27. Robin Hood

Tubuh Bayu limbung seketika, melihat bagaimana lahapnya si jago merah tersebut melahap bengkel Bang Reza. Semua anak sanggar termasuk Gaple shock di tempat. Tubuh dan psikis mereka terguncang hebat.

Nyaris saja!! Hanya terpisah dinding setebal helaian rambut, jika mereka terlambat keluar, mungkin, mereka sudah gosong terpanggang oleh jilatan api. Mati dan meregang nyawa di sana.

Tidak berapa lama kemudian, para tetangga datang membantu memadamkan api. Berbondong-bondong dengan timba dan alat sekadarnya, mereka bahu membahu mencari sumber air.

Suara kratak dari tiang penyangga bangunan bengkel terdengar sangat memilukan, dan detik berikutnya, bengkel khusus skuter tersebut, yang mencatat sejarah-sejarah kehidupan Bang Reza, roboh dengan kepulan asap hitam pekat yang membumbung langit malam.

Suara keramaian orang, suara garangnya api melumat bangunan bengkel, saling tumpang tindih dengan suara sirine pemadam kebakaran yang meraung gila.

Tubuh Bayu lemas, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Semua ini terjadi karenanya. Semua teror ini disebabkan olehnya. Semua kegilaan dan kekacauan ini tak lain tak bukan diakibatkan olehnya. Dan dalang dari semua ini―

Cuh

Yani meludah tepat di samping tangan Bayu yang masih bertopang di atas tanah.

"Yah... ini setimpal dengan apa yang telah lo lakukan ke gue Bay," desisnya tepat di samping Bayu, membiarkan puluhan orang berlalulalang memadamkan api. "Lo tahu kan, betapa cintanya gue ama Panji. Setelah sekian lama gue merebut cinta Panji, berjuang mati-matian, bahkan sampai gue menyingkirkan kakak kandung gue sendiri, lo tahu-tahu nongol dan merampas apa yang udah menjadi milik gue.

"Lo harus tahu Bay, Panji itu orang yang sangat sulit jatuh cinta. Satu-satunya orang yang bisa memalingkan seluruh dunianya itu si brengsek Yuni, kakak sialan gue. Gue nggak tahu, pelet apa yang udah Yuni santetkan ke Panji, sampe Panji bisa tergila-gila ama dia. Dan sekarang, di bawah hidung gue sendiri, dunia Panji teralihkan sempurna oleh laki-laki bajingan seperti lo.

"Gue sakit Bay, Panji adalah orang yang gue cintai seumur hidup gue. Gue nggak pernah jatuh cinta sedalam itu ama seorang cowok. Dan apapun yang menjadi milik gue, dulu, sekarang, bahkan sampai gue mati sekalipun, akan tetap menjadi milik gue. Gue nggak akan merelakan Panji buat siapapun. Apalagi, Cuma buat manusia sampah homo seperti lo."

Bayu tercengang. Panji mencintainya? Dunia Panji teralihkan semua karenanyaa? Karena Bayu S. Lencana? Bayu nggak tahu harus menjawab apa. Satu sisi dia merasakan kehangatan, di sisi lain, dia merasa bahwa semua kegilaan ini sangatlah anjik babi jika hanya disebabkan oleh hal remeh temeh ala-ala cinta.

Oh, semua derita temannya yang menjadi korban dari serentetan teror ini, kematian Bang Reza yang sangat Bayu kagumi, hanya dikarenakan cinta? Sesuatu yang nggak pernah Bayu kenal seumur hidupnya? Sungguh miris sekali hidup ini.

"Kalau lo terus menerus mengejar-ngejar Panji, gue nggak janji bakal ada korban lagi atau nggak. Mungkin sekarang si bego Reza, besok? Andis? Gempita? Atauu ―" Yani semakin merunduk, berbisik di leher Bayu, membuat seluruh bulu kuduk Bayu meremang, "Mike, bocah itu amunisi terakhir gue. Kalau sampai Panji ninggalin gue demi lo, gue nggak akan segan-segan membunuh orang-orang terdekat lo termasuk Mike. Bocah sialan yang pernah memergoki gue mencampuri racun di minuman eyangnya."

Tubuh Bayu menegang, dia mencengkeram tanah kuat. Berdiri, berbalik ke arah Yani yang nampak mundur beberapa langkah, melepaskan cengkeraman tangannya pada tanah dan berjalan mendekati Yani.

"Jadi semua teror ini hanya karena masalah bajingan cinta? Mati aja lo!!!" Bayu menghantamkan tinjunya ke muka Yani, membuat wanita tersebut langsung terjengkang ke tanah dengan wajah berlumuran darah, dan bunyi kelontang nyaring dari tas punggung besarnya.

Dia meringis kesakitan, meraba punggungya, dan sudah akan berdiri tatkala Bayu menindih pahanya. Yani semakin mengerang, sesuatu entah apa di punggungnya seperti membebani dan semakin membuatnya kesakitan.

Bayu tertawa menyeringai, mengayunkan tinjunya sekali lagi ke wajah Yani.

"Gue sangat sayang ama Bang Reza, amat kagum ama dia, dan lo tega membunuhnya hanya karena lo tergila-gila ama Panji? Lo bener-bener gila," satu lagi pukulan dari tangan Bayu melesak sempurna di wajah Yani.

Kepala Yani terantuk benda di dalam tasnya, darah mengucur deras dari wajah dan kepala bagian belakangnya.

"Lo nggak akan berani membunuh gue," desis Yani lemah, tertawa miring, "Gue nggak sudi mati di tangan homo menjijikkan seperti lo."

"Tapi tangan gue ditakdirkan untuk membantai pelacur biadab kayak lo."

BUGH.. BUGH.. BUGH.. BUGH..

Berkali-kali Bayu memukul wajah Yani, tidak peduli jika manusia yang berada di bawahnya adalah wanita, tidak peduli jika wanita itu lemah. Hati Bayu, emosinya, nalurinya ingin menghabisi Yani sekarang juga. Malam ini juga.

Kesetanan, dia terus meninju Yani sampai dia tidak sadarkan diri. Bayu terengah kemudian berdiri, wajahnya berlumuran darah dari percikan darah Yani.

Dia memejamkan mata, membiarkan satu tetes air lolos dari kelopaknya.

Dipandanginya lagi kondisi bengkel yang masih belum padam dari semburan api. Dilihatinya puluhan anak sanggar plus Gaple yang gotong royong membantu menjinakkan api bersama para warga dan anggota pemadam kebakaran. Kemudian, Bayu bersimpuh, tubuhnya berguncang hebat. Tangisnya pecah.

"AAAARGGGGGGGHHHHHHHHHH!!!!!!"

===

Bayu pernah mencapai puncak Semeru di ketinggian 3.676 mdpl, mecumbu indahnya Mahameru dan Jonggring Saloko. Bayu juga pernah menapakkan kaki di puncak Gunung Kerinci di ketinggian 3.805 mdpl. Menikmati sentuhan tangan Tuhan di kawahnya yang berwarna hijau, sambil melihat Danau Bento, rawa berair jernih tertinggi di Sumatra.

Walaupun Bayu belum pernah menyentuh puncak Rinjani ― karena saat mendaki di bulan November tahun ketiganya di kampus, rombongan Bayu yang sudah tiba di Plawangan Senaru, harus dikecewakan dengan kondisi cuaca yang memburuk dan sangat tidak mungkin untuk melanjutkan pendakian ― namun, Bayu pernah merasakan terjalnya gunung Jayawijaya, menginjakkan kaki di titik tertinggi di Indonesia yakni Cartenz Piramide dengan ketinggian 4.884 mdpl.

Tidak hanya itu, Bayu juga pernah menyelami lautan yang sangat terkenal, Raja Ampat. Berkenalan dengan Indonesia dari dasar laut, melalui terumbu karangnya, ikan-ikannya, panoramanya.

Pernah juga dia diving di Bunaken, Sulawesi Utara, dan Sangkalaki, Kalimantan Timur. Menjelajahi Indonesia sesuka hatinya, semau keinginannya, tanpa ada yang membatasi, tanpa ada yang menghalangi.

Tidur di bawah tenda, atau sekedar sleeping bed di alam liar. Membakar jagung di hadapan api unggun, sambil menggenjreng gitar dan bernyanyi dengan suara indahnya. Merasa kelaparan, kehausan. Menggembel, dengan aroma kawah menyergap tubuh tipisnya.

Pernah sekali, sepulang tour dari Bandung ama anggota Kanvas, dia sok-sokan mampir dulu di Sala Tiga, membiarkan anak-anak Kanvas balik duluan ke Surabaya. Di tengah perjalanan, Nobita turun mesin, ngambek, nggak mau diajak melaju.

Puluhan bengkel yang Bayu hampiri nggak ada yang bisa menyembuhkan si tua Nobita, akhirnya, dengan terpaksa Bayu menuntun Nobita dari Solo sampai Ngawi, kakinya sempor, mau copot.

Namun, pemuda berantakan tersebut sangat menikmati kehidupannya. Dari sekian kesialan yang mendera hidupnya, dia merasa sangat bersyukur atas apa yang Tuhan limpahkan kepadanya. Bebas dan alam liar adalah oksigennya selama ini. Langkah kakinya hanya dia sendiri yang mengendalikan, tanpa memedulikan orang lain, omelan orang lain, pakem-pakem yang berkembang di masyarakat.

Jika dia ingin A, maka, walaupun dengan menistakan dirinya di garis kemiskinan tiada tara, dia akan segenap tenaga mendapatkan A.

Jika opini masyarakat beranggapan bahwa, tubuh awut-awutannya akan membuatnya tidak bisa bertahan dalam kerasnya kehidupan, tidak akan bisa bersaing dengan orang-orang necis dalam memperebutkan pekerjaan, who cares? Bayu tidak peduli. Asal ada sebungkus rokok Dji Sam Soe tersimpan rapi di dalam saku jeans belelnya dan Nobita di sampingnya dengan tangki bensin terisi penuh, Bayu merasa cukup.

Cukup! Sebuah kata yang sampai saat ini sangat jarang dirasakan jutaan makhluk bernama manusia. Manusia akan terus menginginkan lebih dan lebih jika dia sudah diberi kenikmatan. Manusia akan terus berlomba-lomba untuk menimbun karun dalam kantongnya, walaupun mereka sadar, kantong mereka sudah penuh.

Sayangnya, Bayu bukan manusia hedon. Jika dia tidak bisa mendapatkan pekerjaan, maka dia akan menciptakan pekerjaan. Jika dia tidak bisa berpenampilan necis, maka dia akan bersyukur dengan penampilan acak-acakannya. Walaupun jujur, di dalam kamus necis, nama Bayu tidak pernah tersemat di sana.

Namun, dari semua petualangan yang pernah seorang Bayu S. Lencana lakoni, tidur di balik jeruji besi adalah kali pertamanya. Nelangsa di atas semen dingin di balik sel adalah pengalaman berharganya yang sampai detik ini, Bayu tidak pernah menyesal, dia bersyukur, daftar petualangannya bertambah satu. Menjadi narapidana. Sudahkah saya bilang jika Bayu otaknya somplak? Sehingga menjadi tahanan pun dia merasa bahagia?

Ya, Bayu bahagia saat ini. (Dia memang tidak waras, ngomong-ngomong)

"Monyet, lo kenapa sampai bisa dibui sih?" itu suara Bang Toyib, kenalan Bayu satu sel. Orangnya sangar, tubuhnya gempal, penuh tato, rambutnya gondrong, ada codet di mukanya.

"Ya elah, Bang, kan aku udah kasih tahu kalau aku menghajar cewek sampai kritis keadaanya," jawab Bayu ala kadar, bersandar di jeruji besi sambil lihatin polisi yang sedang berjaga.

"Ah cemen lo, demennya nggetok wong wedhok," tukas Bang Toyib lagi, "Nggak keren banget sumpah alasan lo masuk penjara."

"Emang alasan masuk penjara harus ada kadar kerennya, Bang?"

"Ya iya itu, kayak gue dong, ditahan gara-gara nyopet dompet anggota DPR," Bang Toyib terkikik, menyandarkan tubuh besarnya di ranjang khusus napi.

"Itu mah juga alasan cemen kali, Bang. Korupsi gitu loh, lebih keren kemana-mana."

Kayaknya ada yang tidak beres di salah satu sel lapas tersebut. Dua orang nggak waras, mempertanyakan tingkat kekerenan alasan masuk bui. Oh

"Menjadi koruptor nggak ada keren-kerenan, Nyet. Malu-maluin. Bisanya ngerampok hak masyarakat. Otak dan kelakuan kayak sampah macam mereka patutnya dinerakain aja. Hahaha...!!"

Bayu tersenyum simpul, menegakkan tubuhnya. Beberapa jam setelah dia membuat Yani tak sadarkan diri ― kritis mungkin ― seminggu lalu, dia langsung ditangkap polisi yang ikutan mengawal pemadaman bengkel Bang Reza. Dan Bayu terkejut bukan main mendapati keluarga Yani.

Mereka kaya, ralat, luar biasa kaya. Bayu baru tahu, jika orang tua Yani memiliki bisnis batu bara, dan menjadi sosok pebisnis terkenal di Indonesia meskipun perusahaan utamanya berwilayah di Australia.

Tidak hanya itu, orang tua Yani juga merupakan relasi bisnis manusia bertangan dingin Burhan Satya Lutung Kasarung Bajingan Taik Babi (julukan dari Erick).

Mereka yang murka mendapati anak semata wayangnya meregang nyawa di tangan pemuda kurus itu, langsung memenjarakan Bayu. Tak tanggung-tanggung, tuntutannya hukuman mati atau seumur hidup.

Orang berduit macam mereka, hanya perlu ngegampar hakim dengan ratusan lembar dollar supaya tuntutan buat Bayu disahkan. Bayu Cuma bisa pasrah. Dipenjara seumur hidup atau dimatiin, memang nasibnya. Dia kan memang salah, udah membuat anak orang hampir mati.

Namun, yang bikin Bayu sampai saat ini bertanya-tanya yaitu, kenapa pula Yani sampai menjual selakangannya jika dia terlahir dari keluarga luar biasa kaya? Kurang banyakkah duit yang orang tuanya kucurkan buat dia? Atau dia sedang dalam masa pengumpulan duit sebanyak-banyaknya? Sehingga jatah perbulan dari orang tuannya tidak pernah bisa cukup? Tapi apa? Bayu tidak tahu.

Dia memang besyukur bisa membuat Yani berakhir di ruang ICU, setidaknya, dendam karena sudah menerornya telah berakhir, dan kematian Bang Reza ada yang mempertanggungjawabkan. Tapi, jauh dari dasar hati Bayu, dia merasa sedikit bersalah karena telah membuat orang menderita. Seumur-umur ,ini kali pertama dia memukul orang sampai nyaris mati. Cewek pula.

"Lo kelihatannya penuh beban banget, Nyet. Kenapa? Kepikiran dengan orang yang lo celakain?" suara Bang Toyib menginterupsi lamunan Bayu.

Bayu terperanjat, tersenyum tawar, tidak mengangguk, tidak juga menggeleng.

"Lo tahu nggak hukum yang terdapat dalam termodinamika?" tanya Bang Toyib tiba-tiba.

Bayu mengernyit, menggeleng ragu.

"Ah payah banget sih lo. Anak muda jaman sekarang pada nggak menguasai pelajaran," Bang Toyib tergelak lagi, "Hukum Termodinamika memberikan persamaan energy gas pada kondisi isobarik yaitu W = P.(V2-V1), sederhananya 'semakin besar tekanan, maka usahapun akan meningkat atau dengan kata lain ada tenaga besar jika tekanan semakin besar."

"Wah aku nggak ngerti tuh ,Bang."

"Kita ambil satu prinsip dari Hukum Termodinamika itu, Nyet, semakin besar tekanan, maka tenaga pun akan semakin besar. Jika kita menerapkannya dalam kadar keimanan seseorang, maka, kita akan menyadari hukum tersebut sangat sinkron dengan kondisi manusia.

"Manusia percaya, bahwa yang namanya tekanan, ujian, cobaan, rintangan selalu dihadapi setiap insan. Semakin besar tekanan yang kita hadapi, maka semakin besar pula tenaga kita dalam menghadapinya jika kita tidak ingin dikatakan pengecut yang lari dari masalah.

"Tuhan tidak akan memberikan cobaan di luar kekuasaan manusia, Nyet. Jadi Tuhan tahu, kalau manusia bisa melewati batas ujian yang sedang Dia berikan. Semakin kuat lo menghadapi ujian lo, semakin kuat rohani lo bertahan hidup. 'Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya'"

Bayu jujur sedikit, bukan sedikit, tapi sangat. Sangat terkejut. Bang Toyib, yang baru dikenalnya semingguan ini, yang disel karena mencopet dompet anggota DPR, mampu menjabarkan Hukum Termodinamika dalam kehidupan? wow, banget tuh orang.

"Terus caranya kita bisa menguatkan tenaga kita yang mungkin bisa saja sekarang sudah terkikis gimana, Bang?" tanya Bayu antusias.

"Lo tahu hukum tekanan milik Pascal yang diajarkan guru lo saat SMP?"

"Er―" Bayu memutar bola matanya malu-malu.

"Ah, dasar, rambut aja yang digondrongin, isi kepala nol besar."

Bayu terkekeh mengerikan.

"Pascal mengajarkan bahwa P = F/A, sederhananya, tekanan itu didapat dari gaya dibagi luas daerah. Semakin besar luas daerah, maka tekanan yang didapat semakin kecil. Analoginya seperti ini, misal P adalah tekanan yang ada dalam hati kita, F adalah gaya dari luar yang akan menekan hati dan perasaan kita dan A adalah kelapangan hati kita menjalani semua tekanan. Jika hati kita sangat sempit atau A sangat kecil, meski gaya dari luar tidak terlalu besar atau F tidak terlalu besar, maka, kita akan mendapat tekanan ke hati yang sangat besar. Kita akan mudah stres, akan mudah tertekan dan menyerah.

"Jadi, kalau lo sedang ditekan sedemikian hebat ama apapun di dunia ini, lo harus melapangkan hati lo, Nyet. Bersabar, tawakkal, berserah diri. Lo yang harus bisa mengendalikan masalah, bukan masalah yang malah mengendalikan lo. Hidup memang seperti ini. Keras, tidak punya perasaan, penuh pengkhianatan, dibunuh atau membunuh, ditikam atau menikam. Kalau lo bisa legowo, gue yakin, lo bisa bertahan hidup. Menjadi manusia kuat dan lapang."

Bayu tercengang. Sebuah pandangan hidup baru, Bayu peroleh dari seorang narapidana bertubuh gempal dan berambut gondrong tersebut. Siapa yang menyangka, di balik tiang-tiang besi, tempatnya sampah masyarakat menjalani hukuman, terdapat seseorang yang memiliki tingkat kejeniusan di atas rata-rata.

"Manusia itu seperti gaya gesek dalam fisika, Nyet. Dimana gaya ini terjadi apabila dua buah benda saling bersentuhan dan salah satu dari benda ini diberi gaya. Apabila tidak ada gaya yang diberikan, maka tak mungkin terjadi gaya gesek. Sama dengan hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Bayangkan, manusia adalah benda pertama, dan benda kedua adalah sesuatu yang berat. Agar terjadi gaya gesek antara kedua benda ini, maka dibutuhkan pihak lain yang harus memberikannya gaya. Apabila seseorang manusia dapat mengerjakan suatu pekerjaan berat maka harus ada yang menolongnya entah itu dalam bentuk apapun.

"Sama halnya kita, Nyet, kalau masalah yang menghantam kita sangat berat dan kita nggak bisa menyelesaikannya, maka, kita perlu sokongan gaya dari pihak lain. Supaya apa? Supaya beban yang ada di hadapan kita bisa tersingkirkan, minimal bergeser lah. Bisa dengan kita berbagi ama orang lain, bisa dengan kita bercerita dengan instansi yang sudah ada. Bisa jadi dengan kita menulis masalah kita di blog, atau media sosial. Bukan menunjukkan kita lemah atau gimana, cuman, dalam hidup kita membutuhkan gaya lain, supaya kita bisa menghadapi masalah yang menghimpit kita."

Bayu nggak tahu harus berkomentar apa. Mulutnya terbungkam, namun terkatup lagi setelah tak ada satupun kata yang ingin terlontar dari bibirnya. Dia tercengang akan kata-kata cerdas yang diucapkan manusia kriminal di hadapannya. Nggak tahu musti menanggapi apa serentetan kalimat yang benar banget buat hidupnya itu, bayu mengalihkan pembicaraan.

"Bang Toyib kenapa sampai mencopet dompet anggota DPR? Kan resiko banget itu, bang? Dan abang tahu dari mana, kalau dompet orang yang abang copet itu anggota DPR?" tanya Bayu, memecah kesunyian yang sempat menyelubungi mereka.

Bang Toyib tergelak membahana, "Dia keluar dari kantor DPR-D, udah gitu pake mobil bagus, pake jas item bagus, ya udah gue asumsikan dia anggota DPR. Salah ya? Hahaha..."

Senyum kecil terulas di sudut bibir Bayu, sesederhana itu pemikirannya. Keluar dari kantor DPR-D, pakai mobil bagus, jas item bagus. Tapi isi otaknya, kristal.

"Bang Toyib berapa lama ditahan?"

"Baru setahunan lah, Nyet. Gue nyopet juga bukan gue sendiri yang pake duitnya. Gue gunain tuh duit buat beli makan anak-anak di panti asuhan gue. Bukan panti asuhan sih, Cuma anak-anak yang kagak tahu siapa orang tuanya gue tampung. Uangnya dari hasil gue nyopet ama ngamen di pinggir-pinggir jalan. Hahaha... berasa Robin Hood banget ya gue."

"Wow, bang, abang memiliki anak-anak asuh? Sama kayak aku dong. Cuma setelah kebakaran seminggu lalu, aku nggak tahu deh gimana nasib mereka. Untungnya, ada Kanvas, pasti mereka sekarang ada di sanggar dan diasuh anak-anak Kanvas."

"Lo anak Kanvas? Kenal Gahar ama Reza dong?" Bang Toyib bangun dari rebahannya, "Mereka berdua yang memecut gue buat ngasuh anak-anak jalanan. Jupri ama Charli sering ke panti gue, ngajarin anak-anak di sana pelajaran."

Bayu tersentak, dia bangkit, duduk di samping Bang Toyib, menumpukan dua lengan di dua lututnya, "Mereka udah aku anggap sodara aku, bang. Bang Toyib kenal mereka?"

"Lebih dari kenal malah. Cuma setahun ini gue nggak tahu kabar mereka. Mereka ama anak-anak asuhnya adalah bagian keluarga gue. Ya ampun, kok gue nggak pernah tahu, ya, kalau ada lo di Kanvas? Kabar mereka gimana, Nyet?"

Bayu mendesah, mengambil nafas panjang, namun, belum sempat dia menjawab, Bang Toyib sudah terperanjat terlebih dahulu, dia menepuk bahu Bayu keras, sorot mata gelapnya menusuk-nusuk.

"Jangan bilang bengkel yang terbakar minggu lalu itu, bengkel―

Bayu mengangguk.

Bang Toyib memekik histeris, dasar matanya tersirat sebuah ketakutan sangat, "Bagaimana, bagaimana dengan nasib Reza?"

"Dia mati, bang. Dalam sebuah bom di Auckland. Kampung halaman Steven."

Tubuh Bang Toyib menegang, dia terperanjat, "Mati?" tanyanya nanar, tergugu.

Bayu mengangguk lemah. Emosinya benar-benar terkuras.

"Dan wanita yang lo hajar sampai mau mati itu?"

"Ini asumsi aku aja sih, Bang. Dia yang membakar dan ngebom Bang Reza."

"Brengsek. Keparat!!!"

Bang Toyib bangkit, berjalan mondar-mandir sambil mengumpat melepaskan amarah dan kesedihannya, namun, ucapan terakhir yang Bang Toyib keluarkan membuat Bayu membeku, dan berkeringat dingin.

"Kasihan banget adik dia. Gue nggak tahu gimana adik dia, kalau reza udah mati. Tapi, reza kira-kira tahu nggak ya adiknya itu siapa?"

"Adik? Yang mana?"

"Lah, jangan-jangan lo nggak tahu lagi adiknya Reza. Yang ditolongin eyang sepuluh tahun lalu. Kasihan banget tuh anak, dikejar puluhan orang berjas item ama kaca mata item. Udah gitu dipukulin lagi ama bokapnya. Nggak Cuma dipukulin aja, gue inget banget, bokap dia nendang perut tuh anak. Tak hanya itu, mereka juga menghajar eyang, mereka, oops―" Bang Toyib terlihat salah tingkah.

Bayu buru-buru menghampirinya, "Maksud Bang Toyib?" mata Bayu mendelik, mencengkeram bahu Bang Toyib. "Jujur aja, bang. Bang Reza udah mati, dan aku harap nggak ada rahasia yang menghantar kematiannya."

Mata Bang Toyib berotasi tidak tenang, dia menghembuskan nafas berat, mengatur suasana hati, "Gue udah disumpah ama eyang buat nggak ngomong-ngomongin ini ke orang-orang, Nyet. Waktu itu, gue ama eyang lagi ngebersihin rumah eyang tatkala ada bocah lari terbirit-birit ke arah kami. Tuh bocah nangis kejer, dia meminta perlindungan dari eyang. Eyang kan orangnya baik banget, tanpa bertanya ini itu, eyang langsung nyuruh tuh bocah sembunyi di dalama rumah. Nah, nggak berapa lama kemudian, orang-orang kayak mavia sekitar sepuluhan ama bos mereka datang nyamperin kami. Tanpa ijin, para binatang itu main geledah rumah eyang.

"Sampai akhirnya mereka menjumpai tuh bocah. Anak itu langsung dihajar bos mavia yang ternyata ayahnya sendiri. Gila banget kan, coeg banget tuh kelakuan orang tua. Anaknya dipukulin, ditendang, sampai diinjek. Eyang yang berusaha menolong anak itu malah dipukulin anak buahnya. Begitu anak itu dibawa pulang, kondisi eyang memburuk. Jantungnya kumat, selang beberapa hari dari insiden itu eyang meninggal."

"Jadi,,, eyang, eyang..

"Iya, Nyet, dia dibunuh."

"Abang tahu siapa nama bocah itu?"

Jawaban yang keluar dari Bang Toyib adalah jawaban yang nggak ingin Bayu dengar selamanya, hatinya bergetar, dia cekal erat jeruji besi di hadapannya dengan hati hancur berkeping-keping, dia sandarkan kepalanya di sana, kemudian mendesah berat.

"Gue nggak tahu pasti sih, Nyet. Cuma, tuh bapak sableng sebut-sebut Satya, Satya, gitu."

===

David menghunus Bayu dengan tatapan tak bersahabatnya. Rahangnya terkatup keras, sementara tangannya terkepal.

Ini adalah minggu kedua Bayu di dalam hotel prodeo. Namun, orang-orang yang mengunjunginya masih banyak banget. Makanan-makanan yang dia dapat juga banyak. Bang Toyib yang disuruh Bayu menghabiskan makanan-makanan itu, gembira bukan main.

Pagi-pagi sekali, begitu jam pengunjung dibuka, Andis ama Gempita langsung mengunjunginya, seperti yang sudah-sudah, Gempita nangis kejer melihat Bayu dipenjara. Dia sampai dipangku Andis supaya tenang dan nggak nangis-nangis kayak anak kecil lagi. Mata hamsternya berair, sementara kuncup hidungnya memerah dan mengeluarkan ingus. Andis dengan sabar mengelus punggungnya, untuk menenangkan, sambil terus mengumpat kebodohan Bayu yang sudah bertindak diluar batas kemanusiaan.

Bang Gahar ama Erick beserta anak-anak Kanvas plus anak-anak Sanggar ama Gaple juga ikut memeriahkan hari-hari Bayu di tahanan. Saking banyaknya peserta yang Bang Gahar bawa, polisi sampai menentukan kloter buat mereka.

Bayu tersenyum-senyum nggak jelas. Berasa jadi artis dikunjungi banyak orang. Bahkan, Panji juga mengunjunginya. Nggak ngomong banyak sih, yang pasti satu ciuman tulus mendarat di bibir Bayu.

Lain Panji lain Kevin, dia mahanya mendramatisir, memeluk Bayu seolah-olah nggak akan bertemu lama, sambil menghujani wajah mengerikan Bayu dengan ciumannya. Namun sekarang, orang yang mengunjungi Bayu, tidak membawa haru biru menye-menye. Dia datang membawa amarah.

Begitu Bayu duduk di bangku, David langsung meninju wajah Bayu berkali-kali, sampai mendatangkan polisi buat melerai mereka.

Nafas David tersengal, dadanya naik turun, dia membawa amarah entah apa yang membuat Bayu bergidik melihatnya.

"Kamu kenapa sih? Datang-datang main tonjok aja?"

"Gue kecewa ama lo, Bay. Kecewa banget!!"

"Kecewa? Kecewa kenapa sih? Salah ku apa hah? Kenapa kamu main pukul aku?"

"ITU KARENA LO MAIN TERIMA KARINA JADI BINI LO!!!"

Bayu tersentak, matanya melotot, "Maksud kamu?"

"Brengsek banget lo, Bay. Gue kira lo sahabat gue, gue kira lo sodara gue. Tapi rupanya lo nusuk gue dari belakang."

"Aku nggak ngerti maksud kamu, Vid."

"Karina itu hamil anak gue, Bay. Dia hamil anak gue, BRENGSEK!!!" David menggebrak meja di hadapannya, "Malamnya, habis lo ngenalin gue ama dia di Bukit Teletubbies itu, gue ngentot ama dia. Gue udah jatuh cinta pada pandangan pertama ama dia. Dan waktu dia ngabarin gue kalau dia hamil, gue bahagia banget, Bay. Gue bela-belain pindah dari Brawijaya ke UNAIR demi bisa sekota ama dia. Saat gue melamar dia, mau jadiin dia bini gue, dia nolak gue dengan alasan lo yang bakal tanggung jawab atas kehamilannya. Lo itu manusia apa bukan sih?"

Nyaris saja David mau memukul Bayu lagi, untung ada polisi yang melerainya duluan. Setelah mendapat hardikan dari pak polisi, David kembali tenang, di matanya ada luka dan amarah yang kuat. Dia memandangi Bayu yang mematung nggak percaya dengan perasaan campur aduk.

"Jadi janin yang di kandungan Karina itu anak kamu?" Bayu shock, matanya terbelalak.

"Seharusnya lo tahulah. Lo nggak mungkin nggak tahu kalau itu anak gue kalau lo―" David tiba-tiba menggebrak meja lagi, matanya mendelik gusar, "Lo pernah ngentot ama dia?" tanyanya penuh selidik, dengan tangan teracung penuh ke arah Bayu.

"Iya, dia yang mulai. Pas hujan-hujan di kosan dia, dia main telanjang di depan aku. Cowok mana sih yang nggak terangsang lihat cewek bugil. Ya udah comot aja, tapi sueer aku nggak ngeluarin pejuh sama sekali di sana. Makanya, aku kaget banget pas Karina meminta pertanggungjawabanku."

"Bangsat!!! Ternyata itu akal bulusnya."

"Maksud kamu?"

"Dari awal dia emang bilang cinta ama lo, tapi tetep aja gue entot. Dia juga mau. Dia bersikukuh tetep mau menjadikan lo miliknya. Gue pikir, setelah gue bikin dia bunting, dia bakal takhluk di tangan gue. Nggak tahunya, brengsek memang. Dasar cewek murahan. Sorry, Bay. Tadi gue kelepasan."

Bayu menggaruk kepala yang emang gatal luar biasa. Nggak tahu merasa seneng atau gimana. Namun yang jelas, kata cinta yang diucapkan Karina nggak tulus. Cinta bukan seperti itu. Nafsu itu namanya jika memaksakan suatu kehendak.

===

Kevin menjemput kebebasan Bayu di hari ketiga minggu kedua Bayu ditahan, dengan hati berbunga-bunga. Para polisi yang geram atas terbebasnya Bayu dengan segala tuntutan memberatkan, Cuma mendumel waktu melepaskan Bayu dari tahanan.

Bayu tertawa-tawa lebar, memeluk tubuh pak polisi satu-satu, tak lupa pula si jenius Bang Toyib, baru kemudian dia meminta Kevin untuk diantarkan melihat kondisi Yani di rumah sakit.

Namun, itu bukan sebuah keputusan yang bagus buat Bayu. Yani memang ajaibnya bisa bertahan dari amukan Bayu, bahkan, sekarang dia udah siuman dan ketawa haha hihi di ruang perawatan. Yang membuat Bayu terkejut dan terluka yaitu pemandangan di hadapannya.

Sebuah keluarga kecil harmonis tersuguh di depan mata Bayu. Yani, Mike, Panji, dan Budhe Irma. Mereka tertawa-tawa. Yang membuat jantung Bayu mencelos adalah ucapan Yani berikutnya, yang sangat terdengar oleh pendengarannya.

"Saya hamil, untung janin saya tidak keguguran waktu insiden kemarin. Saya harap, saya bisa menikah secepatnya dengan Panji."

Budhe Irma terlihat menegakkan tubuhnya mendengar ucapan Yani, dia melirik Panji dengan tatapan yang nggak bisa diartikan. Bayu yang melihat adegan itu semua dari celah kaca di pintu ruangan merasakan sesak luar biasa di dadanya. Dia tidak tahu tatapan Budhe Irma ke Panji itu maksudnya apa, seperti gamang, ketidakpercayaan, dan kekecewaan?

Bayu tidak tahu, yang pasti setelah Yani mengeluarkan statement mengejutkan barusan, tawa hangat yang membebat keluarga kecil itu terdiam. Budhe Irma batuk kecil, tertawa sumbang sebelum menjawab, "Pasti, pasti, kita majukan jadwal pernikahan kalian."

Lalu Bayu pergi dari sana. Membawa perasaan apa yang menderanya saat ini. Dia tidak mengenal cinta, tidak tahu bagaimana itu cinta, namun, melihat bagaimana bahagianya keluarga itu, Bayu merasa sakit. Sebuah kesakitan yang dia sendiri tidak tahu bagaimana bisa menyerang hatinya.

Sampai di parkiran dia berbalik menghadapi Kevin. Tersenyum kecut sambil menghembuskan nafas kecil, "Kev," cinta yang pernah Bayu duga mampir dalam hidupnya dalam bentuk janin kecil di rahim Karina ternyata hanyalah sebuah tipuan, Bayu merasa terpecundangi. Dia yakin, cinta itu, seperti apapun bentuknya, memang tidak pernah diciptakan untuknya. Lalu sesak yang menghimpit dadanya sekarang apa?

"Iya, Bay, ada apa?"

"Aku membebaskan kamu."

"Maksud lo?"

"Kev, dulu, sekarang, sampai gue mati, gue nggak akan bisa jatuh cinta ama orang-orang. nggak kepada lo, nggak kepada siapapun―

"Kita udah membahasnya, Bay. Dan lo sepakat mau memberi gue kesempatan."

"Nggak lagi, Kev. Percaya ama gue. Gue nggak akan pernah bisa mencintai lo."

"Gue nggak percaya itu, Bay. Lo Cuma belum pernah merasakan jatuh cinta, bukan berarti lo nggak bisa jatuh cinta. Gue percaya ama Tuhan, Bay. Tuhan nggak pernah menciptakan manusia tanpa cinta. Gue yakin lo pasti bisa jatuh cinta ama gue, memang belum sekarang. Dan gue bersabar sampai datangnya keajaiban itu dari lo. Gue nggak tahu apa yang membuat lo seperti ini ke gue. Tapi gue mohon, yang gue minta hanya sekedar kesempatan. Nggak lebih."

Bayu mengelus bahu Kevin, mengecup kecil bibir Kevin, "Aku sayang ama kamu, Kev. Bukan sebagai lover, ini seperti sayang dari kakak buat adiknya. Kamu memang yang terbaik buatku. Tapi sampai kapanpun, aku nggak akan bisa merasakan yang namanya jatuh cinta. Maafkan aku, Kev. Aku pergi dulu."

Bayu pergi gitu aja, meninggalkan Kevin yang terlihat kecewa di belakang sana.

Dia tahu, dia memang tidak bisa jatuh cinta, maka, sebelum cinta itu datang dalam dirinya, dia harus membunuh semua bibit-bibit itu.

Benar yang dikatakan Bang Toyib, tekanan yang menghantam hidupnya sangat besar, dan dia memerlukan gaya lain untuk bisa menggesek tekanan itu berlalu darinya.

Ponselnya yang dikembalikan pak polisi sebelum dia pergi tadi berdering. Satu pesan masuk di whatsappnya, kali ini membuat Bayu tersenyum.

Jin

Gw tahu, lo akhirnya bakalan pulang ke rumah gw. Oh, gw memang rmah tempt lo plang. Gw sediain kopi ama dji sam soe buat lo. Love you

0n0$��?�*N

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top