29

Makasih komen bejibunnya.

Ngapa pada GR semua dah emak-emak di KBM ama KK liat Mas Nana Kambing 🤣🤣🤣

Jangan lupa mampir di work baru eke, mirip2 Yaya dan Malik, Pelangi di Langit Gladiola.

**

29 Madu in Training

Ummi Yuyun merasa amat heran ketika dia melihat Daisy masih berada di panti asuhan ketika malam sudah menginjak ke pukul sembilan. Tidak ada tanda-tanda wanita muda itu berkemas atau buru-buru pulang seperti yang dilakukannya setiap hari. Daisy malah tampak asyik melipat pakaian anak-anak asuhnya sambil menonton tayangan sinetron dengan dikelilingi beberapa balita seperti Jelita yang saat ini sedang berbaring dengan kepala menempel di paha Daisy.

"Kamu nggak pulang, Des?" tanya Ummi Yuyun yang saat itu berjalan ke ruang tengah sambil membawa sekeranjang bawang merah untuk dikupas kulitnya. Melihat wanita senior itu sudah siap bekerja lagi untuk persiapan sarapan dan makan siang esok, beberapa anak asuh perempuan yang berusia sepuluh tahun juga ikut membantu. Nirmala dan Dwi yang pernah menemani Daisy ke rumah sakit juga ada di sana.

"Rencananya mau menginap di sini, Umm." balas Daisy dengan suara rendah. Dia tidak ingin terdengar sedang bersedih hati, tetapi, bukan tidak mungkin Ummi Yuyun curiga. Agak tidak lazim baginya bila melihat seorang wanita bersuami ternyata malah memilih panti sebagai tempat menginap.

"Kalian berantem?"

Tuh, benar, kan? bisik Daisy kepada dirinya sendiri. Ummi Yuyun bukan wanita bodoh. Faktanya, Daisy bisa seperti dirinya sekarang karena didikan wanita cerdas itu. Ummi Yuyun adalah mantan dosen, bergelar S2 namun memilih mengabdi di panti sejak kedua putrinya meninggal dunia dua puluh tahun lalu. 

"Nggak, kok." lagi, Daisy membalas. Tapi, dia tahu ada getar dalam nada suaranya dan buat Ummi Yuyun, mudah saja baginya untuk mencari apa yang disembunyikan Daisy. Dia amat mahir dalam hal tersebut.

"Cuma mau menginap di sini aja. Kangen sama adik-adik."

Ummi Yuyun sepertinya berusaha mencari jejak kebohongan di wajah anak asuhnya, tetapi, Daisy yang paham gelagat ibu asuhnya memilih mengobrol dengan Jelita seolah-olah dia terlihat amat santai.

"Ya, sudah. Kamu izin, nggak, sama suamimu?"

Daisy ingin sekali jujur dan mengatakan kalau boro-boro mendapat izin, bicara saja dia tidak pernah bisa dapat kesempatan. Krisna lebih suka membuang muka setiap mereka hendak bicara lebih banyak. Pria itu baru berhenti ketika semua pakaian Daisy lepas dan dia menerkam istrinya seperti singa kelaparan. 

Singa apanya? Dia kambing bandot.

Julukan yang amat cocok buat Krisna, pikir Daisy yang tahu kalau Ummi Yuyun masih menunggu jawaban darinya. Dia memilih mengangguk lalu berusaha mengalihkan pandangan dengan mengambil selembar gamis kusut milik anak asuhnya yang bernama Sandra.

"Jangan lupa telepon. Kabari dia keadaanmu di sini."

Daisy memilih mengangguk kembali dan dia menyunggingkan sebuah senyum amat lebar. Menelepon Krisna sama saja mencari mati. Didatangi di kantornya saja dia mengamuk dan membanting pintu. Apalagi kalau dia menelepon. 

Omong-omong, gara-gara itu juga dia jadi semakin trauma bila berada dekat-dekat suaminya. Padahal, bila Krisna sedang dalam mood baik, dia sebenarnya cukup bersahabat. Tapi, bila sedang kumat, dia benar-benar menyebalkan sekaligus membuat Daisy merasa ingin sekali memukul perutnya supaya dia sadar, bukan cuma pria itu yang bisa marah dan mengamuk. Tetapi, Daisy merasa tidak perlu melakukan hal seperti itu. Krisna adalah manusia aneh yang dia sendiri tidak pernah mengerti cara berpikirnya, sehingga cara satu-satunya yang bisa dia lakukan untuk saat ini adalah pergi dari hadapan pria itu demi menjaga kewarasannya.

***

Saat Ummi Yuyun merasa semakin curiga karena sudah tiga hari Daisy menginap di panti, wanita itu kemudian mengajak Daisy bicara berdua saja, di kamar milik Daisy yang amat sederhana karena hanya berisikan kasur lipat tipis, lemari rias tua, serta lemari baju yang terbuat dari kayu olahan. Engsel pintu depannya sudah copot sehingga Daisy memutuskan untuk membuangnya dan membiarkan semua orang melihat isi lemarinya yang saat ini sudah berkurang lima puluh persen karena dibawa ke rumah Krisna, suaminya. Yang tertinggal hanyalah gamis rumahan biasa yang seperti kata Kartika, amat tidak layak dipakai ke luar rumah apa lagi untuk jalan-jalan ke mal atau kencan bersama kekasih tersayang.

"Ummi nggak mau curiga. Tetapi tiga hari ini kamu nggak pulang dan Ummi nggak melihat kamu menelepon atau sekadar bicara sama suamimu."

Saat itu, Ummi Yuyun sudah berdiri di kamar, di depan lemari, menanyai Daisy yang sebetulnya hendak menjemur pakaian. Tetapi, agaknya rencana untuk menjemur mesti ditunda karena kini, pengasuhnya sedang dalam posisi seperti jaksa penuntut umum yang sedang mendesak terdakwa untuk mengaku.

"Nggak baik seorang istri meninggalkan rumah dan tidak bicara kepada suaminya hingga berhari-hari."

Oke, sekarang Ummi Yuyun mulai ceramah. Daisy merasa dia sedang melihat Mamah Dedeh atau ustadzah lain yang sesekali dia tonton acaranya di televisi. 

"Tapi, Mas Krisna nggak marah … " Daisy berusaha membela diri sementara wajah Ummi Yuyun mulai tidak percaya.

"Pria waras pasti bakal marah dan mencari istrinya. Kalau kamu didiamkan hingga tiga hari, berarti ada yang salah dalam hubungan kalian. Sekarang, Ummi mau kamu jujur. Kalian bertengkar atau tidak?"

Susah mendebat seorang wanita cerdas seperti yang saat ini sedang berdiri di hadapannya. Daisy ingin sekali mengelak tetapi dia merasa mati kutu, terutama di bagian bertengkar dengan Krisna dan bagian pria waras. Krisna Jatu Janardana mungkin agak sedikit kurang waras. Tapi, dia hobi sekali memarahi Daisy. Apakah kalau dia jujur tentang hal itu, Ummi Yuyun bakal memaklumi sikapnya?

"Nggak, Umm." balas Daisy. Kepalanya tertunduk dan dia merasa ingin sekali kabur dari kamarnya sendiri.

"Terus, kenapa kamu nggak pulang? Nggak kasihan sama suamimu? Siapa yang mengurusi dia di rumah? Makannya bagaimana? Kalau dia sakit?"

Daisy memejamkan mata. Seharusnya masalah rumah tangganya tidak perlu dia ceritakan kepada semua orang. Tetapi, posisinya di dalam rumah Krisna amatlah lemah. Dia saja disamakan dengan pelacur oleh suaminya sendiri. Ingin protes juga dia kalah suara. Melapor kepada pihak berwajib? Mereka pasti akan menertawakannya dan mengatakan dia bicara melantur. Mereka tidak akan percaya kalau si pengasuh dari panti adalah istri dari Krisna Jatu Janardana, bos Astera Prima Mobilindo. Mereka hanya tahu kalau istri sah Krisna adalah mendiang Kartika. Hingga detik ini, tidak ada hukum yang menguatkan posisi Daisy. Tidak ada resepsi pernikahan juga buku garuda perlambang bukti sah kalau dia adalah istri pria itu. 

Dia hanyalah adik angkat Kartika Hapsari yang dinikahi siri demi menyenangkan hati almarhumah sebelum napasnya berhenti dan hingga kini harus bahagia hidup dalam satu atap sebagai pemuas nafsu suaminya. Tidak ada kasih sayang, tidak ada pria yang selalu mengkhawatirkannya. 

Tidak ada.

"Lho, kok, malah nangis?"

Daisy tidak sadar bahwa di saat yang sama, Ummi Yuyun menyeka air matanya. Dia bahkan terisak-isak untuk hal yang tidak dia mengerti begitu wanita senior itu memeluk tubuhnya dengan amat erat.

"Ya Allah, Desi. Kenapa? Cerita sama Ummi."

Meski tidak tahu bagaimana rasanya memiliki seorang ibu, Ummi Yuyun seolah sudah menggantikan semua itu. Daisy menangis tersedu-sedu di dalam pelukan ibu asuhnya. Dia ingin sekali bercerita, tetapi takut, bila Ummi Yuyun tahu, wanita itu bakal murka dengan Krisna dan jika sudah begitu, Krisna bakal semakin membencinya. 

"Desi merasa gagal jadi istri, Umm." Daisy menjawab dengan suara rendah, takut terdengar oleh pengasuh lain kalau saat ini dia menangis. Untunglah, Ummi Yuyun yang sabar berusaha menenangkannya walau dia sempat mengucap istighfar. 

"Semua wanita pasti merasa hal yang sama kayak yang kamu rasakan sekarang," Ummi Yuyun membalas, "Namanya juga baru menikah. Wajar. Kalian masih saling mengenal satu sama lain."

Daisy mengangguk, sembari mengusap air mata dengan punggung tangan kiri, "Benar. Tapi, di mata Mas Krisna, aku nggak pernah becus. Selalu Mbak Tika, bahkan… "

Daisy menahan diri untuk tidak keceplosan bicara bahwa saat mereka di atas tempat tidur, Krisna menganggapnya Kartika. Setiap jengkal tubuhnya pria itu puji sebagai milik almarhumah istrinya, mulai dari rambut, leher, bahkan bagian paling intim. Hati siapa yang tidak hancur? 

Ummi Yuyun seolah paham. Dia meminta Daisy untuk duduk di atas kasur dan dirinya sendiri melakukan hal yang sama. 

"Selama bertahun-tahun dia selalu bersama Kartika. Wajar kalau dia selalu bercermin dari istri pertamanya. Kalau kamu tidak mau dia terus-terusan melakukan hal yang sama, sekaranglah saatnya menunjukkan kepada dirinya kalau kamu berbeda."

Tentu saja, Daisy sudah berusaha. Ummi Yuyun tidak tahu saja kalau Krisna menggunakan kalimat kasar untuk menyakiti hati Daisy padahal selama ini dia selalu bersikap baik kepadanya. Ketika Daisy menceritakan hal tersebut, respon pengasuhnya selain sebuah helaan napas adalah usapan lembut di tangan sebelum dia bicara lagi. 

"Dia main tangan juga?" 

Ummi Yuyun tidak tahu bahwa Krisna bisa seperti itu kepada Daisy. Padahal dulu, dari cerita Kartika kepadanya, yang dia tahu Krisna Jati Janardana adalah pria yang amat baik. Dia pun merasa amat terkejut begitu Daisy bercerita dia diperlakukan amat kasar. 

Daisy menggeleng. Di awal pernikahan mereka mungkin ada, tetapi itu saat Krisna merenggut mahkota Daisy. Dia merasa tidak enak hati mengatakannya karena hal tersebut sangatlah privasi. Setelah tiga kali, Krisna tidak lagi sekasar yang pertama. Amat lembut, malah. Namun, tetap saja, dia menguatkan diri karena pria itu tidak pernah membayangkan dirinya sama sekali sebagai istrinya saat ini. 

"Ummi sebenarnya sudah merasa agak aneh sejak kamu sering pulang malam dan tidak mengkhawatirkan dia sama sekali atau sebaliknya. Apalagi, sewaktu kamu juga nggak kelihatan peduli di waktu makan. Nggak seperti Ummi dulu, saat-saat makan suami adalah momen paling penting. Kami bisa mengobrol tentang apa saja."

Wajah Ummi Yuyun tampak prihatin karena selagi mendengar kata-katanya, Daisy menolak melihat ke arahnya. Sudah pasti ada sesuatu yang masih mengganjal dan anak asuhnya tersebut masih menyembunyikannya. 

"Ummi tahu, kamu nggak mungkin cerita tentang semuanya. Nggak apa-apa. Jika kamu masih sanggup, bertahanlah sebentar tetapi jangan jadi lemah. Tunjukkan kalau sebagai perempuan, kamu juga bisa jadi istri yang baik. Dia mungkin masih sedih. Selama ini terbiasa bersama Kartika. Tapi, kalau memang sudah tidak tahan dan dia main tangan atau menyakiti kamu, kasih tahu. Biar Ummi sendiri yang jemput kamu."

"Jangan lupa, perhatikan sedikit suamimu. Tambahkan lagi bumbu sabar karena dalam rumah tangga, kalian menyatukan dua orang asing yang aslinya punya masing-masing visi dan misi. Harus ada tujuan yang sama dulu, baru kapal kalian akan berlayar. Tidak mungkin kamu memilih ke Bali sementara suamimu mau ke Singapura. Nggak bakal jadi."

Bagaimana menyatukan visi dan misi mereka sementara mereka berdua tidak pernah akur dan Krisna menolak semua perhatian dan kebaikan yang Daisy berikan kepadanya? Krisna bahkan meninggalkannya begitu saja padahal mereka baru berbicara beberapa patah kata. Apakah itu yang disebut suami? Apakah menjadi seorang istri mesti ditindas dan disakiti dulu seperti yang cerita dalam sinetron yang saat ini dia dengar suaranya dari ruang tengah? 

"Sekarang, lihat dirimu sendiri. Sudahkah merasa jadi istri yang baik? Apakah dengan mencuci baju, piring, merapikan rumah, memasak makanan untuk suami? sudah disebut istri yang baik? Lalu bila ada istri yang tidak bisa memasak, mencuci, dan dia meminta bantuan kepada ART supaya mengerjakan semuanya, itu bukan istri yang baik?"

Daisy menggeleng. Selama ini, yang dia tahu tentang teori berumah tangga adalah istri mengerjakan kewajiban di rumah. Tentu ada banyak kompromi, untuk wanita bekerja misalnya. Tetapi, sikap Krisna juga bukan merupakan pemakluman. 

"Coba tanya Gendhis, bagaimana Kartika memperlakukan suaminya. Kamu juga mungkin pernah melihat sikap kakakmu sebelum meninggal dulu. Belajarlah jadi istri yang baik. Jika setelah kamu melakukan semuanya, dia masih tidak berubah, berarti saat itu kamu sudah bisa memutuskan sikap."

Daisy menggeleng dan menyusut ingus, "Tapi, Umm, Desi sudah janji sama Mbak Tika bakal selalu ada di samping Mas Krisna."

Ummi Yuyun mengangguk sebelum bicara lagi, "Iya. Ummi senang kamu mau mempertahankan hubungan kalian. Menikah buat seumur hidup. Belajar sabar."

Dia memang sedang belajar. Tetapi, tidak tahu apakah setelah ini masih bisa bertahan dalam hubungannya dengan Krisna. Dia sudah tiga hari minggat dari rumah dan bukan tidak mungkin, suaminya bakal mengamuk ketika mereka bertemu kembali.

"Minta maaf. Jangan tinggiin ego." balas Ummi Yuyun ketika Daisy mengungkapkan kekhawatirannya. 

"Mungkin habis ini, Desi bakal benar-benar diceraikan."

Ummi Yuyun menyuruh Daisy mengucap istighfar. Tepat di saat yang sama, ponselnya berdering dan wajah Gendhis tampak di layar. 

"Angkat. Ummi mau ke depan lagi. Lanjutin ngupas bawang."

Daisy mengangguk dan dia beringsut ke meja rias, mengambil ponsel yang dia letakkan di sana. Kenapa Gendhis menghubunginya? Apakah ada hubungan dengan Krisna? 

Mau tidak mau, jantung Daisy berdegup lebih kencang. Apakah saat ini suaminya telah bercerita lagi kepada keluarganya kalau Daisy minggat dari rumah selama tiga hari?

"Assalamualaikum, Dhis." 

Daisy berusaha untuk bersikap tenang, tetapi, susah. Apa lagi, suara Gendhis tampak panik.

"Waalaikumsalam. Mbak di mana? Aku cari-cari dari kemarin. Mas Krisna nggak mau cerita. Kami sudah kumpul di rumah Bunda. Di sini udah ramai. Mbak di mana? Aku mau jemput."

Daisy memejamkan mata. Bagaimana bisa obrolannya dengan Ummi Yuyun seolah terhubung dengan keluarga Janardana? Kini mereka semua sudah berkumpul, apakah sedang membahas akhir dari hubungan pernikahan Daisy dan Krisna?

Air mata Daisy jatuh tanpa dia sadari. Entah kenapa dia merasa ingin marah kepada dirinya sendiri dan mungkin juga suaminya. Jika sikap pria itu lebih baik sedikit, mungkin dia akan bertahan. Tetapi, dia jadi seperti ini gara-gara Krisna juga. 

Ya Allah, Mbak. Maafin Desi, nggak bisa jaga hubungan ini.

Padahal, ketika meninggalkan Krisna kemarin, dia merasa tidak peduli sama sekali bila pria itu menceraikannya. Tetapi, setelah Gendhis menelepon, dia tidak bisa membohongi diri kalau di dalam hatinya, ada sedikit kekecewaan yang mendadak muncul, lebih-lebih karena tahu, dia telah gagal menjadi seorang madu Kartika. 

Dan rasanya seperti gagal memenangkan sebuah trofi dan sakitnya terasa hingga ke ulu hati. 

***
 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top