5
Olaaah. Di kbm udah bab 7 apa bab 8 yes. Eke yang nulis aja roaming kaga inget bab berapa. Wkwk.
Main ke sono. Kalo KK nunggu agak banyak, yes. Sabar. Biar panjang.
***
Madu in training 5
Gila.
Krisna mengatainya gila usai mendengar permintaan konyol yang beberapa saat lalu keluar dari bibirnya.
Yah, bukan hanya Krisna. Tadi Gendhis juga mengatakan hal yang sama dan Kartika tidak merasa heran. Bahkan, Daisy juga mengatainya begitu. Terbukti dari pesan lain yang sempat dia intip, termasuk pesan suara yang direkam oleh iparnya kepada Kartika.
Daisy tidak pernah marah dan mengamuk, tapi, hari ini dia melakukannya. Di depan Gendhis pula yang selama hidupnya amat dia sayang.
"Kamu minta istana, minta isi seluruh dunia, akan aku kabulkan. Tapi, jangan minta aku nikahi dia. Tidak pernah ada wanita yang pantas menjadi istriku selain kamu, Tika." desis Krisna menahan marah sewaktu merek berdua sudah berada di rumah. Tidak ada lagi perayaan sejak Krisna ikut mengamuk. Setali tiga uang dengan Daisy Djenar Kinasih yang kini bahkan memblokir nomornya. Apakah karena itu juga Kartika merasa kalah? Tidak sama sekali.
"Aku tahu, Mas. Kamu bisa memberikan segalanya. Kecuali kesempatan hidup." Kartika menarik napas. Dia mencoba tersenyum walau saat ini dorongan untuk memeluk tubuh suaminya amat menggoda. Tapi, ada hal lebih penting yang perlu dilakukan.
"Allah yang menggenggam nyawaku," dia melanjutkan, "tiap detik amat berarti hingga aku takut, setelah pergi nanti, hidupmu akan hancur lebur."
Wajah Krisna nampak tegang, tetapi, Kartika tidak berhenti sampai di situ saja, "Dia adalah kandidat terbaik untuk jadi penggantiku, jadi istrimu."
Saat itu Kartika duduk di salah satu bangku di meja makan dekat dapur rumah mereka. Terlihat sekali dia agak kepayahan ketika duduk dan bicara sementara Krisna harus menahan gemeletuk di hati untuk tidak meledak. Jika saja dia tidak diberi tahu oleh dokter yang mengurusi istrinya, Krisna sudah pasti bakal marah besar. Tapi, sekarang, setelah dia melihat kondisi istrinya yang semakin buruk, bagaimana dia bisa meluapkan semua kemarahan itu?
Ke mana dirinya selama bertahun-tahun ini sehingga bisa mengabaikan Kartika, wanita yang amat dia cintai melebihi nyawanya sendiri?
Lo nggak pernah ada buat dia. Lo terlalu sibuk ngurus showroom, roadshow sini sana, melobi perusahaan, melobi pengusaha, promosi ke luar kota, memajukan bisnis lo, tapi bini sendiri sekarat.
Lo bahkan nggak tahu, kalau dia sudah nggak sanggup duduk dengan benar.
Krisna mendekat ke arah Kartika yang masih diam. Dia lantas duduk bersimpuh di dekat lutut istrinya dan mulai menangis.
"Maafin, Mas, Tika. Mas nggak sanggup. Nggak sanggup hidup tanpa kamu. Nggak sanggup hidup dengan wanita selain kamu."
Kartika tersenyum. Dia berusaha mengangkat lengan suaminya supaya bangkit. Dikuatkannya diri agar tidak menangis. Sebenarnya dia tidak kuat. Krisna yang menangis adalah kelemahannya. Tapi, dia tidak boleh cengeng. Penyakit telah menggerogoti dirinya hingga hancur-hancuran. Jangan sampai air mata membuatnya jadi lemah. Ini adalah usahanya yang paling dia upayakan. Tangis Krisna hari ini adalah tangisan terakhir yang bakal pria itu lakukan. Setelahnya, duka dan kesedihan yang dia alami bakal dihapus oleh senyum dan cinta adik angkatnya, Daisy Djenar Kinasih.
"Justru aku yang nggak bisa pergi dengan tenang kalau aku belum yakin, hidupmu bakal aman."
Krisna mendongak, merasa amat terluka dengan kata-kata Kartika barusan.
"Aku seorang laki-laki, Tika. Selama ini pikirmu bagaimana aku hidup? Sebelum ketemu kamu? Bagaimana bisa kamu memastikan aku bakal bahagia dengan wanita yang tidak aku cintai sama sekali? Kamu tahu, wanita liar itu… "
Krisna berhenti bicara dan mengucap istighfar. Bila sudah membahas tentang Daisy, dia tidak pernah bisa mengendalikan diri, seolah kelelakiannya diuji dan Krisna amat tidak suka.
"Mas Krisna? Nggak salah mau dipanggil Mas? Bukannya, lebih cocok dipanggil Mbak? Kemaren aku nemu kamu nge-love foto cowok pake sempak doang di IG?"
"Yakin Mbak milih dia jadi suami? Memangnya punyanya bisa bangun? Jangan karena umurmu sudah dewasa, kamu sembarang memilih suami, Mbak. Kamu masih muda. Taaruf, sih, taaruf. Tapi, aku nggak ridho kamu sama dia. Aku tahu belangnya."
"Desi nggak begitu, Mas. Dia benar-benar anak baik."
Krisna menggeleng. Matanya basah dan pikirannya mendadak kosong. Tidak ada hal lain yang paling dia inginkan selain memeluk Kartika dan meyakinkan istrinya kalau mereka masih akan bersama hingga puluhan tahun lagi.
***
Daisy terbangun tepat saat azan Subuh berbunyi. Suara merdu yang dia tahu milik Syauqi membuat kedua kelopak mata yang tadinya lengket bagai lem sekarang mendadak terang benderang. Sayangnya, suasana kamar yang dia tiduri saat ini gelap gulita. Hanya ada laptop lemot yang menurutnya berasal dari zaman majapahit yang lampu tanda diisi baterainya menyala dengan warna orange.
Padahal laptop kuno itu adalah milik Syauqi yang tidak lagi digunakan. Yayasan mendapat bantuan beberapa laptop baru dan Daisy merasa sayang bila laptop yang lama tidak dipakai sementara keadannya masih cukup bagus, walau sebenarnya cuma untuk dipakai mengetik di aplikasi Microsoft Word.
Daisy bangkit dari tempat tidur dan menggelung rambutnya yang mencapai punggung. Daster gamis yang dia pakai nampak lusuh akibat terlalu lama dipakai, hadiah dari Kartika entah beberapa tahun lalu. Daisy tidak punya banyak pakaian, hanya beberapa stel gamis berwarna gelap, tiga stel daster yang dipakai bergantian serta lima buah jilbab dasar berbahan tebal yang tidak tembus pandang. Kartika sering menawarinya untuk membeli beberapa stel gamis baru agar dia merasa pantas ketika berdiri menyambut tamu yang datang ke yayasan. Tetapi, Daisy tidak berminat. Lagipula, dia cuma pengurus bukan baris depan yayasan yang biasa menerima tamu. Pekerjaan Daisy adalah memasak, mengasuh, membantu para santri membersihkan asrama serta membantu mengawasi santri remaja melakukan pekerjaannya sebelum nanti mereka akan mencari pekerjaan untuk hidup mereka sendiri, dengan nama lain, mengajari mereka berwiraswasta jika tidak ada orang yang menampung mereka, terutama santri perempuan.
Daisy mengajari mereka memasak segala macam yang dia pikir bakal laku bila dijual mulai dari gorengan, sayur, lauk pauk, roti dan donat, bahkan kue. Sejak kecil, dia juga melakukan hal yang sama. Tidak jarang, Daisy keluar masuk kantin dan koperasi sekolah, atau kantin perusahaan demi menjajakan dagangannya. Selama bertahun-tahun dia melakukannya, termasuk menerima pesanan katering dan semacamnya agar bisa terus bertahan hidup.
Tidak ada ibu dan bapak yang memberinya uang saku dan dia mesti berpuas hati melakukan semuanya sendiri. Bahkan, saat beberapa teman pantinya pulang menjelang hari raya Idul Fitri atau liburan panjang untuk menemui anggota keluarga mereka yang lain, dia tetap sendiri dan membantu Bu Yuyun atau Umi Yuyun, pengasuh senior yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Syauqi.
Seperti apa rasanya berlebaran di tengah keluarga? Dia tidak pernah tahu. Kegembiraan yang paling dia ingat hanyalah kunjungan dari Kartika setiap tahun khusus untuk dirinya sendiri sepulang dari salat Ied. Walau tidak lama, Kartika dan keluarganya akan menyerahkan sebuah bingkisan untuk Daisy dan hal itulah yang membuatnya bertekad untuk melakukan apa saja yang kakak angkatnya pinta sebagai ganti keluarga yang dia punya.
Tapi, permintaan tersebut tidak termasuk menjadi madu Kartika maupun menikahi suami gilanya yang amat pandai menutupi topengnya di depan sang istri.
Pemenang kontes kegantengan? Huh, apalah itu namanya. Jika Daisy tidak tersasar mampir ke akun pageant yang membuatnya akrab dengan dunia mahkluk lembut itu, dia tidak bakal menemukan belangnya seorang Krisna Jati Janardana itu.
Azan Subuh belum berakhir. Daisy menikmati alunan panggilan merdu yang Syauqi lantunkan setiap pagi dan dia bergegas menyalakan lampu kamar. Sebentar lagi suasana bakal ramai. Anak-anak akan berjalan ke musala dan melaksanakan salat Subuh bersama.
Daisy? Tentu dia juga tidak akan ketinggalan. Calon imamnya telah memanggil dan tidak ada hal yang lebih indah dari pada duduk bersimpuh bersama memuja yang Maha Kuasa, sang pemilik alam raya ini.
Begitu Daisy membuka pintu kamar, layar ponselnya menyala dan sebuah pesan masuk, dari Kartika Hapsari, sebuah permohonan yang entah ke berapa kali, yang tidak pernah bakal dia hiraukan.
Kartika pasti sudah gila, menyerahkan suaminya sendiri untuk Daisy.
Benar-benar gila, karena saat ini, di hati Daisy hanya ada seorang Syauqi Hadad.
***
Temans, cerita ini blurbnya dibuat tahun 2018. Terus bab awal dibuat antara 2019 sampai 2021. Maaf kalau banyak ngawur apalagi kalau nama desi berubah jadi Deasy, wkwkw. Eke keingetan Deasy Ratnasari soalnya. Mo revisi ntar kacau semua. Jadi harap maklum yes.
Umur Daisy 22
Kartika 30
Krisna 31 (kalo nemu 32 maklumin aja..wkwk)
Gendis 21 . Perawat ada yang dari D3 juga, kan? Soalnya eke diprotes kemudaan. Kalo Dhis tamat sma 17, kuliah 3 tahun, berarti 20 udah bisa kerja di klinik2 kan? Apa kudu jadi ners dulu baru boleh nyuntik orang? Biar sama pinternya kek Ayahnya si Ega.
Eh, kalian tahu siapa itu ayahnya Abang Ega?
Banyakin komen ama love ya. Kalian setuju ga Krisna ama Daisy?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top