14
Ramein komen yuuuuk.
Biar updatenya semangat.
***
Madu in training 14
Daisy Djenar Kinasih selalu mendengar bahwa momen akad nikah adalah momen terindah dalam kehidupan sepasang anak manusia yang disatukan dalam satu ucapan ijab dan kabul. Wali nikah atau wali hakim akan mengucapkan kalimat akad yang dibalas dengan kalimat kabul oleh pihak mempelai pria. Bagi seorang anak perempuan hal tersebut berarti pindahnya tanggung jawab seorang ayah ke pundak sang suami yang berjanji akan membimbing dan menjaga istrinya.
Daisy tidak mengenal sang ayah. Dia tidak juga memiliki saudara laki-laki, begitu juga dengan kakek dan paman. Dia sudah sendirian sejak ditinggal di depan panti hanya diletakkan di dalam kardus, tidak berpakaian dan cuma diselimuti sebuah kain panjang. Tali pusarnya bahkan masih menempel. Tidak ada surat tanda cinta dari orang tuanya, tidak ada peninggalan lain selain kain yang mungkin sengaja ditinggal agar bayi malang tersebut tidak mati kedinginan.
Kini, wali hakim yang menjalankan tugas menikahkan Daisy dengan Krisna. Tetapi, tidak ada debar haru, bahagia, atau deg-degan seperti mempelai lain yang penasaran bakal jadi apa masa depan mereka berdua setelah resmi menikah nanti.
Meski tidak ingin memikirkannya, tapi, Daisy yakin, bila nanti Kartika meninggal, Krisna bakal menceraikannya. Seperti dirinya, pria tersebut juga terpaksa menyetujui permintaan istrinya.
Andai setelah ini Kartika segera sembuh, maka pengorbanan Daisy akan sangat sepadan. Dia percaya, pernikahan tanpa cinta ini bakal berakhir seperti cerita di dalam sinetron. Dia dan Krisna bakal damai tinggal satu atap bila dunia sudah meledak. Keyakinannya malah makin membuncah sewaktu pria itu nanti akan memuntahkan sederetan aturan tentang pernikahan ini kepadanya seperti pernikahan kontrak yang sering dia baca dalam novel yang digilai oleh emak-emak Indonesia.
Perjanjian setelah menikah.
Satu, dilarang menyentuh.
Dua, dilarang jatuh cinta.
Tiga, dilarang kepo urusan masing-masing.
Empat, boleh pacaran asal tidak kebablasan.
Lima, dilarang skinship
Enam, bla bla bla
Dan dua bulan kemudian tokoh utamanya bunting dengan tokoh yang tadi dia benci. Bagaimana bisa dua orang yang bermusuhan jadi saling bertukar benih sementara di dunia nyata? Yang seperti itu nyaris mustahil adanya. Seperti yang sekarang ini dia alami.
Cih, picisan. Tapi herannya orang-orang suka dan dia pernah terjebak membuat postingan tentang hal tersebut dalam artikelnya dan berakhir ramai dengan komentar halu penuh improvisasi ala emak-emak lengkap dengan adegan ranjang yang membuat celana dalam mereka basah.
Astaga. Dia juga ingat pernah memberi informasi tidak benar tentang ukuran jempol dan sebagainya. Aish, membayangkannya lagi membuat Daisy amat malu. Dia seharusnya berhenti main forum karena lama-lama dia makin ketagihan. Bukannya mengetik artikel, dia malah menghabiskan waktu bercanda dengan semua teman yang di dunia sana tidak pernah peduli dengan statusnya.
Daisy sedikit terperanjat saat secara serempak, terdengar teriakan sah! tanda bahwa sejak detik ini dia telah menjadi istri kedua Krisna Jatu Janardana. Di saat yang sama, Daisy menoleh ke arah Kartika dan menemukan kakak angkatnya menangkupkan kedua tangan ke wajah seolah dia baru saja mengucapkan syukur kepada yang Maha Kuasa karena dia telah berhasil menjalankan misi yang sebelum ini amat tidak masuk akal.
Kamu senang, Mbak? Apakah setelah ini kamu akan sehat dan sembuh lagi?
Daisy mendengar suara Gendhis memanggil dan dia menoleh ke arah semua orang. Saat ini Krisna hendak memasangkan cincin ke jarinya dan dia berusaha menghela napas.
Mereka akan bersentuhan. Seharusnya mereka mencari cincin perak atau sepuhan saja mengingat Daisy hanyalah penggembira di dalam kehidupan Kartika dan Krisna. Sayangnya, Kartika yang sudah kadung bahagia, tahu-tahu melepas cincin pernikahan miliknya yang Daisy tahu berharga amat mahal. Berliannya berukuran besar dan paling minimal harganya sekian puluh juta.
Beberapa tahun lalu Daisy pernah melihat merknya, sebuah merk kenamaan yang sering dia baca ketika anggota forum gosip artis membahas cincin yang dipakai para artis yang baru dilamar atau menikah dengan pria yang mencintai mereka. Kini, seolah benda tersebut tidak punya arti, Kartika melepas begitu saja cincin di jari manisnya.
Daisy sempat melihat Krisna dan Bunda Hanum protes kepada Kartika, tetapi mereka terdiam saat wanita itu membalas, "Bukankah Mas Kawin itu adalah hak milik seorang istri dan mereka boleh mempergunakannya untuk apa saja? Atau sebenarnya kalian berdua tidak ikhlas memberikannya kepadaku sehingga ketika aku ingin memberikannya kepada adikku, kalian protes?"
Wajah Krisna menyatakan kalau bukan itu maksud dirinya menolak Kartika memberikan cincin tersebut. Dia berat hati karena teringat perjuangan yang dilakukannya sewaktu berusaha memberikan cincin itu kepada istrinya. Dia pernah menjadi pegawai biasa, kelas rendah dan usahanya melamar Kartika yang waktu itu adalah seorang putri angkat pengusaha ternama mendapatkan banyak cibiran. Memberikan cincin yang merupakan benda paling mahal yang saat itu pernah dia beli membuat Krisna merasa amat bangga kepada dirinya. Kini, melihat lambang kerja kerasnya untuk sang istri harus berpindah ke tangan Daisy membuat egonya amat terluka.
"Waktu aku beli cincin itu, aku cuma mau kamu yang pakai, bukan wanita lain."
Daisy merasa telinganya berdenging dan jika bukan karena Gendhis yang menenangkannya, rasanya dia ingin sekali kembali ke kamarnya di panti dan memandangi layar laptop yang terbengkalai karena urusan menjadi istri muda dan menyenangkan hati Kartika.
Selama ini dia tidak terlalu suka mengusik kehidupan keluarga Krisna yang sebenarnya. Hanya Gendhis yang akrab dengannya dan berkali-kali dia bertanya, mengapa gadis itu tidak pernah kembali ke rumah keluarganya melainkan sibuk ngekos atau mengontrak sebuah rumah kecil untuk dirinya sendiri, termasuk bekerja sampingan untuk menghidupi dirinya selama kuliah. Jawaban Gendhis tentang tidak akurnya dia dengan sang ibu membuka mata Daisy, terutama ketika dia melihat dengan biji matanya sendiri seperti apa sikap seorang Hanum Sari Janardana.
Mau tak mau, Daisy kini telah menjadi bagian dari keluarga ini, entah untuk sementara atau selamanya. Tapi, melihat sifat Bunda Hanum, dia teringat kembali pada salah satu wanita yang pernah mengadopsinya. Wanita tersebut amat marah jika Daisy mengambil makan tanpa izin dan daripada mengangkat anak, sebenarnya dia menggunakan kesempatan tersebut untuk menyiksa dan memaksa Daisy melakukan seluruh pekerjaan rumah tangga. Bila Daisy menolak, dia bakal disiksa dan kekejamannya berakhir setelah Daisy kabur dan menunjukkan bukti-bukti penyiksaan kepada Ummi Yuyun.
Ah, Daisy tidak mau lagi mengingat masa kelamnya sebagai anak panti yang selalu ditolak. Kini, meski sedikit trauma dengan pengalaman masa lalunya, dia sudah menyiapkan diri. Jika nanti Krisna bakal menendangnya, dia sudah siap angkat kaki.
"Pas."
Lagi-lagi Daisy tersadar. Ternyata Krisna telah selesai memasang cincin milik Kartika di jari manisnya. Seperti dirinya sendiri, pria tampan itu tampaknya tidak mau repot-repot tersenyum. Malah, lewat tatapan matanya, Daisy lebih percaya kalau Krisna lebih ingin mematahkan jari manis kanan Daisy lalu merebut cincin berlian yang sekarang nangkring dengan cantik.
Dia malah tidak tahu kalau cincin pemberian Kartika yang kini dipakainya lumayan berat. Tahu begitu, dia sebaiknya meminta cincin murah delapan karat berukuran satu atau dua gram yang harganya tidak lebih dari lima ratus ribu. Bentuk dan warnanya yang tidak mencolok tidak bakal membuat penjahat curiga. Emas sepuhan juga boleh. Daisy tidak bakal menolak. Dalam novel-novel yang dibacanya, pasangan saling benci itu terkesan amat aneh. Mereka tidak suka satu sama lain, tapi kadang pihak laki-laki amat royal kepada sang perempuan. Padahal, dilihat dari wajah Krisna saat ini, boro-boro dia terlihat royal, bernapas di sebelah Daisy saja dia kelihatan tidak sudi.
Huh, pergi saja sana. Aku begini-begini juga luluran tiga kali seminggu, ketekku juga kukasih deodoran dan pakai parfum supaya hidung orang nggak sakit kalau dekat-dekat aku.
"Jangan dilepas, ya." pinta Kartika ketika akhirnya mereka mendapat kesempatan untuk bicara berdua. Krisna sedang mengobrol dengan ustadz yang menikahkan mereka sementara Gendhis menghilang entah ke mana. Bunda Hanum yang sempat marah-marah kemudian memutuskan untuk pulang. Tinggallah Daisy berdua dengan Kartika dan saat ini, mempelai cantik itu merasa amat bingung. Dia memang sudah menjadi istri Krisna, tetapi, tidak mungkin setelah ini mereka akan menunggu Kartika bersama-sama. Daisy pasti merasa amat canggung. Biasanya, dia menjaga kakak angkatnya itu saat Krisna bekerja.
"Seharusnya nggak perlu pakai ginian. Mukena salat saja." Daisy menjawab. Dia tidak ingin memakai cincin Kartika tapi mata kakak angkatnya memberi isyarat dia tidak boleh melepaskan benda tersebut.
"Mas kawin itu hadiah buat istri. Mukena memang boleh, tapi, alangkah baiknya diberikan sesuatu yang bermanfaat."
Daisy ingin membalas kalau dia tidak butuh hadiah mewah. Tetapi, Kartika yang sibuk seharian ini terlihat amat kelelahan. Biarlah, nanti saja dia kembalikan cincin ini kepada Gendhis. Dia mungkin tidak bakal banyak bicara kepada Krisna sehingga bisa dipastikan kalau nanti Gendhislah penghubung antara mereka berdua.
"Desi minta maaf sudah jadi orang ketiga." ujar Daisy setelah dia diam selama beberapa saat. Kartika membalas dengan gelengan dan tersenyum amat tulus, "Mana ada orang ketiga. Nanti kamu akan jadi yang nomor satu di hatinya."
"Mbak." geleng Daisy. Dia ingin menangis tapi ditahannya. Seumur hidup, hari inilah dia paling banyak mengeluarkan air mata. Padahal, sepedih dan sepelik apa pun hidupnya, Daisy Djenar Kinasih selalu berusaha untuk tetap kuat. Hidup sedang membercandainya tapi dia tidak menyerah karena guyonan hidup tentang sejarah dirinya sejak bayi hingga dewasa tidak pernah indah. Sekarang, menyaksikan hidup kakak angkatnya yang seolah sedang dijungkirbalikkan dengan superjet, dia merasa amat hancur.
"Aku sudah jadi madumu. Sekarang giliranmu untuk tetap kuat dan berjuang buat sembuh."
Kartika hanya membalas lewat senyum, seperti yang selalu dia lakukan sejak Daisy setuju menikah dengan Krisna. Wajahnya menyimpan gelagat misterius yang tidak adik angkatnya pahami dan setelah kehadiran Gendhis sepuluh menit kemudian dia paham.
Apalagi gelegar suara Krisna yang hampir mengamuk seolah membuat Daisy melonjak dari tempat dia duduk saat ini. Dia sedang berada di ruang tamu menjelang waktu Magrib tiba dan hendak izin menuju musala rumah sakit yang lebih luas dan sebagai alasan supaya dia bisa menyingkir. Tetapi, peristiwa barusan membuatnya tidak jadi bangkit dari kursi.
"Kenapa, Dhis?" tanya Daisy. Gendhis yang pura-pura sibuk dengan ponselnya hanya nyengir. Dia kelihatan amat serba salah. Jika dia ikut buka mulut dan bercerita, sudah pasti Daisy pula yang bakal mengamuk.
"Nanti dengerin aja Mbak Tika."
Daisy tidak mau percaya. Bila Gendhis sudah bersekongkol dengan Kartika, artinya ada hal yang mesti diwaspadai. Bukti nyata sudah menimpanya hampir satu jam yang lalu. Dia tidak mau kecolongan lagi.
Apakah hal ini ada hubungannya dengan kepergian Gendhis barusan?
"Kenapa dia marah-marah?"
Daisy masih enggan memanggil nama Krisna. Dia juga makin illfeel kepada pria itu sejak kasus cincin nikah tadi dan sekarang, karena dia bicara dengan suara cukup tinggi kepada Kartika. Wanita itu sedang sakit, dan…
"Hotelnya sudah di-booking. Kalau nggak bisa bulan madu jauh-jauh, kalian bisa melakukannya malam ini. Cuma lima ratus meter, kamu tahu, kan? The Peak."
"Apa?"
Biji mata Daisy nyaris keluar dan gara-gara jawaban Kartika barusan, Krisna tanpa ragu meraih sebuah botol air mineral kosong dan meremasnya sampai hancur.
"Apa-apaan kamu, Tika? Aku bisa toleransikan permintaanmu menikahi dia. Tapi, kamu gila. Gila dan sinting. Kenapa kamu harus memesan hotel dan bilang itu bulan madu? Lelaki macam apa aku, sampai kamu dengan santai menyuruh aku menidurinya?"
Daisy berusaha menelan air ludahnya, tapi gagal. Tenggorokannya terasa kering kerontang dan dia memutuskan untuk melotot kepada Gendhis. Siapa lagi yang bisa disalahkan kalau bukan perawan kampret itu? Bukankah Gendhis menghilang selama beberapa waktu? Dan tahu-tahu saja, Kartika menyebutkan nama sebuah hotel dekat sini, yang beberapa hari ini dilewati oleh Daisy dalam perjalanan ke rumah sakit.
"Dhis? Sini lehermu, mau tak patahkan." Daisy berusaha bergerak sementara Gendhis menggeleng dan langsung bangkit, "Bukan Dhis yang mau. Disuruh Mbak Tika."
Sial. Sial. Sial.
Bagaimana bisa dia terlibat dalam kisah rumit seperti ini? Mungkin ada baiknya dia membuka ponsel dan memesan ojek online, lalu kabur secepat kilat menjauh dari rumah sakit.
Skenario novel roman yang dia baca tentang perkawinan kontrak, perkawinan bersyarat dan sebangsanya, tidak pernah membahas urusan membuat anak tepat di malam pertama mereka resmi jadi suami istri.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top