15

Haiii

Jadwalnya Dedes.

Btw yang nungguin Yaya, maklumin aja. Komennya dikit. Eke males hahahaha.

Biasanya 800-1000. Ntarlah nunggu 1000 baru eke up. Siap2 senin open PO Yaya.

Ga usah nanya "ditamatin di wp ga moms."

You, grammarnya salah. Eke cuma sebijik, ga pake S. Mom aja, bukan moms. Mentang body eke jumbo, you anggap dua orang. Sekate2.

***

Madu in training 15

Daisy Djenar Kinasih terbangun saat hari menunjukkan pukul dua belas malam. Semburan angin dari pendingin ruangan kamar hotel membuatnya bergidik. Rambut hitam lebat sepunggungnya tergerai di atas tempat tidur. Penampilannya tampak acak-acakan sekaligus menggoda. Pria mana saja yang melihatnya bakal lupa meneguk air ludah, terutama bila mereka menyadari, di balik selimut tebal yang menutup tubuhnya dia tidak memakai apa-apa lagi.

Daisy mencoba mengingat-ingat apa yang telah terjadi dan gara-gara itu, dia lantas duduk. Rasa nyeri seketika menjalari bagian bawah tubuhnya. Tidak banyak. Tetapi, dia merasa sesuatu seolah-olah masih tertinggal di sana dan segera saja dia merasa wajahnya panas. 

Daisy menoleh ke arah sekeliling kamar. Penerangan di tempat itu berasal dari lampu meja di kanan dan kiri tempat tidur sementara layar televisi menyala menonton dirinya yang saat ini panik. 

Ke mana perginya pria brengsek yang tadi tidak tahu malu merebut kegadisannya? Apakah Krisna berada di kamar mandi? Tapi, tidak ada suara dari sana. 

Daisy beringsut ke arah bawah kasur. Dia meraih tunik putih miliknya yang tadi terjatuh di lantai lalu memakainya. Otaknya sedang memproses suasana saat ini dan seketika kesadaran menyergapnya. Beberapa jam lalu Krisna telah berhasil menidurinya.

Cih. Padahal dia dengan jelas mendengar kalau pria itu amat membencinya. Dalam perjalanan menuju hotel tadi, setelah bujukan panjang lebar dari Kartika yang membuat Krisna menyerah, tak henti Krisna bersikap seperti pria yang habis kemalingan mobil favoritnya. Berkali-kali Krisna memukul setir setiap dia melihat ada motor atau mobil yang tiba-tiba menyalip, hingga membuat Daisy yang duduk di belakang berkali-kali mengucap istighfar.

"Turunin Desi di halte depan aja, Mas. Biar naik Trans Jakarta aja."

Walau jarak hotel dan rumah sakit tidak terlalu jauh, mereka masih harus memutar dan Daisy merasa kalau dia lebih baik turun demi meredakan amarah Krisna. Tapi, yang terjadi malah dia mendapat ucapan penuh kemarahan yang membuatnya mengunci bibir.

"Lo diem aja. Gue nggak nyuruh ngomong."

Sikap Krisna sungguh-sungguh berbanding terbalik saat bersama dengan Kartika. Dia malah baru pertama kali mendengarnya bicara seperti itu sehingga daripada memantik kemarahan lain, Daisy memutuskan untuk memandangi kedua ibu jari tangannya. 

Marah-marah nggak jelas, tapi kamu minta jatah juga.

Daisy mencoba berdiri. Dia bergerak ke ruang sebelah, yang berada di seberang kamar mandi. Tadi saat tiba di kamar, dia sempat melihat ruang tersebut dan berpikir kalau sang suami ada di sana. Ternyata, Krisna juga tidak ada di sana begitu juga di dalam kamar mandi yang ternyata kosong melompong.

Apa dia balik ke rumah sakit?

Daisy menghela napas. Dia merasa pikirannya kosong. Jika benar Krisna kembali ke rumah sakit, maka sudah pasti dia akan menemani Kartika. Itu sudah jelas. Akan tetapi, perbuatan yang dilakukan pria itu kepadanya tidak lama setelah mereka tiba di kamar, membuatnya merasa ingin menangis. Dia bahkan belum sempat bicara dan membela diri tetapi Krisna dengan keji telah menuduhnya menyetujui pernikahan ini karena motif ekonomi.

"Lo pasti dibujuk sama Tika buat nerima pinangan dia, jadi bini muda gue. Nggak tahu apa, sih, yang ada di dalam kepala lo sampe tahu-tahu berubah. Berapa dia bayar lo? Seratus? Dua ratus?"

Daisy hanya sempat menggeleng. Dia merasa keputusan menuruti kehendak Kartika untuk ikut Krisna ke hotel sudah salah dari awal. Mulanya dia mengira pria itu bakal meninggalkannya saja di kamar. Akan tetapi, begitu pintu kamar tertutup, sikap Krisna yang tidak pernah dia lihat sebelumnya membuat Daisy amat kaget.

"Lo tahu, perempuan yang dibayar, di belahan dunia mana saja, namanya sama." 

Dengan wajah penuh kebencian, Krisna mendorong Daisy yang tidak menyangka akan diperlakukan seperti itu. Dia bahkan, amat terkejut saat detik berikutnya, Krisna mulai melepas tali pinggangnya dan bicara, "Namanya lon*e, pelacur. Apalah itu. Dan karena istri gue yang tercinta senang banget misinya terwujud, gue nggak mau sia-siain kesempatan itu."

"Mas. Kamu mau ngapain?"

Daisy belum pernah setakut dan sepanik ini. Berdua saja di kamar dengan seorang pria walau status mereka sudah menikah. Tapi, dia tidak pernah dilakukan serendah ini, terutama ketika sebuah seringai amat jahat muncul di wajah Krisna yang tidak pernah suka kepadanya.

"Manfaatin malam ini sama pelacur yang nggak tahu malu dan biar gue ngajarin sedikit supaya dia tahu, seperti apa malu itu."

Daisy ingin berteriak, tetapi Krisna sudah kadung membekap mulutnya dengan satu tangan sementara tangannya yang lain mulai bekerja melucuti sisa kain di tubuhnya sendiri lalu pakaian Daisy dengan penuh kemarahan. Begitu tubuh wanita berhijap itu tidak lagi terlindungi sehelai benang pun, tanpa basa basi, Krisna menyatukan tubuh mereka, membuat Daisy menjerit, melolong ingin melepaskan diri karena tikaman suaminya saat dia belum siap dan basah adalah sebuah penyiksaan yang membuatnya merasa ingin mati.

"Nggak usah teriak-teriak. Ini, kan, yang lo mau? Sejak dulu?"

Percuma saja bicara dengan Krisna yang sedang berada di puncak kemarahan. Dia tidak memberikan kesempatan kepada Daisy untuk sekadar membuka mulut. Pria tampan itu hanya bergerak sesuka hatinya dan sesekali dari bibirnya terucap kata-kata yang mengiris hati Daisy. 

"Penasaran, kan, gue laki-laki atau bencong? Lo rasain sendiri. Pelacur kayak lo nggak boleh dikasih hati."

Tidak ada kelembutan seperti yang selalu Daisy baca tentang malam pertama teman-temannya di forum. Krisna malah tidak mau repot-repot mencumbunya seperti yang dilakukan oleh pasangan suami istri. Malah, kalau boleh jujur, yang dilakukan pria itu kepadanya mirip seperti perlakuan binatang. Entah binatang mana. Seingat Daisy, bahkan ayam dan kucing pun punya cara untuk memikat wanitanya.

Jangan nangis, Des. Dia bakal puas lihat kamu berdarah-darah karena perlakuannya sekarang. Kamu tahan. Nanti mengadu sama Mbak Tika kalau suaminya tidak lebih dari pria hidung belang yang berani-beraninya menyentuh kamu saat istrinya sekarat.

Krisna terlihat amat puas bisa menyakiti Daisy meski sedikit heran istri mudanya tidak lagi berteriak kesakitan seperti beberapa saat lalu. Daisy hanya memalingkan wajah menghadap ke arah samping, menghindari tatapan Krisna yang amat merendahkannya. Daisy bahkan menutupi sebagian wajahnya dengan lengan kanan dan membiarkan Krisna bergerak semaunya.

"Enak, kan? Sampe nggak bisa ngomong lagi. Ini yang lo tunggu-tunggu? Bencong bego yang lo kira nggak bisa ngac*ng?"

Daisy memilih diam dan membiarkan Krisna menuntaskan hasratnya. Dia ingin marah, tetapi pria ini adalah suaminya. Meski merasa seolah dia sedang dilecehkan dan Krisna benar-benar tidak bersikap lembut sebagaimana seorang lelaki gentleman, dia sadar, hal ini adalah muntahan kemarahan yang berhari-hari dia tahan sejak Kartika dengan seenaknya memerintahkan pria tersebut seolah tunduk di bawah kendalinya. 

Dia tahu, Krisna kini sedang terluka. Pria mana yang tidak sakit hati disuruh meniduri wanita yang tidak dia inginkan? Saat tubuh dan jiwanya remuk menjaga istri tuanya yang sakit, dia harus rela menunaikan permintaan Kartika. Daisy bahkan mendengar kata-kata kakak angkatnya sebelum akhirnya dia memutuskan kabur ke musala.

"Dia istrimu juga, Mas."

Daisy memejamkan mata. Bagian bawah tubuhnya terasa nyeri dan panas. Dia bahkan menggigit bibir saking menahan rasa ngilu yang seolah tidak berkesudahan. Siapa bilang malam pertama itu indah? Oh, mungkin bila pasangannya saling jatuh cinta. Dia tahu, sebelum suami istri melakukannya, mereka melakukan pemanasan, sedangkan, pria di atasnya saat ini, boro-boro. Dari pada ingin bercinta, Krisna lebih ingin mencekiknya sampai mati. 

"Sakit." 

Daisy tidak tahan lagi. Dia mendorong dada Krisna agar menjauh. Tapi, yang ada, pria itu malah membalikkan tubuh Daisy dan memperkuat gerakannya.

Sinting. Daisy memaki. Bagaimana bisa pria yang membencinya bisa melakukan hal itu. Dia tahu persis, pria normal tidak bakal berselera dan bukannya ingin bercinta, seharusnya Krisna meninggalkannya saja.

"Berjanjilah kamu akan mempergaulinya dengan amat baik."

Suara Kartika terngiang lagi di telinganya dan dia memaki di dalam hati, yang Krisna lakukan tidak lembut dan baik sama sekali. 

Bahkan, saat pria itu menyudahi sesi yang pertama lalu kembali menyeret tubuh Daisy ke atas tempat tidur untuk sesi selanjutnya, dia tidak pernah merasa diperlakukan serendah dan sememalukan ini. Krisna Jatu Janardana benar-benar pria munafik yang amat menyebalkan. 

Daisy memandangi keadaan dirinya yang awut-awutan dari kaca kamar mandi. Rambut sepunggungnya berantakan. Lipstik di bibirnya memang tidak amburadul. Krisna tidak menyentuh bibirnya sama sekali. Dia senang pria itu tidak melakukannya. Jika iya, sudah pasti dia merasa dirinya lebih buruk dari ini. 

Demi uang? Dia bahkan menolak pemberian Kartika. Dia menyetujui permintaan kakak angkatnya karena dia amat menyayanginya. Dia bahkan tidak peduli dengan siapa dia dinikahkan. Tetapi, sosok yang sebelum ini diyakini punya perangai amat lembut dan penuh kasih sayang, nyatanya tidak berbeda dengan bajingan tengik di novel romansa yang mulanya bilang benci lalu dengan mudah bagian perabot kelelakiannya mencari mangsa. 

Kartika bakal merasa amat sebal bila tahu suaminya sebenarnya amat bejat, dari mulutnya keluar semua umpatan kotor yang tidak terbayang bakal diucapkan oleh seorang pria alim yang amat dipuja oleh istrinya sendiri. 

Lon*e

Pelacur

Wanita gila duit. Matre.

Tubuh Daisy melorot hingga ke lantai dan air matanya tumpah selama beberapa detik sebelum akhirnya dia cepat-cepat menghapus lelehan anak sungai tersebut dan dia kembali bangkit walau kini bahunya naik turun menahan amarah.

Awas saja. Dia bakal membuat perhitungan. Krisna Jatu Janardana bakal mendapatkan balasan yang setimpal. Lihat saja nanti, bisik Daisy dalam hatinya. Begitu kuat tekadnya untuk membalas sikap sang suami hingga dia mengepalkan buku-buku jarinya dengan penuh emosi.

Tapi, dia tidak pernah menduga bahwa setelah ini, hidupnya bakal jungkir balik seperti sebuah roller coaster. Si kambing yang digadang bakal mati tercekik di dalam kandang serigala rupanya pelan-pelan melawan dan bangkit hingga satu hari nanti, akan tiba saatnya, serigala cantik tersebut tidak akan bisa berbuat apa-apa selain menunggu detik-detik kematian di kandangnya sendiri.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top