63 dan Open PO

Hai gaes.

Komen sepi amat. Dah bosen, yes?

Weslah. Eke mo infoin, akhirnya Dedes dan Nana open PO. Jadinya 2 buku karena tebal dan eke ga mau bukunya protol.

Open PO dimulai hari ini sampai 25 Januari 2023. Silahkan WA Mimin kesayangan kita semua. Betewe yang baru mau PO buku eke, baru pertamaaa, ini tolong dibaca, eke nih juaranya lelet kalo cetak buku. Misal ga tahan nunggu ready aja di shopee  yes. Kalo tahan, ya ikut PO. Tapi kalo mo beli bajakan, awas aja, tak sumpahin boqeq selamanya.

Buku biasanya ready paling lambat 1 bulan setelah tutup PO. Misal tutup 25 Januari, 25 Februari paling cepat diterima yes. Moga bisa lebih cepat dari itu.

Giftnya apa? Ntarlah lihat sendiri apa.

Bedanya apa sama di KK dan KBM?

Beli aja kalau mau tahu.

Ditamatin, ga?

Pengalaman eke, kalo dah jadi buku, yang baca makin ga ada, yang komen apalagi. Pada males. Jadi lihat aja ntar. Yang ga tahan, ya melipir aja ke KK dan KBM.

Masih aja nanya ntar, ditamatin ga di Wattpad,

Allahuakbar.🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️

Mo eke garisin ama kopi ulang tulisan eke sebelum-sebelumnya?

Asal kalian komen ama vote bejibun pasti eke posting. Kalo komen seiprit, nehi, eke aja malas lihatnya, apalagi posting. Ini aja udah 60 bab masih sepi.

60 bab loh yaaaa... masih ngomel pula, jahaaat, penulisnya males apdet. Dahlah esmeralda. Terserah kaw ajah.

***

63 Madu in Training

Walau sudah menjadi suami istri selama lebih kurang empat bulan, nyatanya Krisna tetap mengajukan cuti di kantor dengan alasan bulan madu yang membuat Daisy sampai mengerutkan dahi dan tidak percaya dengan perbuatan suaminya. Meski begitu, Krisna tidak berani membawa istrinya bermain jauh-jauh dari Jakarta. Mereka hanya mengunjungi Ciwidey, menyewa salah satu villa dan menghabiskan sisa akhir pekan mereka dengan penuh keceriaan. 

Tentunya, keceriaan tersebut juga melibatkan aktivitas di atas kasur yang membuat Daisy mempertanyakan motif di balik kata jalan-jalan dan refreshing yang dicetuskan oleh Krisna begitu pesta pernikahan mereka kelar dilaksanakan. 

"Sebulan aku dibuat kayak orang stres, Des. Belum lagi rapat ini dan itu, mengejar target penjualan, wajar aku butuh cuti."

Cuti untuk tidur-tiduran di kamar villa padahal mereka bisa melakukannya di rumah sendiri. Daisy bahkan mengeluh karena dia meninggalkan laptop di kamar Gendhis sehingga tidak bisa bekerja atau berkumpul dengan teman-teman forumnya seperti biasa. Untuk forum dan Instagram, Daisy selalu menghapus riwayat kunjungan setiap dia login karena bisa gawat bila suaminya tahu dia adalah Duta Jendolan yang amat tenar di dunia maya. Mereka sudah pernah bertengkar akibat kebodohannya di masa lalu. Jangan sampai, setelah dia sah jadi bini Krisna, pria itu malah memilih meninggalkannya hanya gara-gara ketahuan dia adalah dalang di balik akun yang selalu bikin heboh warganet.

"Cuti, sih, cuti. Tapi, dua hari ini kita cuma tidur-tiduran di villa. Capekku sudah hilang dari kemarin, Mas. Malah sebenarnya, capeknya udah berubah haluan. Apalagi, gara-gara kamu, aku jadi sering mandi. Di sini dingin, tahu, nggak? Keluar dari kamar mandi, aku menggigil." keluh Daisy mengingat Krisna menjadikan dua hari pertama di villa sebagai ajang balas dendam. Padahal, di Jakarta dia selalu minta jatah, Daisy sampai heran, mengapa setelah mereka berada di tempat itu, minat Krisna kepada dirinya tidak berkurang sama sekali.

"Ya, tinggal minta kelon lagi, langsung hangat." Krisna nyengir. Saat itu sudah lewat pukul satu siang. Suasana di luar masih dingin karena hujan terus turun sejak subuh. Gara-gara itu juga, dia tidak berniat membawa istrinya jalan-jalan. Tapi, selama dua hari ini, mereka tidak melulu mendekam di atas tempat tidur. Ketika senja tiba, Krisna mengajak Daisy berjalan-jalan mengelilingi hutan pinus dan juga taman bunga agar dia tidak bosan. 

Hanya saja, selewat makan malam, mantan pemenang kontes pria tersebut merasa ada hal lebih menarik dibandingkan menghabiskan waktu dengan jalan kaki. Mereka bisa berolahraga lebih intensif di atas tempat tidur dan hal tersebut amat disukai Krisna yang dulunya kelihatan tidak suka kepada istrinya. 

Tidak peduli Daisy mengeluh kalau dia malu dengan kondisi tubuhnya yang mulai bengkak karena dua jabang bayi menghuni rahimnya, Krisna sendiri malah tergila-gila dengan Daisy. Rambutnya yang tergerai, tulang selangkanya yang selalu membuat Krisna gemas, gundukan kenyal kesukaannya yang secara ajaib, seperti dipompa oleh sebuah kekuatan gaib, dan yang terpenting, tonjolan di perut istrinya, telah membuat Krisna mabuk kepayang. 

Tidak jarang, pria yang dulunya nekat menyuruh Daisy untuk menggugurkan bayi mereka tersebut, mengajak para janinnya berbicara. Kadang, Krisna mengucapkan berbaris-baris doa yang selalu diaminkan oleh Daisy. Tidak sekali atau dua kali juga, Krisna memandangi perut istrinya yang sedang lelap ketika dia sendiri selesai menunaikan salat malam, lalu Krisna membacakan beberapa lembar alunan ayat-ayat suci Alquran dan mengusap perut Daisy dengan penuh rasa terima kasih. 

Rasanya seperti sebuah keajaiban dan dia amat kagum, Daisy yang jauh lebih kecil dari Kartika bisa membawa dua janin di dalam tubuhnya serta mampu mengerjakan hampir semua tugas di rumah sendirian. 

Untunglah, Daisy menuruti permintaan Krisna untuk tidak sering-sering ke panti. Dia merasa tidak tega melihat anak-anak asuh istrinya bergelayut minta gendong atau bahkan minta diajak berkeliling panti entah dengan berjalan atau bahkan setengah berlari. Kekhawatiran Krisna terbukti karena beberapa malam, Daisy seperti orang terkena sesak napas akibat kelelahan dan dia yang buta ilmu kehamilan hanya bisa menelepon Gendhis untuk minta bantuan. 

Dan kini, ketika mereka berada di villa, Krisna memanfaatkan benar momen yang ada untuk membuat fisik dan mental istrinya kembali bugar setelah resepsi pernikahan mereka nyaris membuat otak keduanya keriting.  Walau kemudian, lagi-lagi Daisy mengeluh, yang mengalami perbaikan emosi dan raga, sepertinya lebih banyak Krisna seorang.

"Tinggal kelon kamu bilang?" Daisy berkacak pinggang. Suaminya sudah menepuk tempat tidur kosong di sebelahnya dan meminta Daisy untuk berbaring. Daisy sendiri menggeleng. Dia memang mengantuk tetapi berpikir kalau sebenarnya dia ingin sekali mengunjungi Kawah Putih. 

Sebelum ini, dia hanya pernah menyaksikan lewat internet dan sekarang mereka cukup dekat menuju lokasi sehingga keinginan tersebut amat menggebu-gebu di dalam benaknya. 

"Nanti. Masih hujan. Lagian nanti kamu mabok, di sana baunya minta ampun kalau sedang jamnya."

Daisy sudah tahu informasi tentang belerang. Walau belum pernah ke sana, sedikit banyak dia punya pengalaman dengan benda tersebut. Gara-gara anak-anak di panti sering terkena penyakit gatal-gatal karena ada yang malas menjaga kebersihan, dia selalu memandikan para bocah dengan sabun sulfur. Memang aromanya tidak bisa dibandingkan dengan sabun mandi yang wangi, tapi, setidaknya hidung Daisy sudah terbiasa.

"Nggaklah, Mas." protes Daisy. Dia sudah bosan dikurung di dalam kamar. Menghirup udara segar di luar pasti amat baik.

"Besok pagi aja, Sayang. Dari parkiran kita mesti jalan lagi. Ngapain juga lihat kawah pas hari basah begini? Mending kamu yang kubuat basah."

Seringai tampak di bibir Krisna dan dia cepat tanggap berdiri untuk merayu Daisy yang mengeluh suaminya sudah puas mendapat jatah subuh tadi.

"Kapan? Subuh? Ya ampun, sudah berapa lama itu, Des? Sekarang dingin banget, suamimu butuh kehangatan. Dedek-dedek pinter di perutmu pasti kangen bapaknya."

Huh, Daisy sampai mendengus mendengar alasan tidak masuk akal seperti itu. Dua janin di dalam perutnya mana mengerti rasa rindu apalagi yang berkunjung bukan Krisna dalam artian sebenarnya. Hanya secuil bagian tubuh pria itu yang mampir dan itu juga bukan buat mengobrol atau sekadar basa-basi menanyakan kabar. Kunjungan hanyalah dalih Krisna supaya pikiran sintingnya tersampaikan.

"Bisa-bisanya kamu anggap Daisy bodoh, Mas." Daisy bersedekap. Saat itu Krisna sudah berada di hadapannya, menyingkap rambut Daisy ke arah kiri bahunya dan mulai fokus kepada lehernya yang putih mulus seperti porselen.

"Dulu aja nggak cinta." Daisy mengeluh karena bibir Krisna sudah parkir di lehernya, benar-benar amat berbahaya apalagi jika nanti Gendhis berkunjung. Adik iparnya itu bakal menggunjingkan dirinya yang begitu pasrah digerayangi oleh suaminya.

"Sekarang sudah cinta." Krisna meracau. Tangannya sudah merayap ke mana-mana, membuat Daisy harus meyakinkan diri kalau dia tidak boleh menyerah. Tidak mungkin dalam satu hari suaminya minta jatah berkali-kali, mentang-mentang mereka sudah sah jadi suami istri di mata negara dan buku nikah mereka sudah tersimpan dengan baik di laci kamar. 

"Cinta apanya, kalau soal ginian aja kamu cinta." Daisy mendorong bibir Krisna yang mulai menempel bagai lintah. Bisa gawat kalau dia menyerah.

"Aku cinta. Banget." 

Mana bisa dia percaya. Akhir-akhir ini Krisna gemar membual padahal setiap pagi, Daisy selalu memergokinya memandangi foto Kartika. Dia tidak merasa cemburu karena kenyataannya, Krisna juga merupakan suami Kartika. Tetapi, tidak seharusnya Krisna mengucapkan kata keramat itu karena tahu, di dalam hati pria itu hanya ada nama Kartika Hapsari yang bersemayam.

"Udah, nggak usah gombal. Kamu sudah mau punya dua anak, kita nggak butuh cinta buat menghadirkan mereka ke dunia. Kepingin ya kepingin aja." balas Daisy, menahan gemas. Dia tahu, bila sudah kebelet, pria bakal rela melakukan apa saja, termasuk lompat dari jurang asal diberi apa yang mereka mau.

"Kenapa nggak percaya banget? Kalau nggak cinta nggak bakal sampai ke sini, Desi Sayang."

Wajah Krisna jelas sekali sedang berjuang dengan nafsunya yang sudah berada di ubun-ubun. Bahkan, tanpa melihat lagi, dia bisa melakukan semua hal dengan amat ahli, termasuk membimbing Daisy yang merasa dirinya sudah selebar beras satu kuintal.

"Udah, janga …" 

Cara paling jitu bagi Krisna untuk menghentikan omelan istrinya adalah dengan membungkam bibir wanita itu dengan bibirnya sendiri lalu melanjutkan tugas penting agar rasa kesal di wajah dan hati Daisy Djenar Kinasih hilang dari muka bumi. Memang butuh beberapa menit, tetapi setelahnya, dari bibir wanita mungil berwajah mirip wanita Arab tersebut, tidak putus rintihan serta panggilan nama kepada Krisna, bahkan, ucapan agar Krisna tidak berhenti melakukan pekerjaannya hingga sang nyonya terbang ke langit ke tujuh hingga berkali-kali.

"Besok kita ke kawah, ya. Aku janji. Tapi hari ini, aku belum puas menikmati kamu, Des. Canduku yang cantik, calon ibu dari anak-anakku." Krisna berbisik di telinga Daisy sewaktu dia berkonsentrasi membawa Daisy kembali terbang bersamanya.

"Jangan gom… "

Krisna menghela napas. Daisy masih saja menganggapnya berdusta padahal dia sudah menyebabkan Krisna jadi segila ini, hal yang hampir tidak pernah terjadi ketika dia bersama Kartika dulu, meski dia juga sangat mencintai mendiang istrinya. Perasaannya kepada mereka berdua sama besar dan keduanya punya posisi amat penting di hati Krisna.

"Aku nggak membawa istriku ke sini buat gombal. Berani mengesahkan pernikahan kita, bikin resepsi, sampai bulan madu, adalah usahaku buat menunjukkan kepada kamu, aku mulai jatuh cinta sama kamu, Des."
 
Ucapan yang memabukkan dan membuatnya nyaris melayang, tetapi, Daisy tahu dia harus selalu berpikir logis. Cinta tidak mungkin jadi yang utama dalam pernikahan mereka dan Daisy belum tertarik untuk mendalaminya lebih lanjut. Meski begitu, menyenangkan melihat Krisna seolah sedang mengalami efek sakau setiap melihat tubuhnya dan Daisy paham, pria tersebut jadi seperti itu karena Kartika tidak mampu memenuhi kewajibannya sebagai istri.

"Makasih, Mas." balas Daisy pendek. Dia tidak bisa berpikir apa-apa lagi karena pengakuan Krisna terhadap anak-anak mereka saja sudah membuatnya amat berterima kasih. Jika benar pria itu tulus mencintainya, hal tersebut adalah bonus yang tidak bisa ditolak sama sekali.

"Dan kamu, gimana?" Krisna bertanya lagi. Dia tetap bergerak selaras sembari memastikan Daisy tetap nyaman. Kehamilan sang nyonya membuatnya lebih berhati-hati dibandingkan sebelum Daisy hamil. Dia tidak boleh kebablasan bergerak seperti dulu karena takut, gerakannya bisa jadi mengganggu kantung ketuban di dalam rahim. Entah benar atau salah, Krisna tidak paham. Dia bukan dokter dan lebih suka menjadi tukang jual mobil saja. 

Krisna menunggu jawaban Daisy. Dia tidak melepaskan tatapan matanya sehingga Daisy harus mengalihkan perhatian suaminya lewat sebuah desah palsu yang kemudian membuatnya memarahi diri sendiri, aktingnya kelewat buruk dan Krisna sudah pasti bakal amat curiga. Kenapa juga Krisna bertanya hal seperti itu di saat mereka berdua sedang bercocok tanam, waktu yang genting untuk meraih kepuasan pribadi setelah sebelumnya adu marah karena merasa kesal dikibuli dengan dalih bulan madu. 

"Des?" Krisna mengusap pipi kanan istrinya. Sesekali dia juga merapikan helaian rambut Daisy yang tergerai di atas tempat tidur. Sungguh, kehamilan ini telah membuat wanita berhijab itu menjadi lebih seksi lima kali lipat dibanding sebelumnya. Tidak heran, Krisna selalu hilang konsentrasi saat mereka hanya berdua saja di dalam kamar. 

"I… iya, Mas. Sama."

Daisy menyunggingkan sebuah senyum manis yang membuat suaminya balas tersenyum puas karena mendengarnya dan menghindari pertanyaan lain, Daisy kemudian memilih mengalungkan lengan di leher suaminya dan berusaha menikmati kebersamaan mereka siang itu sambil memejamkan mata dan merapal kata maaf yang tidak putus kepada Kartika bila semua itu benar adanya, dia sudah begitu berani membuat pria itu menaruh hati kepadanya. 

Maafin Desi, Mbak. Aku nggak bermaksud membuat dia berkhianat. 

Ampuni aku.

***

Des des. Hari gini kok mikirnya begitu, sih? Ada yang naksir, terima aja, ngapa? 

Tapi eke tetep heran juga, hahaha si Kambing enelan cinta apa cinta ama anuannya doang???😭🤭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top