Yunida semalam, lalu mengantarnya jaga malam, otaknya dipenuhi gadis itu. Sejak bangun tidur tadi, ia dilanda kangen berat sehingga saat menapaki selasar rumah sakit, tiba-tiba muncul pikiran iseng. Ia ingin melihat Yunida di ruang Koas. Siapa tahu gadis itu belum mandi. Pasti lucu sekali mukanya.
Faisal berbelok ke arah ruang Koas. Saat sudah dekat, ia berpapasan dengan seorang teman Yunida.
"Pagi, Dok," sapa Dita sambil menunduk hormat.
"Pagi. Saya mau visit sekarang. Tolong beri tahu teman-temanmu."
Dita terbelalak. "Dokter mau visit sekarang?"
"Iya, sekarang. Saya mau rapat pagi ini."
"Oh, mohon izin memberitahu teman-teman, Dok." Dita langsung berbalik. Dengan langkah cepat gadis itu mendahului Faisal ke ruang Koas.
Faisal segera menyusul Dita. Saat sampai di ambang pintu, matanya terpaku pada dua orang yang saling berpegangan tangan. Kontan saja dadanya sesak.
Yunida dan Arman? Sungguh tak dapat dipercaya. Emosi Faisal pun memuncak ke ubun-ubun.
Dita berbalik hendak keluar. Yang terjadi adalah ia malah nyaris menubruk Faisal. Ia mundur dengan sangat malu.
"Ma-maaf, Dokter," pintanya memelas.
Faisal tidak menanggapi karena pikirannya terpaku pada Yunida dan Arman. Mata Faisal tak lepas dari gadis yang kini datang mendekat dengan ekspresi kacau.
Hmmm, ketahuan kamu! rutuk Faisal dalam hati.
"Cuma tiga orang yang ada? Ke mana aja semua Koas jaga?" tanya Faisal dengan nada dingin tanpa melepaskan tatapan dari Yunida.
"I-iya, Dok, eh, tidak, Dok. Mungkin teman yang lain sedang mandi atau sarapan." Dita terbata menjawab karena ngeri melihat mata Faisal yang berkilat dan rahang yang terkatup erat.
"Ya udah. Yang ada aja ikut saya ke ruangan!" Faisal berbalik, lalu dengan langkah lebar mendahului para Koas itu ke ruang perawatan.
Yunida menyambar buku catatan dari atas meja, lalu berlari mengejar Faisal. Ia sempat memelototi Arman.
"Awas kamu!" sergahnya. Entah awas apa yang dimaksud, Yunida sendiri tidak tahu. Ia cuma ingin melampiaskan kesal saja.
Arman yang tidak peka segera menyusul gadis itu. Ia tidak tahu makna kemarahan Faisal. Dipikirnya dosen itu marah karena Koas yang jaga ternyata pergi-pergi dan hanya tersisa sedikit. Soalnya sudah lama ia mendengar kabar bahwa Faisal tidak tertarik pada wanita.
Dita rupanya bergerak cepat menyebarkan berita. Saat Faisal sampai di ruang perawatan, Koas-Koas jaga berlarian datang. Begitu Faisal mendekati salah satu bed, semua orang berkumpul berdesakan di sisi pembaringan. Malangnya, Arman menempatkan diri di samping Yunida. Saat teman lain datang berkumpul, mereka terdesak hingga berhimpitan.
Yunida mencuri pandang pada Faisal yang berdiri berseberangan. Seketika ia tahu lelaki itu marah besar hanya dari tatapannya yang berkilat. Faisal juga tidak mengatakan apa-apa untuk beberapa saat sehingga para Koas kebingungan dan jantung mereka mulai berpacu.
"Yunida Akmal!" panggil Faisal dengan nada keras.
Nyali Yunida kontan menciut. Kalau sudah memanggil dengan nama lengkap, artinya sebentar lagi Faisal akan membuat masalah menjadi panjang.
"Ke sini!" Faisal memberi perintah dengan jari telunjuk, menuding tempat kosong di sisinya.
Wajah Yunida memerah, namun ia tak sanggup berkata apa-apa. Dengan lunglai karena ditatap semua orang, ia berjalan memutari ranjang, lalu menempatkan diri di sisi Faisal. Setelah itu ia menunduk, tak sanggup menghadapi teman-temannya, dokter jaga, dan para perawat yang ikut visit.
Sementara itu, semua yang hadir di situ memandang bergantian antara Faisal, Yunida, dan Arman. Mereka sudah tahu ada kisah lama antara Yunida dan Arman. Mereka juga merasa selama ini tatapan-tatapan Yunida dan Faisal terasa lain walau tertutup gosip miring orientasi seksual. Kalau sekarang Faisal emosi dan meminta Yunida pindah ke sisinya, itu berarti telah terjadi sesuatu antara Yunida dan Faisal. Wajah tegang mereka seketika berubah lega. Ternyata Faisal mengamuk bukan karena Koas yang menghilang, melainkan karena ... cemburu?
Jangan ditanya, sesudah itu konsentrasi mereka kacau. Gosip baru itu telah menggusur ilmu psikiatri dari otak mereka.
"Kenapa kalian malah cengar-cengir? Pasien siapa ini?!" tegur Faisal kepada anak bimbingannya.
"Sa-saya, Dok," jawab Dita dengan terbata sambil beberapa kali menggigit bibir. Ia masih susah payah menahan tawa karena melihat Yunida kelimpungan dan mati kutu dengan wajah merah kuning hijau di samping Faisal.
"Ya sudah, sekarang mulai!" titah Faisal.
Dita membuka mulut. "Na--"
"Nama, Samsudin. Umur empat puluh tahun. Alamat Liang Anggang. Dirawat karena patah hati," ujar pasien yang sebenarnya perempuan itu, menyerobot perkataan Dita.
"Siapa Samsudin?" tanya Faisal.
"Saya, Dok. Masa Dokter lupa?" jawab pasien dengan genit.
"Masaaaa? Nama Ibu kan Syahrini," jawab Faisal asal saja.
Si ibu meringis lebar. "Ih, Dokter tahu ajaaah. Ulun emang ulalaaa cetar membahanaaaa, Dokteeerr!" (Saya)[1]
Para koas itu seketika menggigit bibir. Ada yang menunduk, ada yang menutup mulut. Mereka ingin tertawa, tapi karena takut Faisal masih bad mood, mereka menahan diri sebisa mungkin.
Ibu itu kemudian melambai ke arah Yunida. "Ding, Ding. Ikam cantik banget. Maukah ulun nikahkan sama anak ulun? Cakep loh." (Dik, Dik, kamu cantik banget.)
Yunida meringis. "Mau, Bu."
Faisal kontan melemparkan tatapan pedang ke gadis di sebelahnya. Yunida diam saja. Memangnya candaan pasien harus ditanggapi serius?
"Syahrini diam dulu, ya! Dokter-dokter ini mau belajar!" perintah Faisal dengan wajah kecut.
"Oh, maaf, Dok. Iya, ulun diam."
Faisal menebarkan pandangan petir ke segenap koas. Orang-orang itu ternyata cengar-cengir tidak jelas. Ia jadi kesal. "Kenapa ketawa? Penyakit bukan untuk diketawakan!"
Kontan, semua orang tertunduk ngeri. "Maaf, Dok," gumam mereka.
Setelah itu, mereka pun melanjutkan rutinitas seperti biasa. Tak ada yang berubah kecuali Yunida yang harus selalu berada di samping Faisal. Bahkan saat morning report, Faisal meminta gadis itu duduk paling depan. Walau kesal, ia cukup puas melihat wajah merah padamnya.
Biar seisi rumah sakit tahu kalau kamu punyaku, ikrar Faisal dalam hati.
Sikap posesif Faisal belum berhenti sampai di situ. Ketika waktu pulang tiba, ia menelepon pacarnya.
"Pulang bareng aku!"
Belum sempat Yunida menjawab, telepon sudah ditutup.
Yunida yang masih berada di ruang Koas mengerutkan kening. Pulang bareng? Ia kan bawa mobil sendiri.
Tanpa berpikir apa pun, Yunida mengemasi barang-barang. Baru ketika suara sapaan rekan-rekannya yang berada di selasar terdengar, ia sadar apa yang terjadi.
Faisal datang!
Saat Yunida menoleh, lelaki itu telah berdiri tegak di ambang pintu. Ia menatap lekat sambil memasukkan tangan di saku celana. Koas lain yang masih berada di ruangan itu tidak berani bergerak karena hawa awan badai yang dibawa Faisal.
"Udah siap?" tanya Faisal dengan nada datar.
Nyali melawan Yunida hancur seketika. Ia mengangguk saja, lalu berjalan mendekat. Tahu-tahu, tangannya digandeng. Kepala Yunida kontan terasa ringan. Melangkah pun tidak jelas lagi apa yang ditapaki. Ia tidak berani melirik teman-temannya. Pasti besok ia akan diserbu pertanyaan dan menjadi trending topic.
_______________
Disclaimer: Setting jaga malam ini hanya untuk kepentingan cerita. Saya tidak tahu apa masih ada giliran jaga malam di stase psikiatri saat ini.
[1] Maafkan daku yang belum bisa move on dari si Ulala Cetar Membahana. Ada yang sudah baca? Bagi yang sudah berusia 21 thn, silakan mampir ke Bukan Remah Roti Untuk Anjing
☆---Bersambung---☆
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top