62

Di KK dan KBM udah up extra 3a dan 3b. Banyak yang ketawa di bab onoh, eke ga ngerti kenapa. Tapi, pemeran utamanya udah bukan Papa Nana sama Ummi Dedes. Tokohnya yang paling di-ship mamak2 selapak ini. Dua bab dan lagi nungguin vote apa bakal lanjut atau setop.

Dahlah promonya.  Tim gratisan banyakin komen yes. Eke nih baek karen besok sabtu aja.  Kalo males komen, eke g mau up lagi.

Tim nungguin krisna disiksa, jangan di sini. Lamaaaa. Eeke siksa dese di bab 75an. Puassss banget huahahaha.

***

62 Madu in Training

Butuh waktu hampir satu bulan buat Krisna untuk melaksanakan semua ide yang menurut Daisy hanyalah menghambur-hamburkan uang, tetapi pada akhirnya membuat suami serta para teman dan kerabat dekat yang diundang serta terlibat di dalam proses hingga resepsi pernikahan mereka berdua merasa amat kagum baik kepada pengantin wanita atau kepada rancangan acara yang meski amat sederhana dan berlangsung di taman terbuka sebuah restoran berkonsep alam yang segera dipesan Krisna begitu Daisy pada akhirnya menganggukkan kepala untuk mengadakan resepsi. 

Tidak ada pesta mewah, hanya sambutan dari pihak kantor, keluarga, tetangga dekat, serta tentu saja semua saudara dan anak asuh Daisy di panti turut diundang. Acara paling utama pastilah berupa makan-makan dan pemberian hadiah kepada anak-anak beruntung yang seumur hidup hampir tidak pernah diajak menghadiri undangan yang menurut mereka amatlah indah dan luar biasa. 

Daisy sempat mengeluh banyak dana yang dikeluarkan oleh suaminya dan dia makin takut melihat wajah Bunda Hanum yang makin cemberut sepanjang acara. Tidak jarang dia mendengar ocehan, "Ibu Jenderal pasti bisa kasih lebih dari ini. Krisna memang sudah tidak waras memilih anak yatim itu jadi istri. Lagipula, dia malah mengundang anak-anak kurus dekil itu, aduh. Nggak balik modal. Nggak bakal banyak yang ngasih duit."

Duit lagi, pikir Daisy yang saat itu berdiri di bagian depan, di kursi pelaminan. Krisna sedang bicara dengan teman-teman kantornya dan Daisy yang kebetulan sedang lowong, memilih untuk duduk sambil melambai ke arah anak-anak panti. Perasaannya langsung tidak enak dan ketika peri penyelamat kesayangannya, Gendhis muncul, Daisy mengucapkan hamdallah.

"Sudah, nggak usah dipikirin. Tuh, Bunda kalau mati, mau semua duit dibawa masuk kubur. Lihat aja nanti, emas, kalung, gelang  sama duit gepokan di dalam lemarinya bakal aku lempar ke lubang kubur Bunda."

Gendhis seperti dendam kesumat saat mengatakan hal tersebut dan dia tidak peduli saat Daisy memperingatkannya karena membicarakan ibu sendiri.

"Sudahlah, Mbak. Nggak usah kamu bela. Nggak semua orang tua itu sesuci malaikat. Ada juga yang kayak Bunda, umur sudah tua, bukannya rajin ibadah, ini malah numpuk duit sama numpuk dosa. Ngapain coba maksain Mas Krisna yang jelas-jelas sudah punya kamu buat jadi menantu Pak Jenderal?"

"Bukan begitu," Daisy membalas, ketika akhirnya sesi makan tiba dan mereka duduk bersebelahan. Untung saja Krisna terlalu sibuk dengan teman-temannya sehingga dua sahabat tersebut bisa dengan leluasa bicara. 

"Bagaimanapun, beliau tetap Bunda kita."

Daisy bicara dengan nada prihatin, tetapi Gendhis malah tidak seide dengannya.

"Sudahlah, Mbak. Nggak ingat siapa yang paling menentang acara ini? Nggak ingat betapa ngamuknya Bunda waktu tahu buku nikah kalian sudah jadi? Kamu sampai ditunjuk-tunjuk juga, kan? Kalau nggak dibawa kabur sama Mas Krisna, kamu pasti mewek dan banjir air mata kayak istri di sinetron Indosiar."

Bunda Hanum yang saat itu berada di meja seberang tampaknya tahu kalau dia sedang dibicarakan. Tatapan mata berhias celak hitam serta bulu mata palsu super tebal dan lipstik merah merona bak habis kena tampar Hulk seolah dia tidak mau kalah tenar dibanding menantunya yang tidak mau terlihat menor sehingga memilih riasan biasa saja.

"Aku terlalu sensitif kayaknya, kan Dokter Siwi bilang akan ada kemungkinan mood swing, tapi karena seumur hidup aku nggak punya ibu, tetap saja Bunda Hanum sudah kuanggap ibuku sendiri."

Gendhis sempat memejamkan mata mendengar balasan saudari iparnya tersebut seolah ingin mengatakan, silahkan saja ambil bundaku kalau kamu mau. Tetapi, dengan bijak dia memilih diam dan melanjutkan makannya sore itu. 

Ketika mereka asyik mengobrol, kedatangan Fadli yang nampak sopan dengan kemeja koko putih, nyaris senada dengan jas milik Krisna, padahal dia tidak diminta jadi Pagar Bagus pria itu, membuat baik Daisy maupun Gendhis yang sedang makan, sampai mengangkat kepala.

"Selamat ya, Des. Akhirnya sah juga." 

Fadli mengulurkan tangan, tetapi Daisy hanya memandangi tangan pria yang terjulur tersebut dengan tatapan bingung. Seharusnya Fadli tahu kalau Daisy hanya mau disentuh oleh suaminya saja. Kecanggungan di antara mereka dicairkan oleh Gendhis yang dengan mulut penuh nasi bicara tanpa malu, "Sembarangan mo pegang-pegang tangan bini abang gue. Bukan mahram, oi."

Karena itu juga, Fadli yang kikuk, lantas memilih memasukkan tangan ke saku celana dan memamerkan deretan gigi depannya yang rapi sebelum bicara, "Sori. Gue lupa. Maklum, di lingkungan gue, jarang ada cewek solehah. Lo tau, kan, Dhis, kebanyakan pamer belahan, rambut dicat warna-warni, ngudut pula. Kadang dugem sama ONS. Gue agak salut ada Desi yang mau jadi bini Krisna."

Gendhis berhenti menyuap. Bagaimana pun juga 50 % ucapan Fadli agak menyindir dia juga walau Gendhis buka perokok, penikmat dugem atau ONS. Karena itu juga, dia jadi agak ketus ketika membalas, "Yah, itu urusan lo. Kalau nyari cewek di bar, ketemunya yang itu-itu mulu. Kalau lo ke musala, salat, tobat, kali aja Tuhan kasihan, dikasih satu yang baik. Ya kali gue nggak tahu sifat lo gimana." 

Daisy melirik ke arah Gendhis yang tidak peduli dengan sikap Fadli meski wajah pria itu kini dihiasi senyuman tanda dia memang mengakui kata-kata adik sahabatnya itu.

"Ya, pria mana aja maunya dapat cewek baik dan solehah buat nikah. Emangnya mau main-main terus?"

"Ya elo yang doyan mainin cewek." Gendhis membalas. Agak sedikit geram dengan kata-kata Fadli. 

"Lo, ngapain ke sini? Tempat laki-laki di sebelah sana. Abang gue aja sibuk nongkrong sama anak buahnya. Emang lo nggak dianggap teman lagi? Ntar diusir ustadzah itu, tuh." Gendhis menunjuk Ummi Yuyun yang asyik makan bersama anak-anak asuhnya. Gara-gara itu juga, Fadli lantas mengekori arah telunjuk Gendhis dan menggaruk tengkuk.

"Mau kasih selamat sama Desi. Lo aja yang sewot." balas Fadli masih dengan gayanya yang santai seperti tadi. Karena tidak enak, Daisy lantas tersenyum dan mengucapkan terima kasih, asal pria itu cepat pergi. Sejak lama Daisy merasa tidak nyaman dan dia beruntung Gendhis ada di sebelahnya.

"Makasih, Fad." Daisy membalas. Ucapannya barusan kembali menerbitkan senyum Fadli seolah dia mendapatkan hadiah amat besar padahal menurut Gendhis hanya balasan basa-basi biasa. Untung saja pada saat yang sama Krisna muncul dan Daisy sempat bangkit menyongsong suaminya yang mendekat.

"Makan dulu, Mas." 

Krisna mengangguk dan sempat memegang pinggang Daisy lalu mencium pipinya hingga membuat sang istri malu setengah mati sementara Fadli yang menemukan pemandangan tersebut di depan matanya segera menggeleng dan menggoda Krisna, "Sabar, Bro. Masih rame." hingga membuat mempelai pria paling tampan itu menyeringai lebar. 

"Ah, lo, Fad. Sudah makan? Mana gandengan? Masih jomlo aja. Umur sudah berapa, hayo?"

Krisna membalas Fadli tak kalah ramah sedangkan Gendhis yang masih duduk di meja memandangi tingkah dua pria itu dengan wajah agak bingung. Walau tampak akrab, kentara sekali mereka berdua seolah bersaing dan gestur tubuh Krisna seolah menunjukkan kalau dia adalah pemilik Daisy, biarpun dunia mau meledak. 

"Gue curiga banget, nih dua orang kenapa, sih?"

"Belum, mau ngasih selamat dulu, Boy. Lo tokcer juga ternyata sama Desi." 

Kali ini tatapan Fadli terarah ke perut Daisy yang sudah membukit. Sudah hampir empat bulan umur kandungannya dan sesekali dia mengelus perutnya dan kadang perbuatan tersebut membuat Gendhis gemas. Bagaimana tidak, dengan dua janin kembar di dalamnya, perut Daisy tentu jauh lebih besar dibandingkan ibu hamil lainnya. 

Krisna sendiri memilih tersenyum dan tidak bicara selain meminta Fadli untuk segera mengisi perut daripada mengomentari pernikahannya atau juga perut buncit Daisy yang merupakan hak prerogatifnya. Fadli sendiri pada akhirnya maklum kalau dia tidak diharapkan muncul di depan istri sahabatnya dan memilih undur diri sambil kembali mengusap tengkuk yang sebenarnya tidak kenapa-kenapa. 

Lepas kepergiannya, Krisna menoleh kepada Daisy yang tampak gugup. Pegangan tangannya di pinggang sang istri bahkan belum lepas dari tadi. 

"Masih takut sama dia?" tanya Krisna tanpa ragu dan Daisy langsung saja mengangguk. Sudah sejak lama dia merasa agak gelisah setiap melihat Fadli. Sewaktu Krisna sempat meminta bantuan Fadli karena pria itu menjadi salah satu saksi pernikahan mereka, Daisy kemudian menceritakan insiden di hotel dan hal tersebut membuat Krisna menjadi agak sedikit protektif. Bukan apa-apa, dia sendiri beberapa kali mendengar sahabatnya itu seolah memaksa Krisna berpisah dari Daisy dan Fadli berniat memperistri Daisy

 Gara-gara itu juga, Gendhis yang memang sedang pasang telinga, memberi komentar, "Pantesan dari tadi kayak cacing kepanasan. Pake bahas-bahas cewek soleha. Jangan-jangan, abis lo usir, dia langsung patah hati, Mas."

Krisna menjitak kepala Gendhis hingga adiknya mengeluh dan dia sendiri pada akhirnya bicara dengan suara pelan, baik itu kepada Daisy maupun kepada Gendhis.

"Dia agak marah nggak diajak jadi best man. Aku pikir, karena acara kita sederhana, nggak perlulah pakai ginian. Tapi, rupanya dia salah kira karena lihat anak-anak kantor kompak pakai seragam, dikiranya mereka yang aku pilih jadi pengiringku."

"Sinting." balas Gendhis lagi. Nampaknya setelah Bunda Hanum dan Syauqi, Fadli menjadi incaran baru sasaran kenyinyirannya padahal mereka amat jarang bertemu. Lagipula, Fadli memang amat aneh. Dulu, saat Kartika masih hidup, dia tidak pernah mengomentari wanita itu, padahal seperti kata-kata Krisna di awal pernikahannya dengan Daisy, perawakan dan gaya berpakaian mereka berdua nyaris sama. Meski, yang dipakai Kartika jauh lebih modis dan bermerk sementara Daisy hanya memakai baju seragam pengurus panti atau malah pakaian bekas Kartika yang masih layak pakai.

Seolah-olah, kentara sekali kalau sejak melihat Daisy, pria itu langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Tetapi, Daisy sendiri, bukannya senang, malah ketakutan setengah mati. Amat berbanding terbalik dengan sikap Krisna kepadanya yang waktu itu seperti preman sinting yang menyekapnya di dalam sel. Diperlakukan sejahat apa pun, Daisy tetap menerima bahkan hingga hamil anaknya, persis dengan cerita picisan yang dulu pernah dia bahas. 

"Untung aja dia jauh kerjanya di Kedoya sana. Jadi nggak mungkin ganggu-ganggu kamu, Mbak." Gendhis mengucap syukur dan kembali menyuapkan nasi ke mulut. Daisy yang mendengar kata-kata Gendhis barusan selain mengangguk, juga menghela napas lega. 

"Eh, aku lupa bilang." Krisna yang akhirnya merasa pegal berdiri, kemudian memilih ikut duduk setelah sebelumnya dia membantu Daisy kembali ke tempat duduknya.

"Minggu depan dia ditarik ke tempatku."

Sendok yang dipegang Gendhis terlepas dan dia melongo memandangi abangnya.

"Yang bener, Mas? Kalian bakal saingan lagi kayak dulu."

Krisna mengedikkan bahu, "Mungkin. Tapi, dia tetap jadi bawahanku."

Ucapan Krisna terdengar yakin. Hanya saja, dia kemudian meremas jari kanan istrinya dan menyunggingkan senyum supaya Daisy tidak ikut cemas. 

Bukan masalah persaingan di kantor yang membuat Krisna berpikir dia harus waspada dengan sahabatnya sendiri, melainkan gelagat aneh Fadli yang membuatnya harus mengerutkan alis. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh Fadli, hingga dia bisa-bisanya punya niat merebut Daisy dari pelukan Krisna lalu menguasai untuk dirinya sendiri. 

Yang pasti, Krisna sudah menyiapkan diri kalau-kalau sikap gila sahabatnya itu kembali meresahkan. Karena saat ini, bukan hanya Daisy yang mesti dia jaga, melainkan dua nyawa lain di dalam rahim istrinya yang telah membuka matanya, bahwa mereka berdua adalah hadiah paling berharga yang diterima Krisna setelah menikahi Daisy dan dia harus kehilangan Kartika.

***

Eke lihat Bunda ini kek mertua viral itu yes. Bayangin dese cemberut di pelaminan, kok cucok🤣🤣🤣 bandit kali.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top