2A
Apa kabar hati saat berada di ruang periksa bersama mertua tanpa suami menyertai? Tentu saja ada yang kurang, tapi malam itu Menur tidak merasakannya sama sekali. Bersama Ambar dan Bara, untuk pertama kalinya ia memeriksakan kehamilannya.
Kesha menyambut baik kedatangan sejawatnya. Kata selamat menjadi pembuka ketika tranducer mulai bekerja di atas perut Menur. Calon kakek dan calon nenek itu begitu antusias memperhatikan monitor. Meski masih berupa titik dan kantong rahim yang terlihat, dua orang itu nyaris tidak bisa menghentikan senyuman yang mewarnai wajah mereka.
Letupan rasa bahagia itu semakin memuncak ketika Kesha mengatakan bahwa calon ibu dan janinnya dalam keadaan baik, stabil, dan sehat.
"Sekali lagi selamat ya Nur, akhirnya kita bisa bertemu di ruang praktikku. Akunya tetep jadi dokter dan kamu sekarang jadi pasienku," kelakar Kesha.
"Nggak sabar nunggu sembilan bulan lagi, Dokter. Biar bisa langsung dipanggil eyang," kata Ambar.
Kesha langsung menatap Menur sambil tersenyum lebar. Sebagai dokter kandungan, bukan kali pertama ia mendapati calon kakek nenek jauh lebih antusias menyambut hadirnya calon cucu mereka dibandingkan dengan calon orang tua bayinya.
"Sabar dulu, Bu Ambar. Saya jamin tidak sampai 9 bulan bayinya sudah lahir ke dunia, karena saat ini kalau melihat besarnya titik janin dan hitungan dari HPHT Menur, usia kandungannya sudah masuk 8 minggu," jelas Kesha.
"Wah berarti tinggal 7 bulan lagi ya, Dok?" tanya Ambar lebih semringah lagi.
"Tidak lebih dari delapan bulan lagi. Lebih tepatnya seperti itu, Bu Ambar," kata Kesha.
"Iya, iya benar, maksud saya seperti itu. Lalu jenis kelaminnya apa kalau boleh tahu, Dokter?" tanya Ambar lagi yang membuat kening Kesha mengkerut sesaat.
"Bu, mana mungkin sudah bisa dilihat. Masih juga dua bulan," sanggah Bara.
Kesha kembali tersenyum melihat antusias mereka. Menur sampai merasa tidak enak hati pada sejawatnya. Namun, dengan sabar dokter muda itu menanggapi pertanyaan dan rasa ingin tahu Ambar yang sangat besar.
"Pak Bara benar, Bu Ambar. Nanti kalau usia kandungan Menur sudah memasuki 18-20 minggu, kita baru bisa melihat apakah janinnya laki-laki atau perempuan. Wah, sepertinya Bu Ambar ada keinginan untuk calon cucu ini," tebak Kesha.
Ambar tersenyum lebar dan mengangguk mantap.
"Dokter Kesha ini sudah seperti cenayang saja. Tapi memang benar, kalau boleh memilih, saya ingin calon cucu pertama nanti laki-laki," jawab Ambar.
Kesha menyilakan semuanya untuk duduk di depan meja kerjanya. Sementara seorang perawat membantu Menur untuk membersihkan gel yang ada di atas perutnya.
Ketika Menur akan bergabung dengan mertua dan Kesha, tiba-tiba gawainya berdering dan nama sang suami terpampang di sana. Semua mata yang ada di ruangan itu jelas beralih kepadanya. Menur serba salah antara ingin menerima atau menolak panggilan video dari Abi.
"Pasti dari Abi," tebak Ambar.
Menur langsung mengangguk dan menggumam kata maaf pada semuanya.
"Nggak apa-apa, terima aja, Nur. Sekalian bisa denger penjelasan dari aku," kata Kesha.
"Iya, Nduk. Cepat terima, mungkin Abi sudah pulang dari Solo," kata Bara.
Menur akhirnya menggeser tombol hijau yang ada di layar gawai miliknya. Menyambungkan panggilan dan terjeda beberapa detik, kemudian wajah tampan Abi menghiasi layar gawainya.
"Masih di ruangan Dokter Kesha? Bagaimana calon baby kita, Sayang?" tanya Abi di ujung telepon.
"Aku sambungin dengan Kesha ya, Mas, biar kita bisa mendengarkan penjelasannya sama-sama. Ini tadi baru saja selesai USG," jawab Menur.
Kesha mengulurkan tangannya, meraih gawai yang ada di genggaman Menur.
"Selamat malam, Mas Abi," sapa Kesha.
Percakapan pun mengalir antara Kesha sebagai tenaga profesional dengan keluarga sejawatnya. Intinya semuanya dalam keadaan baik, malam itu pun Kesha hanya memberikan vitamin dan obat pereda mual yang mungkin diperlukan Menur jika mengalami morning sickness.
"Ada hal lain, Dokter, yang mungkin harus kami perhatikan di trimester pertama ini? Tentang makanan yang boleh atau nggak boleh?" tanya Abi lagi sebelum ia menutup sambungan video teleponnya.
"Jangan ragukan, istri Anda juga seorang perawat yang tentu saja sangat paham akan hal itu. Nggak usah khawatir yang penting asupan nutrisinya seimbang. Bukan begitu, Nur?" kata Kesha.
Gawai pun beralih ke genggaman Menur setelah Kesha menganggap keterangan yang ia berikan sudah cukup. Lambaian tangan Menur ke layar gawai cukup membuat Abi mengerti bahwa ia harus mengakhiri panggilan.
"Cepet pulang, hati-hati di jalan." Senyum Menur masih juga terlihat tersenyum meski layar gawai di genggamannya sudah padam.
Tidak selesai sampai di situ, Ambar masih ingin memuaskan hatinya untuk menyelesaikan beberapa pertanyaan yang masih mengganjal di hati.
"Jadi, apa yang harus dikonsumsi agar bisa mendapatkan jenis kelamin laki-laki, Dokter?" tanya Ambar.
Kening Kesha mengkerut, tapi dengan cepat ia bisa menguasai diri dengan memastikannya. "Maksud Bu Ambar untuk kehamilan Menur saat ini atau sekadar teori yang harus saya sampaikan?"
Tidak ada jawaban dari bibir Ambar, hanya saja tatapan yang mengarah ke Menur cukup membuat Kesha memahami maksudnya.
"Kalau zygote sudah terbentuk seperti Menur saat ini, tentu saja tidak bisa diubah lagi meski sekarang kita belum bisa mengetahuinya. Namun, jika untuk program hamil, kita bisa mengupayakan mulai dari konsumsi makanan tertentu sampai dengan gaya tembak yang mungkin dilakukan untuk mencetak goalnya," kelakar Kesha.
"Sebenarnya mau perempuan juga nggak apa-apa, Dokter, tapi...." Ambar menghela napas panjang tanpa berniat menyelesaikan kalimatnya.
"Sudah to, Bu. Syukuri dulu apa yang Allah kasih untuk anak-anak kita." Suara bas milik Bara menjadi penengah yang membuat Menur mengajak keduanya untuk segera keluar dari ruang praktik Kesha mengingat antrian pasiennya masih panjang.
Anggukan kepala Ambar membuat ketiganya beranjak. Berbeda perlakuan dengan pasiennya yang lain, kali ini Kesha juga turut berdiri untuk mengiringi kepergian mereka. Sesaat tangan Kesha terulur untuk mengusap pundak Menur dengan lembut. Menur yang terkejut mengetahui sikap spontan yang ditunjukkan Kesha membuatnya mengangkat alis untuk memberikan kode pada sejawatnya.
"Sabar, cowok atau cewek, yang jelas ibu hamil itu harus sehat," pesan Kesha sebelum akhirnya pintu ruang praktik Kesha menjadi pemisah mereka.
Jika Kesha beranggapan ada sebuah tuntutan dari kalimat tanya yang disampaikan oleh mertua Menur, tapi lain cerita menurut Menur. Calon ibu baru itu justru merasa bahwa pertanyaan sang mertua tentang jenis kelamin janinnya adalah bentuk perhatian yang patut ia syukuri. Jarang-jarang ada orang tua yang mengutarakan keinginannya secara gamblang seperti halnya Ambar. Andaikata Allah mengabulkan permintaan itu, Menur tentu menjadi wanita yang paling berbahagia. Ia bisa membuat ibu mertua sekaligus suaminya senang karena sebelum ini pun, Abi dan Menur sepakat untuk berusaha memperoleh keturunan laki-laki.
Menur selalu beranggapan sebelum benar-benar menjadi orang tua, tidak ada yang keliru jika seorang anak ingin membahagiakan orang tuanya.
Tidak ada yang berubah setelahnya. Ambar pun terlihat semakin menyayangi menantunya. Ia kini membebaskan Menur dari tugas rumah tangga yang menurutnya akan banyak menyita tenaga sementara sang menantu juga masih harus pergi ke rumah sakit untuk bekerja. Namun, semua itu justru membuat Menur merasa canggung. Duduk tanpa melakukan pekerjaan membuatnya bosan setiap berada di rumah.
Akhirnya yang ada justru ia lebih sering merecoki kegiatan Abi di rumah. Bahkan tidak jarang meminta Abi pulang saat ia bekerja sedangkan Menur masih ada di rumah.
"Sayang, kan kamu bisa bantu Ibu. Pekerjaanku masih numpuk lho di kantor." Meski berkata demikian, Abi tetap pulang demi permintaan Menur.
"Bukan aku lho yang minta, tapi anakmu pengen selalu dekat abbanya," jawab Menur tanpa rasa bersalah.
"Ck." Abi berdeceh, "kalimat macam apa itu?"
Sejak diketahui hamil, sepertinya hormon sensualitas Menur meningkat sempurna. Antara menahan atau menuntaskannya, hasrat Abi selalu dibuat remuk redam manakala mendapati wanita hamil yang bergelar sebagai istrinya itu.
Blitar, 20 Agustus 2024
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top