7

Madu in training 7

Sudah pukul tiga sore saat Daisy memandangi layar laptop di hadapannya dengan tatapan kosong. Halaman Microsoft Words masih belum terisi apa-apa sementara di sebelahnya, layar ponsel beberapa kali menampilkan pop up notifikasi pesan WA. Pelakunya siapa lagi kalau bukan Kartika atau Gendhis. Hanya dua perempuan tersebut yang getol menghubungnya tanpa henti sejak tadi, ketika dia dengan tangan gemetar memfoto kehadiran dua orang asing di kantor Syauqi serta surat-surat yang membuat kepalanya berdenyut nyeri. 

Ambil aja. Daripada kamu jualan kue terus.

Pesan dari Gendhis membuatnya menghela napas. Gendhis memang belum tahu pekerjaan sampingan yang dia geluti. Tapi, bukan hanya Gendhis. Kartika, Ummi Yuyun, Syauqi, bahkan tidak ada yang tahu. Apalagi akun rahasia tempatnya curhat di dunia maya, sekadar melarikan diri dari hidup yang seolah senang sekali membuatnya menangis darah, persis ibu tiri Bawang Putih yang cuma cinta kepada si Bawang Merah. 

Aq sk bkn kue

Daisy membaca ulang pesannya sebelum mengirim pesan tersebut kepada Gendhis. Sahabat karibnya itu mengirimkan pesan dengan kalimat lengkap, tidak disingkat sama sekali sehingga dia akhirnya memutuskan untuk memperbaikinya.

Aku suka bikin kue. Nggak masalah kalau seumur hidup terus begitu. 

Gendhis memberi emotikon seorang wanita menepuk kepala begitu membaca balasan Daisy. Tapi, setelahnya dia cepat-cepat membalas lagi,

Dhis juga nggak setuju dengan ide aneh Mbak Tika. Tapi, Mbak Desi tahu, dia selalu begitu. Penuh kejutan, penuh perhitungan. Masak, sakit bertahun-tahun saja Mas Krisna nggak curiga? Memang Kangmasku itu agak kurang peka sama istri sendiri. Dia bisa pergi berminggu-minggu terus ketika Mbak Tika bilang lagi mens, ya dia percaya.

Daisy mendengus. Barangkali memang bukan karena percaya. Perabot Krisna tidak bisa bangkit selayaknya laki-laki normal. Bila mengingat sifatnya di masa lalu, mustahil Krisna bisa berubah dengan amat cepat. Lagipula, kontes Pria Sehat seperti apa yang bahkan tidak paham dengan kesehatan istri sendiri? Daisy lebih curiga ajang mister-misteran yang diikuti oleh Krisna menjadi ajang menaikkan "harga jual" oleh agen pemuja selangkan**n dan sejenisnya. Entah itu buat wanita atau pria sekalipun.

Toh, beberapa waktu ini sudah lumayan banyak kasus jebolan kontes A B C yang tertangkap oleh pihak berwajib sedang melakukan transaksi. Tidak semua memang. Tapi, oknum-oknum yang mengatakan kalau si A adalah putri kota A, miss kulit kinclong, miss kulit mulus, benar-benar mendongkrak harga pelaku prostitusi daring dan Daisy telah mengamatinya bukan untuk beberapa minggu saja melainkan sejak dia mengenal Google.

Itu abangmu. Kamu sendiri nggak tahu keanehannya.

Daisy memperhatikan benar tulisan yang dia ketik supaya jangan sampai membuat Gendhis murka. Dia takut bertindak di luar batas. Sedekat apa pun mereka, dia masih menghormati pilihan Kartika dan mengingat Gendhis punya hubungan darah dengan Krisna, dia tidak ingin membuat hubungan mereka menjadi renggang walau kadang, di hadapan Daisy sendiri, gadis itu memaki-maki abangnya yang luar biasa dungu dan kaku. 

"Bisa, ya, dia nahan nafsu sama bininya sendiri. Mas Krisna kan laki-laki normal. Atau mungkin dia memang paham kondisi Mbak Tika. Menurutmu gumana, Mbak?"

Daisy yang beberapa tahun lalu ditanyai hal seperti itu oleh Gendhis hanya mengedikkan bahu. Seingat Daisy, hal tersebut ditanyakan adik ipar Kartika Hapsari saat dia baru beberapa bulan jadi mahasiswi D3 keperawatan. 

"Urusan kasur orang kok kamu bahas sama Mbak, toh, Dhis?"

Kemudian, Gendhis tidak membahas lagi hal tersebut dan setelah bertahun-tahun telah lewat, Daisy tidak menyangka sahabatnya itu bakal jadi pendukung Kartika. Entah apa yang telah dilakukan Kartika agar adik iparnya mau menurut. Tapi, bila dia nekat menghadiahkan tahan yang jumlahnya menyentuh ratusan juta, Daisy tidak mungkin tidak curiga.

Mas Krisna benci banget sama aku karena sudah bongkar boroknya dia. Aku yakin, dia juga nggak setuju dengan pemikiran gila Mbak. Apalagi ini juga menyangkut soal duit. Sesayang-sayangnya suamimu, dia pasti bakalan curiga ada dana hilang dari rekening kalian.

Daisy terus melakukan penolakan kepada Kartika dan tidak peduli sama sekali saat kakak angkatnya menyebutkan bahwa dia memiliki dana pribadi yang telah disediakan untuk kebutuhan mendadak.

Mendadak? Apakah nekat mati termasuk dalam rencana Mbak?

Debat kusir itu tidak berjalan mulus dan saat Daisy sadar, dia telah melewatkan banyak hal saking seringnya dia jadi melamun. Mereka bicara hingga hampir tengah malam. Pekerjaannya sebagai content creator terbengkalai dan dia telah melewatkan dua kali kesempatan lelang tulisan yang dilakukan oleh perusahaan padahal dia sudah membaca profil klien incarannya dengan baik dan Daisy sudah belajar cukup banyak tentang aviasi dan kedirgantaraan.

Dia hanya mampu menyempatkan diri berbalas pesan di forum, dengan nama samaran yang hanya diketahui oleh moderator yang usianya memang tidak berjauhan dengan dirinya.

Air Kobokan mengirimi anda pesan.

Sebuah notifikasi masuk ke email Daisy dan dia menggeser kursor supaya bisa membuka layar shortcut di hadapannya. 

Air Kobokan

Dije, apa kabar? Lama nggak ngobrol. Gw udah hamil sekarang. Kapan lo mo ikutan nongki di Maret-Maret? Tiap diajak meet up nggak pernah mau. Kita baru ketemu sekali pas di Tanah Abang. Gw g nyangka lo fasih bahasa Indo. Kirain pinter qolqolah kayak kata Bini CEO, si Tita.🤭🤭🤣🤣

Dasar Kinan, pikir Daisy. Dia suka sekali memanggil dirinya Dije dan gara-gara itu juga, semua anggota di forum memanggilnya dengan nama sama. Padahal DJ adalah dua huruf di depan nama Djenar, nama tengahnya. Gara-gara ulah Krisna, Daisy lalu terpikir untuk membuat akun Duta Jendolan sebagai akun penguntit. Saat itu usianya masih sangat belia. Dia yang tidak mau kakak angkatnya menikah dengan sembarang pria nekat menyaru menjadi bencong agar tidak ada yang mengenali.

Daisy baru hendak membalas pesan tersebut ketika ponselnya berdering. Dari Kartika. Setelah lelah berbalas pesan, sekarang kakak angkatnya mulai menelepon. 

"Assalamualaikum, Mbak." Daisy mengucap salam. Matanya terarah ke layar dan dia mulai berpikir tentang alasan apa lagi yang mesti dia buat agar Kartika menyerah.

"Ini Gendhis. Lagi pegang HP Mbak Tika. Beliau di IGD. Pingsan nggak ketahuan. Sekarang baru mulai sadar. Mbak bisa datang bantu aku?"

"Astaghfirullah. Kenapa bisa pingsan?" 

Panik. Itulah respon Daisy. Tapi anehnya, dia sama sekali tidak curiga. Terutama saat dia seharusnya mempertanyakan keberadaan Krisna karena di saat yang sama, Gendhislah yang memegang ponsel kakak iparnya tersebut. 

Daisy terlalu bingung dan cemas sehingga dia hanya sempat menarik tas, memasukkan dompet dan ponsel, serta mengganti jilbab kaos lusuh miliknya menjadi sebuah jilbab segiempat panjang yang warnanya sudah pudar. 

Tidak ada waktu berdandan, memakai minyak wangi, apalagi mengganti gamis. Yang ada di dalam pikirannya hanya satu, Kartika tidak boleh mati. Dia sudah mengusir dua orang suruhannya kemarin, tetapi, dia masih belum berhasil meyakinkan Kartika untuk berhenti melakukan mimpi gilanya. 

Setidaknya, dia masih harus bertahan hingga lima puluh tahun lagi dan Daisy tidak mau menyerah untuk memberinya semangat. 

Karena jika Kartika tetap bertahan hidup, dia masih punya harapan untuk bisa menjadi mempelai dari pria yang paling diinginkannya, Syauqi Hadad. Karena itu, dia harus setengah mati menolak permintaan kakak angkatnya. 

Dia tidak punya keinginan sama sekali menjadi istri pria mana pun juga selain Syauqi dan Krisna Jatu Janardana lebih baik tetap menemani istrinya sendiri hingga kiamat.

Ralat.

Hingga akhirat.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top