Bab 7

Maduku Tak Tahu Aku Kaya
Part

..

Pov Hafiz

Pagi ini aku dibuat terkejut oleh istri pertamaku, Humaira. Ia dandan bak seorang bidadari, tubuhnya kini juga terlihat lebih langsing. Dengan setelan gamis merah serta make up tipis, memberikan kesan ayu pada wajahnya. Serta tas selempang cokelat kecil di pundaknya. Membuatku terperangah melihat perubahannya.

Entah dari mana ia mendapat uang untuk membeli semua barang-barangnya itu, karena biasanya aku hanya memberikan uang jatah untuk membeli kebutuhan dapur. Namun, setelah aku membawa Riska kemari dia berubah sangat jauh. Riska adalah gadis yang aku nikahi tanpa sepengetahuan Humaira, dia adalah mantan sekretarisku. Berkat dialah aku sekarang bisa menjabat di posisi kepala bagian pada perusahaan yang telah memperkerjakanku setahun belakangan ini.

Karena seringnya kita bertemu, tumbuhlah benih-benih cinta dalam hatiku untuk Riska. Begitupun dirinya, hingga pada akhirnya kami menikah tanpa sepengetahuan Humaira. Memang aku merasa sangat malu jika nanti harus mengajaknya pada acara penting di kantor. Dia begitu tidak bisa merawat diri, berbeda dengan Riska.

Dan pada saat pernikahanku yang kesatu bulan, Riska mengatakan bahwa ia tengah hamil. Aku senang bukan main, karena sampai saat ini Humaira tak kunjung memberikanku seorang keturunan. Padahal aku sudah sangat mendambakan tawa bayi dalam rumahku.

"Mas, ngapain liat dia terus? Kamu cinta lagi sama dia?" ucap Riska mengagetkanku ketika Huma meninggalkan rumah dengan taksi online.

"Oh ... Tidak. Aku hanya heran kenapa dia bisa berubah seperti itu. Dari mana dia dapat uangnya?"

"Bagaimana kalau kita geledah saja kamarnya? Siapa tahu kita bisa dapat petunjuk?"

Aku menatap Riska lekat. Selain cantik, ternyata dia cerdas juga. Riska lantas menarik tanganku untuk masuk ke dalam kamarku dan Huma yang tak pernah aku kunjungi lagi semenjak Riska ada di sini. Riska tak pernah sekalipun mengijinkanku untuk menemani Huma barang satu malam pun. Ia bilang karena bawaan hamil, ya sudah aku pun mengalah. Mungkin memang orang hamil sedikit lebih manja.

"Sial! Dikunci, Mas. Berarti memang ada sesuatu di dalam sana," seru Riska mengumpat.

"Oh, iya. Kamu kan punya kunci cadangan? Mana?"

Aku lantas membuka lemari barang-barang antikku yang kemarin telah habis dipecahkan oleh Huma, dan mengambil kunci kamar di sudut lemari itu. Memberikan pada Riska agar ia yang membuka kamar Huma.

"Yuk, kita masuk."

"Tapi, Ris. Kamar ini kan privasi Huma, kita tidak berhak masuk ke dalamnya." Aku berhenti tepat di ambang pintu kamar.

Biasanya tak perlu lagi aku minta ijin, karena memang ini adalah kamarku dan Huma. Namun, kini aku menjadi sedikit canggung setelah membawa Riska masuk ke dalam rumah ini.

"Halah, inikan rumahmu sendiri, Mas. Kamu juga punya hak." Tarik Riska hingga aku sedikit terjerembab ke arahnya.

Riska memeriksa setiap sudut kamar ini, membuka semua lemari dan laci yang ada di sana. Tak lupa juga ia membuka setiap lipatan baju Huma dengan hati-hati agar tak menimbulkan jejak setelahnya. Aku yang hanya diam melihat aksinya akhirnya memilih duduk di atas ranjang yang biasanya menjadi tempatku memadu kasih dengan Huma, istri tercintaku yang kini telah tergantikan oleh Riska.

"Awas, minggir dulu. Siapa tahu dia menyimpan sesuatu di bawah ranjang." Dorong Riska ketika aku duduk tepat di tengah ranjang empuk kesayangan Huma.

Kedua mataku membulat ketika melihat sebuah kantung hitam tergeletak di bawah ranjang. Riska berteriak kegirangan ketika menemukan sesuatu di sana. Aku lantas merebut kantung itu dari tangannya dan membukanya perlahan. Riska terperanjat begitu melihat isi dari kantung hitam yang disembunyikan oleh Huma itu.

"Nah ... Benarkan! Dia punya rahasia yang kamu tidak tahu." Teriak Riska tepat di telingaku, membuatku sedikit menjauh darinya karena suaranya yang memekakkan telinga.

Ada beberapa lembar uang pecahan seratus ribu di sana. Riska menghitungnya dengan cermat, lalu memasukkan ke dalam saku celananya.

"Lima juta rupiah! Gila ya wanita itu, ternyata punya uang simpanan sebanyak ini. Dan kamu tidak tahu, Mas? Dasar bodoh," umpatnya kepadaku

"Kembalikan! Itu bukan hakmu, Ris."

"Tidak! Biar dia rasakan sendiri kenapa berani menyembunyikan uang sebanyak ini," cetus Riska lantas meninggalkanku sendiri yang masih termenung di dalam kamar yang dulu adalah kamarku bersama Huma.

'Dari mana Huma punya uang sebanyak itu?' batinku.

***

"Waahh, sepertinya ada pencuri di rumah sendiri, ya?" sindir Huma beberapa saat setelah ia sampai di rumah dari rumah ibunya.

Riska hanya diam membisu, pura-pura tidak dengar dengan sindiran yang tengah dilontarkan oleh Huma. Ia pun merebahkan kepalanya di pangkuanku ketika Huma melewatiku dan Riska yang tengah sibuk dengan ponsel masing-masing.

"Semoga, nanti uangku akan beranak lagi. Biasanya, setelah dicuri uangku akan beranak lebih banyak lagi di bawah sana," ucapnya sontak membuat Riska terduduk dan menatap tajam pada Huma.

"Kamu memelihara jin? Ngaku saja!" Bentak Riska kasar.

"Dek, dari mana kamu dapat uang sebanyak itu?" tanyaku dengan sorot mata tajam. Biasanya ia akan takut jika aku menatapnya seperti itu.

Namun bukannya takut, Huma malah memutar bola matanya dan duduk di hadapanku dan Riska. Ia membuka makanan ringan dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Dengan mulut yang masih penuh makanan itu ia mengambil ponsel yang ada di dalam sakunya. Lantas menunjukkan padaku. Membuat Riska tambah terbengong melihatnya.

"Kalian tidak percaya? Kalau aku pelihara jin?" jawabnya terkekeh.

Rupanya Huma menunjukkan sebuah foto seorang tuyul sedang membawa begitu banyak uang di tangannya. Ia lantas tertawa terbahak dan berdiri menjauhiku dan Riska yang masih membisu melihat tingkahnya.

"Memangnya aku sebodoh itu? Sampai harus memelihara tuyul agar punya banyak uang?"

"Lalu?" lanjutku tak sabar mendengar jawabannya.

"Kalian tidak perlu tahu, yang pasti sekarang kalian tidak bisa merendahkanku lagi!" bentak Huma keras dengan menatap tajam pada Riska.

"Ha ha ha. Sombong sekali dirimu, baru punya uang lima juta rupiah saja sudah bangga! Sekalinya miskin ya tetap saja miskin. Lihatlah Bapakmu hanya seorang tukang bangunan, mana mungkin bisa menjadi kaya." ledek Riska lagi, membuat Humaira murka karena ia telah merendahkan keluarganya.

Aku lantas menarik lengan Riska dan menyuruhnya untuk diam. Jangan sampai runah tanggaku dengan Huma hancur, bagaimanapun juga dia adalah orang pertama yang menemaniku dari bawah. Ia pantas untuk masih bersanding denganku meski rasa cintaku telah mulai memudar.

"Kenapa? Memang benar adanya kan, Mas? Dia itu cuma anak tukang bangunan miskin!"

Plakk

Seketika itu juga Huma melayangkan tamparan kerasnya tepat di pipi kiri Riska. Membuatnya terhuyung kesamping dan jatuh tepat di hadapanku.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top