37

Hanya saja, karena dia mulai paham tabiat suaminya, Daisy tidak hendak protes. Biarlah dia menyerahkan map dalam genggamannya ini dan cepat-cepat kabur dari situ. Krisna pasti malu melihat dirinya yang mungkin berdandan bak ondel-ondel kesiangan.

Mau bagaimana lagi? Dia tidak ahli berdandan seperti Gendhis. Dia memakai bedak dan lipstik dengan harapan Krisna senang melihatnya. Setidaknya dia sudah mencoba tampil lebih baik dari kemarin-kemarin dan kini, tugasnya sudah selesai begitu map dalam pegangannya berpindah tangan.

"Desi langsung ke panti, ya, Mas." Daisy memutuskan bicara setelah Krisna hanya membolak-balik map dalam pegangannya tanpa bicara lagi. Wanita itu jadi salah tingkah karena merasa dirinya dicueki seperti itu. 

Krisna kemudian menoleh kembali ketika Daisy meminta tangannya untuk dicium. Selama beberapa detik dia berpikir dan saat tangan mereka bertaut, dia mulai bicara, "Lo sudah makan?" 

Daisy tahu, Krisna hanya basa-basi. Saat ini adalah waktu makan siang dan suara denting sendok garpu yang terdengar dari ruang sebelah menandakan kalau tamu-tamu di sana sedang menikmati makanan mereka. Dia harus menjawab apa? Tidak mungkin Krisna akan mengajaknya ikut makan. Bisa-bisa Krisna malu dan Daisy terlalu naif berharap dia bakal diperlakukan seperti Kartika. 

"Alhamdulillah. Sudah. Tadi nyeduh Pop Mie."

Daisy berusaha tersenyum dan menunjukkan ekspresi kalau menu makan siangnya tadi cukup nikmat. Dia hampir mengatakan kepada Krisna kalau dia meminta tiga batang cabai dari kulkas ketika mendengar keluhan keluar dari bibir suaminya.

"Gue udah mikir, kalau lo setiap hari ada di rumah, pasti yang lo makan cuma mie. Sekarang terbukti."

Daisy menoleh ke arah sekeliling mereka dan merasa gugup karena saat ini Krisna belum melepaskan tautan tangan mereka berdua saat ini. Dia takut kolega suaminya bakal tahu kalau mereka punya hubungan dan mau tidak mau, Daisy teringat pasangan berambut basah di parkiran. Jika dia saja bisa berpikir seperti itu tentang pasangan lain, sudah pasti, orang juga bakal beranggapan sama tentang mereka. 

"Ya, nggak apa-apa, Mas. Di panti nanti Desi makan nasi."

"Giliran nasi di panti aja lo makan." Krisna menghela napas. Tanpa minta pendapat Daisy, dia lantas menarik tangan istrinya untuk mengikuti langkah Krisna menuju restoran hotel. Daisy yang tidak menyangka akan diperlakukan seperti ini berusaha menarik tangannya sendiri. 

Kalau baik kayak gini, pasti ada maunya. Ini baru hari pertama di hotel. Lusa baru di rumah lagi. Nanti minta jatahnya banyak.

"Sudah. Nggak usah mikir aneh-aneh. Pilih menu yang lo mau." ucap Krisna begitu mereka berdua sudah duduk berhadapan di sebuah meja untuk dua orang. Terdapat angka 10 di atas meja dan Daisy memandang kikuk ke arah sekeliling. Setidaknya ada lima puluh orang kolega Krisna berada di tempat itu dan dia merasa ingin membenamkan wajahnya sendiri ke balik taplak meja.

"Harusnya makan di panti aja, " Daisy mencicit. "Orang tahunya kamu duda, kan? Kalau kelihatan bareng aku … "

Krisna yang saat itu sedang membuka buku menu menggelengkan kepala. Benar-benar dangkal pemikiran wanita di depannya saat ini.

"Mereka sudah tahu. Mulut nyinyir Fadli nggak bisa direm. Lagian, beberapa dari mereka ikut datang waktu Tika meninggal dan mereka juga lihat lo beberapa kali."

"Ya, tapi, mereka bisa anggap aku adikmu, Mas. Kan, wajar kalau adik bantuin abangnya." Daisy mencoba berkilah. Malu rasanya berada di sekeliling orang-orang penting sementara dia sendiri cuma seorang wanita kere pengurus panti.

"Mereka tahu kalau adik gue cuma Gendhis."

Wow. Daisy tidak menyangka kalau teman-teman Krisna amat apdet dengan berita ini. Tetapi, tetap saja dia tidak percaya diri. Bila orang-orang berpikir yang tidak-tidak, karena mereka tidak tahu kalau dirinya dan Krisna sudah menikah. Toh, tidak ada pengumuman, tidak ada undangan, dan yang paling penting, tidak ada resepsi.

Yah, walau tidak masuk akal juga, makam istri pertama belum kering, Krisna malah kawin lagi. 

"Cepetan pilih menunya. Gue sudah lapar." 

Daisy yang gugup akhirnya asal pilih menu dan begitu melihatnya membuat Krisna berdecak, "Jangan mie goreng. Usus makin ancur lo kasih mie tiap hari."

Buat orang yang suka kepraktisan seperti Daisy, mie adalah penyelamat. Sementara buat orang yang mementingkan kesehatan usus dan perut seperti Krisna, makan mie bisa jadi penyebab kematian paling mencekam di dunia. Tapi, daripada mereka bertengkar di tempat umum seperti ini, Daisy pada akhirnya memilih menyerah. Dia memutuskan untuk makan nasi campur set saja. Dia sudah melihat, dari semua daftar makanan, menu nasi campur itu adalah yang termurah.

"Minumnya?" tanya Krisna lagi. Begitu mendengar Daisy menjawab, "Air putih." alis pria itu naik tinggi.

"Kamu bilang aku mesti hidup sehat." Daisy memajukan bibir. Tetapi, di dalam hati, dia sedikit ketar-ketir. Salah ngomong sedikit saja, pria mulut pedas di depannya saat ini bakal marah kembali. 

"Ya, sudah. Lo cuma pesan itu aja? Ada yang mau ditambah?" 

Daisy menggelengkan kepala lalu memperhatikan Krisna memanggil pramusaji yang saat itu lewat di dekat mereka. Dia menyerahkan pesanan mereka dan sang pramusaji mengonfirmasi pesanan mereka sekali lagi sebelum meninggalkan mereka berdua.

"Kamu seharusnya makan bareng mereka." Daisy menunjuk ke arah para eksekutif muda yang sibuk mengambil makanan yang tersedia di meja prasmanan. Tidak seperti mereka, Krisna yang mengajak Daisy kemudian memesan makanan sendiri.

"Kan, sudah dibayarin." cicit Daisy lagi, takut suaranya terdengar yang lain. Jujur dia masih minder dan sesekali wanita muda itu memandangi penampilannya sendiri. Walau tidak semodis Kartika yang memang punya label pakaian sendiri sehingga tidak peduli menggunakan gamis, dia terlihat bagai bidadari, Daisy sedikit ragu penampilannya bakal membuatnya layak berdiri di samping suaminya sendiri.

Sudah, jangan minder. Mereka nggak tahu kalau kamu Duta Jendolan yang tersohor itu. Followers-mu lima puluh ribu. Nggak ingat kalau kamu sudah di-DM banyak olshop buat endorse? 

Daisy berusaha menahan geli di dalam hati. Sehebat apa pun Duta Jendolan, dia tidak lebih hanya merupakan pelarian Daisy dari hidupnya yang amat penat. Kesepian setiap malam yang selalu dia rasakan akibat tidak memiliki siapa pun di dalam hidupnya, dia alihkan dengan mencari teman di dunia maya. Tapi, tidak semua orang suka kepadanya. Tak sedikit yang mengirimkan pesan pribadi, mengata-ngatainya sinting dan gila, lalu menyuruhnya tobat karena di akhirat kaum sodom akan menjadi yang paling banyak menghuni neraka.

Astaga, padahal dia adalah seorang wanita tulen. 

"Terus lo makan Pop Mie atau Indomie lagi, begitu?" balas Krisna. Tidak seperti sebelumnya, kali ini nada suaranya jauh lebih rendah dan buat Daisy hal seperti ini adalah kejadian amat langka.

"Sudah dibilangin, nanti makan di panti."

"Terus menunya apa hari ini?" Krisna memotong. Dia tidak percaya sama sekali dengan kalimat yang diucapkan oleh istrinya.

"Paling telor, tempe, terong. Yang murah bisa dimakan bareng anak-anak."

Wajah Krisna menunjukkan kalau dia sama sekali tidak senang dengan pilihan menu yang tersedia. Malah, setelah mendengar jawaban Daisy, dia bicara lagi kepada pramusaji yang sekarang datang mengantar minuman pesanan mereka.

"Tolong tambahkan lagi satu porsi gurame goreng kipas sama es degan."

Daisy sampai tidak percaya dengan pendengaran dan penglihatannya sendiri. Apakah Krisna bisa menghabiskan segitu banyak menu? Karena jujur, perutnya sendiri bakal tidak sanggup. 

"Mas? Kamu beneran mau makan itu semua? Yang tadi belum datang."

Krisna yang telah selesai mengucapkan terima kasih kepada pramusaji yang melayani mereka, mengalihkan perhatian kepada Daisy, lalu menggeleng. 

"Bukan gue. Tapi lo."

Ish. Dasar pria sinting. Mana mungkin dia makan semua makanan yang diberikan oleh Krisna dalam sekali makan. Kondisi perutnya sekarang sama betul dengan perut Nirmala dan Dwi, anak-anak asuhnya di panti. Daisy mana bisa makan banyak dalam sekali hap. Biasanya dia akan makan beberapa kali, karena itu juga, dia pada akhirnya banyak menimbun cemilan di kamar. 

"Ya, sudah. Nanti bungkus aja. Buat makan di kamar." balas Krisna setelah melihat Daisy gelisah dan mengeluh mereka bakal menyisakan makanan, amat mubazir dan bukan dia sama sekali. Begitu mendengar kata kamar, Daisy mengangkat kepala dan menaikkan kedua alisnya, mencoba meminta Krisna untuk mengulang kembali.

"Bawa ke kamar gue di atas, Des. Nanti lo makan di sana."

Hih, apa dia bilang? Daisy seketika merasa tuli.

"Bawa ke kamar?" dengan gugup Daisy mengulangi kalimat yang diucapkan Krisna.

"Iya. Sekalian lo makan di sana. Nggak ada kerjaan, kan, di panti? Mending temenin laki lo. Lumayan, ganti bulan madu yang kemarin gagal gara-gara lo berisik nangis-nangis waktu dibobol sama gue."

Krisna mengangkat gelas tinggi berisi jus jeruk dan dia memamerkan gelas tersebut sambil menyeringai dengan tatapan kurang ajar yang membuat Daisy berniat bangkit dan kabur dari situ. Enak saja dia bilang bulan madu? 

Setelah Daisy mengatakan kepada Krisna kalau dia tidak suka dipanggil Kartika dan mengancam tidak akan mengizinkan pria itu tidur bersamanya, Krisna menurut dan gara-gara itu juga, sejak Jumat sampai Minggu, pria itu merasa di atas angin dan mendapat banyak kesempatan untuk menggerayanginya habis-habisan, tidak peduli, dari bibir Daisy terus mengatakan kalau Krisna benar-benar tidak tahu malu. 

"Dasar kamu… " Daisy kehabisan kata-kata untuk menjuluki suaminya. 

"Lo juga doyan." Krisna mengedip dan dia merasa senang karena setelahnya, Daisy membuang muka dan menghindari menatap wajah suaminya sendiri, karena saat itu, kedua pipinya telah merona, merah bak udang rebus.

Sementara, di dalam hati, Daisy merapal doa yang tidak putus, seolah ajimat kalau dengan mengucapkan itu dia akan kuat dan tidak tergoda oleh pria brengsek tidak tahu malu di hadapannya itu.

Jangan naksir. Jangan naksir. Dia cuma modus. Kalau dia benar-benar cinta sama kamu, dia pasti sudah melegalkan pernikahan kalian. Nyatanya? Kamu sama pasangan tadi, mungkin nggak ada bedanya sama sekali. 

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top