20. Senjata Terampuh
Part 20 Senjata Terampuh
Selena merintih kesakitan dengan cekalan yang terlalu kuat tersebut. Tubuhnya disentakkan ke depan hingga membentur dada bidang pria itu yang keras.
Lucca tak butuh mendengar dalih atau alasan. “Kau berpikir bisa melarikan diri dengan cara konyol seperti ini?” dengusnya. Kemudian memerintahkan pengawalnya untuk menyiapkan mobil dan menyeret Selena menuju pintu utama.
“Berengsek.” Makian yang keluar dari bibir Selena tentu saja menarik perhatian Lucca. Langkah pria itu seketika terhenti, memutar tubuh dan kembali berhadapan dengan kemarahan terlalu besar yang menyelimuti wajah gadis itu.
“Kau bilang apa?” desis Lucca, dengan bibir yang menipis keras.
Selena sedikit mendongakkan wajahnya. Menatap lurus kedua mata Lucca dengan keberanian yang masih dimilikinya meski hanya setipis tisu. “Berengsek. Pembohong. Manipulatif. Pendendam. Kau menggunakan Pamela untuk melampiaskan dendammu pada ayah Alessio, kan. Dan menggunakan diriku karena ibuku telah menolak perasaanmu.”
Wajah Lucca membeku, matanya mengerjap terkejut dengan kata-kata Selena yang membuat seluruh tubuhnya mematung. “Kau diam-diam menemui Alessio?” desisnya penuh penekanan. Dengan gemuruh amarah yang mulai muncul di dadanya. Beraninya gadis licik ini menggunakan sedikit celah yang diberikannya untuk menemui Alessio sialan itu untuk informasi sampah ini.
“Ya, orang sepertimu memang tak layak untuk dicintai.”
“Kau tak tahu apa-apa, gadis tolol,” geram Lucca. Menambah tekanan pada cekalannya di tangan Selena.
“Jadi kau menikahiku karena keinginanmu pada ibuku yang tak tersampaikan?”
Lucca menggeram. Permukaan wajahnya mulai menggelap.
“Kali ini, aku pun tak akan membiarkan keinginanmu terkabulkan, Lucca. Tak semua yang kau inginkan bisa kau dapatkan. Aku bersumpah akan …” Kalimat Selena tak sempat terselesaikan ketika tangan Lucca mencengkeram rahangnya. Membungkam luapan emosi yang memekati kedua mata Selena.
“Simpan saja sumpah itu untuk dirimu sendiri, gadis. Aku sudah mendapatkan apa pun yang kuinginkan. Darimu.” Cengkeraman Lucca begitu kuat, hingga meninggalkan bekas memerah yang begitu pekat di kedua pipi Selena saat ia menyentakkan wajah gadis itu. “Masuk,” perintahnya dengan kasar. Mendorong tubuh Selena yang tak berdaya untuk memberontak karena kekuatan prianya jelas lebih mendominasi tubuh mungil gadis itu.
Selena menggigit bibir bagian dalamnya. Menahan rintihan yang sudah ada di ujung lidah. Ia tak akan mengaduh. Terutama di depan Lucca.
‘Wajahmu mirip dengan ibumu. Kupikir karena itu dia mengincarmu.’ Kata-kata Alessio bergema di dalam kepalanya. Mendorong keberaniannya yang seperti kembang kepi karena aura gelap yang menguar dari tubuh Lucca memang semenakutkan itu.
“Aku bukan bonekamu.” Selena menggeser tubuhnya menjauh hingga punggungnya membentur pintu mobil. Dan tak perlu memastikan pintu terkunci atau tidak, bunyi klik samar yang terdengar tepat saat Lucca menutup pintu memastikannya tak bisa kabur dari dalam mobil.
“Boneka kau bilang?” Lucca mendengus mengejek. Matanya memicing tajam. “Jadi kau memutuskan mempercayai omong kosong sampah yang dikatakan oleh Alessio sialan itu?”
“Dan kau berpikir dirimu lebih bisa dipercaya dibandingkan dia?”
Senyum mengejek Lucca berubah menjadi seringai. “Memang tidak. Tapi … aku tak peduli siapa yang lebih bisa kau percaya. Tak ada yang berubah dengan kepercayaanmu itu.”
Selena berhasil dibuat terbungkam dengan pernyataan tersebut.
“Dan kau bilang aku menggunakan dirimu karena Serra menolak perasaanku?” dengus Lucca dengan ejekan yang lebih keras. Tangannya terulur, menyentuhkan ujung jarinya di pelipis Selena karena tak menggunakan otaknya dengan benar.
Selena menepis tangan pria itu dengan kasar, hanya untuk mendapatkan celakan di wajahnya kembali. Rontaan tubuhnya dengan mudah dilumpuhkan oleh pria itu.
“Kaulah yang tak bisa dibandingkan dengan ibumu, bocah. Jangan menilai dirimu terlalu tinggi.” Seringai mengejek Lucca lebih tinggi. Menyentakkan wajah mungil Selena. “Dan itu sudah jelas. Darah kotor pria sialan itu mengalir di tubuhmu. Itulah alasan semua ketololanmu berakar.”
Wajah Selena tak bisa lebih merah padam lagi. Kata-kata Lucca tepat mengena di hatinya. Menginjak-injak harga dirinya dengan keras. Hingga ia tak diberi kesempatan untuk membela ataupun membantah. Karena seketika ia disadarkan bahwa ibunya jauh lebih dari segala-galanya dibandingkan dirinya. Juga … darah kotor pria sialan yang dimaksud oleh Lucca. Itu adalah ayah kandungnya. Sekaligus ayah kandung Alessio dan Pamela. Yang artinya, ia memiliki darah yang sama dengan kedua kakak beradik itu. Pun, ia hanyalah anak haram dari ayah kandung Alessio. Fakta tersebut lebih membuatnya terluka.
Dan Luccalah yang membunuh mereka.
Hingga ibu Alessio dan Pamela menjadi gila karena kehilangan seorang suami dan meninggal bunuh diri di rumah sakit jiwa.
Semua rahasia itu sudah nyaris tak bisa Selena bendung lebih lama lagi di benaknya. Namun, Lucca pasti sudah mengetahui semua itu. Berpura tak tahu adalah pilihan terbaik yang dimilikinya saat ini. Ia tengah terkunci di dalam mobil. Dan Lucca tampak sedang tak ingin melepaskan dirinya.
Tak ada lagi pembicaraan sepanjang sisa perjalanan. Begitu mobil berhenti di teras rumah, lengan Selena kembali dicekal. Tubuhnya setengah diseret keluar dari dalam mobil, langsung menuju kamar pria itu.
Sreeekkk …
Suara gaun yang dikenakan Selena dirobek tepat di bagian dada. Sebelum kemudian tubuhnya didorong ke tengah tempat tidur.
“Sekarang kau tahu apa yang harus kau lakukan, kan?”
Tubuh Selena terpental dua kali, tetapi ia jelas tak ingin tahu apa yang harus dilakukannya. Ia membalik tubuhnya, merangkak ke tepi ranjang dan berhasil meraih lampu tidur sebelum Lucca berhasil melepaskan seluruh kancing pakaiannya.
“Kenapa? Kau akan menghabisi nyawaku menggunakan benda itu?” ejek Lucca. Melemparkan kemejanya ke lantai dan membungkuk untuk menangkap pergelangan kaki Selena. Tetapi gadis itu beringsut menjauh, dan hanya dalam sepersekian detik memecahkan lampu nakas. Meraih satu pecahan yang tajam dan menggenggam kuat sebelum kemudian mengarahkan ujung yang runcing tersebut ke arah perut.
“Lebih baik aku mengakhiri hidupku dan anak ini dengan tanganku sendiri,” desis Selena mengancam. Kedua matanya menatap lurus pada Lucca, yang kali ini sukses dibuat membeku oleh ancaman tersebut.
Reaksi Lucca pun meningkatkan keberanian yang dimiliki oleh Selena. Ya, Lucca mungkin tak peduli pada nyawanya. Tapi pria itu jelas peduli pada anak dalam kandungannya.
“Kau menginginkannya, kan?”
Ujung bibir Lucca berkedut tak suka. Menyumpahi dirinya sendiri. Keinginannya terhadap anak dalam kandungan Selena melebihi gadis itu.
“Semuanya akan berakhir …”
“Kau mengancamku?” desis Lucca dengan bibir yang menipis keras dan nyaris tak bergerak. Kedua ujung matanya menilai situasi. Memperhitungkan jarak ujung kaca dan perut Selena. “Itu bukan ide yang bagus, bocah.”
“Benarkah?”
Seringai tersamar di ujung bibir Lucca. Tepat ketika pria itu melompat ke arah Selena, dan gadis itu rupanya juga sudah memperhitungkan gerakan tersebut. Menusukkan ujung runcing kaca tersebut ke perutnya sendiri.
Saat Lucca berhasil menangkap pegangan Selena, kaca tersebut sudah tenggelam di perut gadis itu. Wajah Lucca memucat, menatap darah yang mulai merembes. Membasahi gaun pesta Selena dengan warna merah, yang semakin pekat hingga jatuh ke ranjang.
Sementara tubuh Selena jatuh ke samping, erang kesakitan tak bisa ia tahan sepenuhnya. Lucca menangkap kepalanya, matanya yang mulai berkunang menatap keterkejutan di kedua mata pria itu. Bibirnya membentuk senyum kepuasan dan berucap dengan suara yang semakin melirih.
“Kau mendapatkan tubuhku, tapi tidak dengan anak itu.” Selena mulai merasakan tubuhnya yang menggigil dan pandangannya yang semakin menggelap. Bersama percakapan terakhirnya dengan Alessio.
‘Kau memiliki senjata yang bagus untuk melawannya.’
‘A-apa itu?’
‘Bukankah kau mengandung anaknya?’ Tatapan Alessio bergerak turun ke perut Selena. Sekilas kilatan licik melintasi kedua manik pria itu sebelum melanjutkan. ‘Kau bisa menggunakan anak itu untuk mengancamnya.’
Selena terdiam. Tampak memikirkan kata-kata Alessio.
‘Apa kau akan membiarkan tubuhmu dimanfaatkan oleh dia?’
Selena menggeleng.
‘Dia menginginkan anak itu, kan? Tanpa persetujuanmu dia menanamkan benihnya di tubuhmu. Memanfaatkan tubuhmu sebanyak yang dia inginkan. kau tak mungkin diam saja, kan?’
‘Berapa banyak lagi kau akan membiarkan dia menginjak-injak harga dirimu.’
‘Gunakan anak itu untuk mengakhiri dendamnya. Gunakan anak itu agar kita semua terbebas dari semua kerumitan ini.’
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top