25. Jatuh Sakit
Ketakutan dan kebingungan mendera Yun tanpa bisa ia mengerti. Rasanya dunia seperti terbalik dan dirinya terjepit di tengah-tengah, sendirian, dan merasa dimusuhi seisi planet. Dirinya hancur, tidak memiliki kendali lagi. Orang bahkan dapat melihat isi pikirannya. Isi otak pun seperti tersiar ke segala penjuru. Bila diibaratkan sebuah vas, ia telah pecah dan terserak.
Aku takut ....
Mereka siapa?
Mereka mau berbuat jahat. Ya, pasti mereka mau berbuat jahat!
Kenapa ramai sekali di sini?
Jangan, jangan ganggu aku! Keluar kalian semua dari kepalaku, keluaarrr!
Jangan hina aku lagi! Aku nggak sanggup!
Yun meringkuk ketakutan saat ditemukan Faisal dan para tetangga. Ia sepenuhnya berada dalam dunia pikiran yang kacau.
"Yun, Yun, ini aku!" Suara Faisal menyeruak kesadaran Yun.
Siapa memanggil?
Suara itu ... suara itu ....
Ia masih mengenal suara itu. Suara yang membawa rasa nyaman. Ya, kenangan manis bersama Faisal sanggup menarik Yun dari kegelapan.
"Yun, udah, kamu aman sekarang. Ada aku di sini." Sekali lagi, suara Faisal dan kehangatan pelukannya membantu Yun kembali ke kesadaran.
"Fa-Faisal?" rintih gadis itu.
Faisal, kamu datang!
"Iya, aku Faisal. Kamu udah ingat?" tanya Faisal. Senyum manisnya mengalirkan rasa aman yang membuat gemuruh dalam kepala Yun perlahan mereda.
Ingat, aku ingat kamu. Kamu anak SMA yang suka godain aku.
"Kamu kenapa, Yun? Siapa yang bikin kamu begini?"
Yun menggeleng keras.
Aku nggak tahu. Mereka jahat. Mereka banyak sekali. Semuanya ada di kepala, Faisal. Aku nggak bisa ngomong, nggak mikir. Kacau sekali!
Yun kembali menangis sehingga Faisal terus memeluk dan mengelus gadis itu. "Udah, kamu udah nggak pa-pa sekarang. Ada aku dan Pak RT jagain kamu."
Saat kemudian, ketegangan Yun reda. Faisal membaringkannya di kasur dan menarik selimut untuk menutupi tubuh mungil itu. Setelah memastikan Yun tenang, ia menemui Pak RT di ruang tengah.
"Sepertinya Yun harus dibawa berobat," ujar sesepuh warga itu. "Kamu pacarnya?"
Faisal mengangguk. "Iya, Pak. Saya pacarnya."
Orang-orang itu memandang Faisal dengan tatapan tak percaya. Walau kesal, Faisal maklum. "Saya memang lebih muda dari dia, Pak," ujarnya dengan wajah masam.
Pak RT menepuk-nepuk bahu Faisal sembari tersenyum. "Iya, kamu harus menjaga Yun baik-baik. Kasihan, orang tuanya nggak mau mengurus dia."
"Iya, saya akan jaga dia baik-baik, Pak."
"Saya sudah telepon Bu Suryani. Beliau sedang dalam perjalanan pulang. Mungkin malam nanti baru sampai. Kita bawa Yun ke dokter sekarang. Beliau sudah setuju. Coba kamu bicara sama Yun, ajak dia berobat."
Faisal menurut. Ditemani Pak RT, mereka menemui Yun di kamarnya. Dengan hati-hati, Faisal duduk di samping pembaringan, sembari mengelus tangan kekasihnya dengan lembut.
"Yun, kita ke dokter sekarang, ya?" ujar Faisal.
Yun bangkit duduk. Keningnya berkerut. "Ke dokter? Aku nggak sakit."
"Bukan begitu, kamu bukan sakit badan. Kamu ngerasa bingung dan kepala pusing, 'kan?"
Yun mengangguk. "Kepalaku bukan pusing, tapi berat. Rasanya penuh banget. Aku nggak bisa mikir."
"Nah, itu harus diperiksakan, Yun," timpal Pak RT.
Yun menatap bergantian pada Pak RT dan Faisal, lalu menggeleng. "Aku takut disuntik! Aku nggak mau diinfus!"
"Kita nggak ke rumah sakit, kok, cuma ke dokter praktik. Kamu nggak akan disuntik, nggak akan diinfus," bujuk Faisal lembut.
"Aku nggak mau, Sal!"
"Ayo, masa kamu mau tersiksa terus begini? Nggak enak, kan, punya kepala penuh?"
"Aku nggak gila! Aku cuma bingung, Faisal!"
"Nggak ada yang bilang kamu gila. Kamu nggak gila, tapi sakit, Yun," bujuk Faisal lagi. "Makanya harus berobat."
Yun terdiam untuk beberapa saat. Faisal segera menyiapkan jurus rayuan.
"Kalau udah sembuh, kita jalan lagi. Kamu mau makan jelawat saus bawang atau beli mi ayam? Atau nonton? Aku dapat uang terjemahan lagi, loh. Aku bisa ajak kamu ke mana aja."
Yun mendongak. Matanya beradu dengan tatapan Faisal. Rasa sayang lelaki itu berhasil meluluhkan ketakutannya. Akhirnya ia mengangguk. "Tapi temani aku, ya?"
Faisal tersenyum lega. "Pasti! Aku temani kamu. Biar ke lubang semut pun aku temani terus."
Yun tidak tertawa. Mungkin karena otak yang kacau tidak bisa mencerna candaan. Justru Pak RT yang tergelak mendengar rayuan receh si anak SMA.
Sore itu juga, Faisal dan Pak RT mengantarkan Yun memeriksakan diri ke psikiater. Dari hasil pemeriksaan dokter, Yun dinyatakan menderita gangguan psikotik akut [1] sehingga harus mengkonsumsi obat dan menjalani psikoterapi.
"Apa bisa sembuh, Dok?" tanya Pak RT.
"Psikotik akut bisa sembuh, asal rutin berobat dan tidak mendapat stres berlebihan lagi."
Kontan, Faisal mengembuskan napas panjang. Bagaimana mungkin Yun tidak stres bila masih berjumpa ibunya saat menyelesaikan skripsi?
"Kalau tidak berobat rutin, apa pengaruhnya, Dok?" tanya Pak RT lagi.
"Gangguan pada Yun ini cenderung dominan waham atau delusi dan halusinasi. Kemungkinan bisa kambuh-kambuhan atau berlanjut menjadi skizofrenia. Karena itu jangan sampai berhenti berobat sebelum pulih benar."
"Waduh, padahal kakaknya sudah duluan kena skizofrenia," gumam Pak RT lagi. Ia tahu riwayat Yun karena Suryani pernah bercerita tentang keluarga gadis itu dan karena sang kakak kerap menginap di rumah Suryani bila kontrol ke RSJ Sambang Lihum.
Dokter yang rambutnya telah memutih itu mengangguk. "Benar. Salah satu faktor risiko terkena gangguan ini memang faktor genetik, Pak. Kalau dalam garis keluarga ada yang menderita skizofrenia, risiko dia terkena gangguan psikotik menjadi lebih besar."
Baik Faisal dan Pak RT tercenung saat menyadari betapa miris nasib Yun dan keluarganya.
☆☆☆
Malam itu, Yun dijaga oleh ibu-ibu kompleks hingga Suryani datang. Sedangkan Faisal diminta pulang saat menjelang pukul sembilan malam demi menjaga kepantasan.
Sampai di rumah, Widya dan Ismet sudah menunggu di ruang tengah. Faisal berjalan ke kamar tanpa menghiraukan mereka.
"Faisal! Mama mau bicara. Ke sini kamu!" panggil Widya dengan suara keras.
Malas membuat perlawanan karena lelah, Faisal melepas jaket, kemudian duduk di hadapan ibu dan ayahnya. Menutup mulut rapat-rapat dan enggan bertatap pandang.
"Kenapa mukamu begitu? Bisa nggak kalau di depan Mama itu pasang wajah manis sedikit?" gerutu Widya.
"Ma!" tegur Ismet agar istrinya bersabar. Diam-diam ia mengeluh juga. Mengapa ibu dan anak ini seperti anjing dan kucing, tidak bisa akur barang sejenak saja?
Widya mendengkus keras. "Kalau sama cewek itu kamu bisa ketawa-ketawa. Sama Mama malah cemberut terus. Kamu lupa di mana kamu hidup dulu? Di perut Mama, Sal. Mama yang mengandung dan melahirkan kamu ke dunia ini!"
Faisal kontan melengos. Kalimat lama itu sudah didengar berulang-ulang, bahkan mungkin sudah ribuan kali.
Ismet menepuk paha Widya agar diam. Sesudah itu, ia tersenyum kepada Faisal. Seberkas rasa sedih muncul. Bukan seperti ini hubungan yang ia dambakan. Walau bukan anak kandung, Faisal adalah satu-satunya anak yang ia miliki. Ia ingin sekali Fasial tahu bahwa ia menyayanginya dengan sepenuh jiwa.
"Faisal, Mama dan Papa sudah diskusi lamaaa sekali. Akhirnya Mama mengalah, tidak menuntut kamu sekolah kedokteran lagi," ujar Ismet.
Mendengar pernyataan itu, Faisal kontan memicing. Ibunya tiba-tibamelonggar? Ada apa?______________________
[1] Gangguan psikotik akut merupakan penyakit psikiatri yang ditandai dengan munculnya tiba-tiba dari 1 atau lebih gejala berikut ini: delusi, halusinasi, postur dan perilaku yang bizarre, serta bicara yang kacau. Gangguan psikotik akut dapat menjadi gejala awal dari penyakit psikotik lainnya, seperti skizofrenia.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top