26. Laki-laki Bertatto

Satu peti mati dikeluarkan dari mobil jenazah berwarna putih di depan bengkel Bang Reza. Ratusan pelayat yang sudah menunggu di depan bengkel, menyambut kedatangan jenazah Bang Reza dan Steven dengan linangan air mata.

Bang Gahar yang keluar dari mobil jenazah terlihat sangat kusut dan berantakan. Ada lingkaran hitam di bawah kelopak matanya, yang menandakan, pemuda keras kepala tersebut tidak tidur beberapa hari.

Bang Gahar berjalan menyisiri ratusan layat, kemudian berhenti di depan Bayu yang terdiam kosong di samping pintu kantor. Kedua tangan Bang Gahar memegang bahu Bayu, menggeleng lemah, dengan ratusan luka berreinkarnasi di kedua retinanya. Lalu, Bang Gahar menenggelamkan tubuh Bayu yang sudah kehilangan semangat ke dalam dadanya.

Memeluk pemuda ringkih dan kurus itu dengan penuh keputusasaan. Meleburkan tempayan derita yang merenggut seluruh bahagianya.

Sahabatnya, laki-laki penuh tatto dan tindik, laki-laki berpikiran frontal, laki-laki yang seumur hidupnya tidak pernah menyentuh lintingan tembakau, hari ini, detik ini, di bawah Arsy Surabaya, telah berpulang ke rumah Tuhan.

Senyum khasnya, tawa cerianya, ketangkasan pemikirannya, berakhir di sini, liang kubur untuk semua orang.

Tidak ada lagi Bang Reza, rambut gimbalnya, mata tajamnya, kehangatan hatinya, tuntutan-tuntutannya, semua paradigmanya. Semua tinggal kenangan, tinggal bayang semu, kepingan-kepingan hidupnya kandas. Hilang, sepi, dan ―

Menyakitkan.

Peti mati Bang Reza diletakkan di masjid di samping bengkel, disholati sebelum disemayamkan di tempat peristirahatan terakhir.

Puluhan anak-anak sanggar menangis histeris, memeluk peti Bang Reza, berharap yang dipeluk bukanlah peti, bukan kayu berpelitur dingin, namun tubuh Bang Reza, orang tua para anak jalanan.

"Bang, bangun Bang, siapa yang akan mengajarkan aku komputer kalau abang tidak ada? Siapa yang melarangku makan banyak kalau abang tidak ada?" Benny menangis sesenggukan, air matanya mengucur deras, "Bang, katanya abang mau mengajari aku membuat anti virus, tapi kenapa abang malah seperti ini? Ayo bang, bangun bang, aku janji nggak akan makan banyak lagi bang, aku janji nggak akan ngemil lagi, aku mau diet supaya aku sehat, seperti kata abang. Tapi abang harus bangun," Benny bersimpuh, tubuhnya bergetar hebat.

"Bang, kita kan lagi bikin konsep pameran, aku belum sempat memberitahu abang lukisan kain perca yang aku buat kan? Katanya pulang dari Auckland, abang mau lihat," Jupri merogoh sakunya, mengeluarkan selembar kain besar yang dilipat.

Dia membuka lipatan kain tersebut dengan sesenggukan, tangannya bergetar, air matanya sudah tak mampu terhitung. Dan dari sibakan kain itu, terlihat tempelan-tempelan kain perca kecil-kecil yang membentuk gambar muka Bang Reza. Mirip, nyaris!!

"Ayo bang, buka matanya, lihat lukisan bikinanku, kita akan tunjukkan kepada dunia bang, anak jalanan seperti kita bisa berkarya. Abang juga bilang kan, kita nggak boleh menyerah, anak-anak sanggar harus sukses. Kami mau sukses bang, kami mau memiliki pemikiran cerdas seperti abang. Bangun bang, aku mohon," tubuh Jupri berguncang, dia menenggelamkan wajahnya di lukisan Bang Reza, mencium lukisan wajah orang yang sangat berarti buat hidupnya, mengenang kembali bagaimana dia untuk kali pertama ditemukan oleh sosok penuh tatto tersebut.

Bayu berjalan mendekatinya, memegang bahu remaja itu dari belakang, kemudian memeluknya.

"Bang Bayu, kenapa Bang Reza dipeti sih, kita buka saja petinya bang. Aku yakin, Bang Reza masih hidup. Anak-anak jalanan nggak akan bisa bertahan tanpa ideologi dari Bang Reza, bang."

Bayu merasakan kesakitan luar biasa menikam ulu hatinya. Kehilangan terbesar dalam hidupnya. Dia simpan itu dalam hatinya. Sudah cukup!!! Ini pertama dan terakhir orang paling berarti dalam hidupnya harus meninggal hanya gara-gara ada seorang psikopat yang sangat menginginkannya mati.

Sesudah ini Bayu tidak akan tinggal diam.

Dan nanti, jika Bayu mendapat alrm lagi dari Jin, Bayu tahu siapa orang yang akan dia bunuh. Bunuh?? Persetan dengan hukum, persetan dengan perasaan. Persetan dengan barang bukti. Ini sudah keterlaluan, melebihi batas toleransinya.

Bayu marah, dendam. Dan dia sangat tahu kepada siapa mengalamatkannya.

Gaple berjalan perlahan mendekati peti, mengelus pinggiran peti dengan tangan besarnya. Air mata pemuda Ambon itu sudah menjadi saksi cerita tentang sebuah kehilangan. Pertama kali dia menginjakkan kaki di bumi Surabaya, menjadi anak rantau, terdampar di bengkel Bang Reza, diajarin ini itu, diajarin bertahan hidup, diajarin menjalani kerasnya kehidupan, dan diajarin segalanya.

Kemudian sosok yang sangat dikaguminya itu, yang setiap hari berbagi nafas di bawah atap yang sama, terbujur begitu saja di dalam peti, tanpa kata, tanpa wejangan. Dia diam dan mati. Tak ada lagi pelita buat pemuda berkulit coklat eskotis tersebut.

"Di beta pung mimpi buruk sekalipun, beta seng mau datang ke abang pung upacara kematian. Abang su beta anggap orang tua beta di Surabaya, abang paling bisa biking beta pung perasaan menghangat, abang paling bisa biking beta pung hati tarbuka luas. Abang orang paling beta hormati di Surabaya. Sekarang, su seng ada lai yang kasi-kasi beta motivasi. Orang itu su pulang abang, hari ini, siang ini, tanah kasi kubur dia orang. Tanah kasi simpan orang yang paling beta puji. Selamat jalan abang, beta paling sayang par ale," dikecupnya puncak peti mati sekali sambil diusap perlahan, kemudian dia balik lagi ke belakang, mengambil satu barisan di antara ratusan orang yang berbaris di sana untuk menyolati Bang Reza.

Allahu akbar, takbir pertama, satu lantunan doa ditujukan buat Bang Reza 'Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan(jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat'

Allahu akbar, takbir kedua, shalawat kepada Muhammad SAW, semoga baginda rosulullah bisa mengenali Bang Reza sebagai salah satu umatnya.

Allahu akbar, takbir ketiga, doa untuk mayit Bang Reza 'Ya Allah, Ampunilah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (surga)

Allahu akbar, takbir keempat, 'Allahumma Laa Tahrimna Ajrahu wa laa taftinnaa ba'dahu waghfirlana wa lahu'

Seusai sholat jenazah di masjid, ratusan pelayat yang kebanyakan anggota skuter dari berbagai daerah tersebut, mengantar peti Bang Reza ke tempat pemakaman umum.

Lantunan zikrullah dikumandangkan, sahut menyahut, memberi penerangan Bang Reza. Kain hijau yang ada lafadz innalillahi wainnailaihi rojiun diselampirkan di peti. Menyelimuti jasad Bang Reza, selimut terakhir sebelum kain kafan putih yang tertinggal menemaninya di sepinya alam kubur.

Hari ini surabaya terang, tak ada mendung, tak ada air hujan menye-menye ala sinetron. Seolah, semua mengantarkan Bang Reza ke peristirahatan terakhir dengan mengangkat muka. Dengan segala hormat dan rasa kagum kepada sosok sosial tersebut.

Adzan dikumandangkan bersamaan dengan dikebumikannya jasad Bang Reza. Semua orang dalam pemakaman itu takzim menundukkan kepala. Anak-anak sanggar tetap menangis. Bang Gahar, Andis, Gempita yang berdiri mengapit Bayu, membesarkan hati pemuda bertubuh kurus tersebut.

Mereka tahu, Bayu tanpa air mata dengan tatapan kosong seperti itu, lebih mengkhawatirkan dari pada melihat dia berderai air mata serta lelehan ingus.

"Ini bukan salah lo, Yu," Andis mengusap punggung Bayu.

Bayu menengadah, tersenyum gamang, dan menggeleng, "Memang bukan salah aku, Ndis. Dan aku tahu bagaimana melampiaskan kehilangan yang aku rasakan ini."

"Maksud lo?"

Bayu kembali menunduk, kedua tangannya mengepal. Matanya menatap nanar, ketika orang-orang itu secara perlahan mengeruk tanah dan menimpakannya ke peti Bang Reza yang sudah terdiam sepi di liang kubur.

'Pada intinya Bay, semua ada di sini....' kata-kata Bang Reza terngiang begitu saja tanpa bisa dicegah memori Bayu, 'Di dalam hati lo. Karena sangat nggak mungkin, hidup lo yang selama ini tenang, tiba-tiba diusik ama orang yang pengen ngehancurin dan ngebunuh lo, kalo dia bukan dari salah satu orang di masa lalu lo ―

Peti Bang Reza mulai nggak kelihatan tertimpa gundukan tanah, semua kisahnya mulai menghilang satu persatu.

'Kalimat terakhir eyang gue Bay, sebelum beliau menutup telponnya'

Jupri, Benny, Charli memeluk tubuh Bayu erat. Bang Gahar yang ada di samping mereka, ikutan memeluk memberi ketenangan.

'Gue bingung Bay, gue nggak pernah memiliki seorang adikpun di dunia ini. Satu-satunya sodara yang gue punya Cuma kakak gue'

Bayu tersenyum miris, mencengkeram anak-anak jalanannya penuh sayang.

'Gue sangat takut dengan adik yang eyang gue sebut di telpon terakhirnya. Karena siapapun dia, dimanapun dia berada, dia nggak aman Bay, hidupnya benar-benar dalam bahaya. Sumpah demi Tuhan, gue harap adik gue bukan lo'

Akhirnya kisah itu, adik yang eyang Bang Reza maksud, yang sepuluh tahun lamanya bersemayam di makam eyang, dan nggak pernah berhasil disibak Bang Reza, kini ceritanya ikutan terkubur bersama Bang Reza.

Dunia tidak akan pernah tahu dan mendengar lagi siapa anak laki-laki yang sudah diselamatkan eyang. Tak ada yang tahu bagaimana kelanjutan kisah itu, bagaimana nasib anak laki-laki itu, masih hidup atau sudah matikah? Hitam, berjelaga. Seolah itu hanya sebuah dongeng buruk penghantar mimpi buruk.

Bersamaan dengan terkuburnya Bang Reza, satu-satunya bukti siapa penjahat yang ingin membunuh Bayu, ikutan terkubur. Lenyap! Tak berberkas, hilang begitu saja!!

'Kalo lo diam seperti ini terus Bay, gimana gue ama temen-temen lainnya ngebantu lo? Sekarang mungkin David yang menjadi korbannya. Besok? Bisa gue, bisa Gahar, bisa Andis, bisa anak-anak sanggar.'

Dan Bayu nggak akan tinggal diam lagi. Dia nggak akan ngebiarin siapapun menjadi korban lagi hanya untuk kegilaan yang menyerang hidupnya.

"Eh―" Jupri menengok ke belakang, begitu pemakaman usai dan semua pelayat pergi satu-satu meninggalkan Bang Reza yang sudah tenang di sana.

"Ada apa Jup?" Bayu yang masih merangkul Jupri ikutan menoleh ke belakang.

"Aku sepertinya melihat seseorang bersembunyi di sana deh bang?"

Bayu menyisir tempat yang ditunjuk Jupri dengan iris madunya, namun, orang yang Jupri lihat tak ada.

"Mungkin kamu salah lihat, ayo pulang."

"Iya kali bang,"

Bang Gahar mendekati Bayu, merangkul pundak Bayu dan membisikkan kata-kata yang membuat Bayu menegang.

"Tim SAR tidak menemukan jasad Steven. Dia tidak ditemukan di ruang ICU, maupun ruangan di seluruh rumah sakit. Seluruh potongan tubuh yang sudah diidentifikasi tidak ada yang memiliki DNA Steven."

"Maksud Bang Gahar?"

"Ada kemungkinan dia masih hidup."

Bayu seketika berhenti. Membiarkan Jupri ama Bang Gahar jalan duluan, membiarkan tubuhnya disenggol puluhan pelayat yang melanggar garis tubuhnya. Kemudian dia merogoh saku, mengambil ponsel pemberian Gempita.

Membuka pengunci layarnya, dan mendial sederet nomor yang tak pernah berubah sejak puluhan tahun silam, dan sudah sangat dia hapal diluar kepala.

Tuutt.... sambungan terhubung.

"Hai ayah," Bayu tersenyum miring, "Gue udah pernah bilang kan, kalau gue benci banget ama lo?"

Terdengar suara kemerosok di sebrang sana, mata Bayu memicing, berdecih.

"Gue butuh bantuan lo sekarang!"

==

Karina datang tepat ketika Bayu mendorong nobita keluar dari rumah Panji dan akan bertolak ke bengkel untuk tahlilan.

Yasin si raja tahlil, tadi udah whatsapp berkali-kali menyuruh Bayu buruan datang. Temen-temen kos Bayu yang lain juga pada datang tahlilan. Rencananya, Andis ama Gempita mau menjemput Bayu, namun, Bayu menolaknya karena Bayu ingin berkaleidoskope dengan napak tilas jalanan Surabaya, mengenang kebersamaannya dengan Bang Reza.

Namun, kedatangan satu kunti di depannya ini, entah mengapa membuat Bayu sedikit nggak suka. Kunti? Peduli amat lah, toh Bayu juga yakin kalau anak yang dikandung Karina bukanlah anaknya.

"Mas Bayu, anterin Karina beli susu donk, perut Karina mual-mual nih," Karina menggamit lengan Bayu, tersenyum manis, sambil menyenderkan kepalanya di lengan Bayu.

"Aduh Rin, aku nggak bisa, maaf. Malam ini aku mau tahlilan, abang aku meninggal seminggu lalu, sekarang tujuh harinya. Aku ama sodara-sodara yang lain sedang mengadakan selametan di bengkel," sahut Bayu mencoba lembut.

"Mas Bayu lebih mementingkan sodara mas Bayu dari pada Karina? Anak yang ada di perut Karina ini anak kandung mas Bayu. Darah daging mas Bayu, kenapa mas Bayu malah nggak memprioritaskannya sih?" rajuk Karina, menepis gamitannya sendiri, sambil menghentakkan kedua kakinya, "Aku akhir-akhir ini sering mual mas Bayu, badan aku lemes. Kata temen aku, aku disuruh beli susu Emesis, dan aku nggak punya siapa-siapa selain mas Bayu, ayah dari anak yang aku kandung, untuk menemaniku membeli susu."

Bayu mendengus gusar, menstandar nobita lagi, mengajak Karina ke tempat yang agak jauh dari rumah Panji. Mengusap mukanya frustasi, sambil berkacak pinggang dia memandangi Karina.

"Jujur ya, Rin, malam itu kita memang berhubungan badan. Tapi aku berani sumpah, aku nggak orgasme malam itu. Aku nggak klimaks malam itu, satu tetes sperma pun nggak ada yang tumpah dari penisku, jadi sangat nggak mungkin kalau kamu bisa hamil anakku."

Karina terbelalak, mundur beberapa langkah, dia menutup mulutnya.

"Aku nggak menyangka kalau seorang Bayu S. Lencana, mahasiswa paling humble di seluruh kampus bisa setega ini," ucapnya terbata, dengan tirai air mata yang luruh satu-satu. Persis banget kayak di sinetron-sinetron itu lah. Bedanya, kalau di sentron para pemainnya cantik ama ganteng, sedangkan di sini, Karinanya sih cantik, Cuma Bayunya kan nggak ada ganteng-gantengnya sama sekali ya bleh.

"Kalau mas Bayu nggak mau mengakui anak dalam perut Karina ini mas Bayu cukup ngomong, nggak usah menyudutkan Karina dengan pernyataan seolah-olah Karina sering melakukan hubungan badan dengan cowok-cowok. Karina bukan cewek seperti itu mas Bayu. Cuma kepada mas Bayu, Karina melepas keperawanan Karina," tubuh Karina bergetar naik turun, nafasnya tersengal, dia menatap Bayu lagi, "Aku nggak menyangka kalau mas Bayu sebejat ini," dan dia berbalik, meninggalkan Bayu.

Oh shit, kenapa wanita merepotkan sekali sih? Tidak adakah wanita di muka bumi ini yang nggak drama? Untung Bayu cowok, coba kalau cewek dan bisa hamil, nah siapa bapaknya? Panji? Atau Kevin? Bayu sih maunya Panji, kan otongnya Panji laksana Jenderal Perang, kalau Kevin mah, emang pintar banget membuat Bayu nge-fly, namun, Bayu kan kurang puas dengan penampilan Komandan Kompi.

Oh gosh, siapa saja, pukul kepala Bayu dengan apa aja, kayaknya memang benar-benar ada yang rusak dengan isi kepala berambut gondrong yang kali ini beraroma kiwi itu. Di saat genting seperti ini masih saja memikirkan daerah selakangan?

Bayu memegang bahu Karina, kemudian memeluk wanita cantik tersebut dari belakang. Menenangkan gadis yang sudah tidak perawan itu kedalam dekapannya.

"Maafkan aku," desah Bayu putus asa, "Maafkan aku telah melukaimu."

Dan akhirnya, acara tahlilan orang yang sangat berarti dalam hidup Bayu terpaksa tidak Bayu ikuti. Dengan Karina berada dalam boncengannya dan sedang memeluk perutnya, dia melenggangkan nobita ke minimarket.

Karina? Akankan petualangan Bayu berakhir pada sosok wanita rapuh itu? Akankah hidup Bayu akhirnya menjalin sebuah komitmen tanpa landasan cinta? Ya ampun, seperti apasih itu cinta? Kenapa tanpa kehadirannya, hidup Bayu sudah berantakan seperti ini?

Biasanya kalau ada Bang Reza, Bayu bisa bertukar pikiran, curha ngalor-ngidul dan mendapatkan jawaban dari sudut pandang lain. Pemikiran lain yang membuka isi hati Bayu, yang menghantam pemahaman salah kaprah yang Bayu miliki.

Betapa Bayu sangat merindukan sosok itu, laki-laki bertatto itu. Seorang abang yang membela mati-matian dirinya, yang mengorbankan hidupnya untuk anak laki-laki bernama Bayu.

Ah, nanti di minimarket Bayu mau membelikan deodorant buat Bang Reza. Pasti dia seneng banget, Bang Reza kan kolektor ajaib sepanjang masa. Salah satu hobi nggak masuk akalnya, mengkoleksi deodorant aneka warna ama aroma.

Bayu mau membelikan Bang Reza deodorant warna orange ama hijau, yang harganya nggak nyentuh sepuluh ribu itu loh. Biar tahu rasa deh Bang Reza, punya koleksi deodorant feminine, sekali-kali kan ngerjain abangnya sendiri nggak―

Seketika Bayu menghentikan laju skuternya, Karina di belakang sampai terantuk punggungnya. Dia meminggirkan nobita, membuka helm kemudian mengusap muka frustasi.

"Ih mas Bayu kenapa sih? Main rem-rem mendadak, kalau perut aku kram gimana? Ini kenapa coba pake berhenti di sini? Minimarketnya kan masih jauh mas Bayu, ayo buruan, anak mas Bayu minta susu terus nih dari tadi," Karina meracau nggak karuan sambil memukul pelan punggung Bayu.

"Iya...sorry," balas Bayu tercekat, dia mendesah, menghela nafas panjang kemudian menghembuskannya berat. Dipacunya nobita lagi ke jalan utama.

Bayu tersenyum miris, hampir aja, kerinduan yang menghantam perasaannya membawa Bayu ke dunia semu. Ya Tuhan, laki-laki bertatto itu telah berpulang ke rumah Mu, tapi kenapa kehadirannya sangat terasa sekali di sini.

Sudah hampir sepuluh tahun Bang Reza mengisi hidup Bayu, dan sekarang tiba-tiba saja semuanya sudah tak sama lagi. Ketika dia ke bengkel Bang Reza, sosok mengerikan itu tak ada lagi, ketika dia duduk di sofa apak dalam kantor bengkel, pemuda dengan rambut gimbal itu tak menemaninya lagi, tak memijit kakiknya lagi.

Ketika dia menyandarkan punggungnya di sofa, dan melihat ke mesin kasir, Bayu tau, untuk selamanya sosok Bang Reza yang sangat dihormatinya itu, tidak akan pernah terlihat lagi. Wajah mengerikannya yang penuh tindik.

Dua anting besar di dua telinganya, tapi bagian telinga kanannya ditambahi dengan tindikan rantai sampi puncak telinga. Hidung, bibir bawah dan lidahnya juga ikutan dengan logam berwarna perak.

Ya ampun, Bayu sangat ingat, seingat jalan menuju puncak Semeru, letak dan bentuk semua tindik Bang Reza. Rasa-rasanya, dia yang memiliki tindik-tindik itu.

"Mas Bayu kenapa sih dari tadi melamun mulu?" hardik Karina begitu mereka sampai di sebuah minimarket dominasi warna merah.

Bayu memutar bola matanya malas, seingatnya dulu waktu di Bromo, nih cewek nggak secerewet dan ngeselin seperti ini deh, kenapa sekarang jadi kayak Kunti?

"Mas Bayu jalannya cepetan dong," Karina menarik tangan Bayu, mengajaknya serta ke dalam minimarket.

Karina sibuk memilih-milih susu terbaik buat anaknya, merecoki Bayu dengan pertanyaan ini itu, tangannya sekalipun tak pernah lepas dari genggaman Bayu.

"Mas Bayu enaknya yang rasa vanilla atau rasa coklat?" tanyannya manja, bergelayut mesra di lengan Bayu.

"Terserah kamu lah, Rin, kan yang minum kamu," sahut Bayu berusaha sabar, meskipun sekarang hatinya gondok bukan main. Jam delapan malam, tahlilannya pasti sedang berlangsung. Biasanya dia ada di sana, ikut mengirim yassin buat abang tercintanya, namun sekarang, dia malah berada di tempat pembelanjaan, menemani seorang wanita yang mengaku mengandung anak kandungnya. Demi apa? Bayu kesel.

"Ih mas Bayu kok jawabannya kayak gitu sih, mas Bayu pasti nggak suka kan menemani aku membeli susu?" Karina melepas genggaman tangannya, "Mas Bayu pikir, hamil muda itu enak apa? Tiap pagi aku muntah-muntah, tiap mencium bau nggak enak pasti perut mual terus muntah-muntah, badan lemas. Semua itu nggak enak mas Bayu. Menyakiti tubuhku. Sekarang aku hanya meminta mas Bayu buat menemani beli susu, susahnya apa sih mas?"

Bayu tahu, kalimat yang diucapkan Karina tersebut sarat akan kekecewaan. Dia juga merasa kasihan, Cuma, ada yang salah di sini. Bayu yakin, itu bukan anaknya, namun, menyakiti makhluk rapuh seperti Karina juga bukan keinginan Bayu.

Dielusnya rambut Karina, kemudian dikecupnya puncak kepala Karina.

"Maafin aku ya ,Rin, aku akan berusaha menjadi yang lebih baik lagi."

Karina tersenyum, mata beningnya kembali mengkristal. Ya ampun, dasar wanita, suka banget sih nangis.

"Aku cinta banget sama mas Bayu," ucap Karina pelan, mendekap kardus susunya dan menyenderkan kepalanya di dada Bayu, "Aku tahu mas Bayu belum mencintaiku, tapi aku percaya suatu saat waktu akan menumbuhkan perasaan cinta di hati mas Bayu buat aku, buat anak kita. Aku nggak mau kehilangan mas Bayu. Aku mau berada di sisi mas Bayu, menjadi istri mas Bayu, dan ibu buat anak-anak mas Bayu."

===

Pulang dari mengantar Karina muter-muter belanja kebutuhan ibu hamil muda, Bayu menuju bengkel. Suasana sudah sepi, wajar sih, sekarang kan sudah pukul sebelas malam.

Dia berjalan ke salah satu kamar, kemudian tersenyum kecil saat mengingat dia dulu pernah memarah-marahi Bang Reza ama Steven pas lagi bikin anak.

Di kamar itu, seluruh anak sanggar tertidur pulas. Bayu tersenyum, mengambil tempat di samping Charli, ikutan tidur.

Entah berapa lama Bayu tertidur di sana, ketika kesunyian yang ada di sana terpecahkan begitu saja dengan bunyi ponsel Bayu.

Bayu tersentak, dadanya mencelos, ditariknya ponsel di saku celana dan lagi-lagi matanya terbelalak lebar begitu manusia itu mengiriminya pesan.

Jin

Gw trut berduka cita ats meninggalny bang eja. Gw tw lo sdih bget saat ini, tpi Jun, gw hrus mmberitahukan pglihtan gw ttg lo, spya lo bsa mncgah msibah yg bkal terjadi. Klo lo ada di bengkel, plis evakuasi smua orang yg ada d bengkel. Bgkel bang eja akn kebakaran Jun, slmtkan orng-orng yg ada d sna. Lo tau kan gw syang ama lo? Love you..

Bayu buru-buru membangunkan semua orang yang ada di sana, termasuk Gaple.

"Ada apa Bang?" tanya adam, mengucek matanya yang lengket.

"Udah keluar semua. KELUAR, CEPAT, CEPAT...!!!"

Bayu meraung histeris, mengajak semua orang yang ada di bengkel tersebut keluar.

Dan tubuh Bayu seketika menegang, tepat di luar bengkel di tempat yang hampir tersembunyi terlihat sosok Yani dengan membawa tas punggung besar.

Bayu kalap, emosinya meraung saat itu juga, tanpa menghiraukan yang lain, dia berjalan gusar mendekati Yani.

Gadis itu berjengkit kaget melihat Bayu mendatanginya tiba-tiba, "Mau apa lo?"

"Halo pelacur, saatnya mendapat balasan dari perbuatan keji yang kamu lakukan," belum sempat Yani mejawabnya, Bayu langsung mencekik leher Yani kuat-kuat sambil tersenyum, "Kamu membunuh, aku juga bisa membunuh."

Anak-anak sanggar plus Gaple terkejut melihat aksi Bayu, mereka buru-buru nyamperin Bayu, mencoba melerai, namun, kekuatan cengkeraman laki-laki kurus itu tak ada yang mampu menghalaunya.

"Mas Bay, lepas, Mas Bay, bisa membunuh orang. Mas Bay, bisa kasi penjara!!" Gaple berusaha melepas jari-jari Bayu di leher Yani, namun Bayu bergeming, tertawa menakutkan.

"Mati lo lacur, mati lo!!"

Muka putih Yani terlihat memerah, kehabisan nafas, dia memukul-muluk lengan Bayu tak kuasa, nafasnya satu-satu, namun, sebelum perempuan dalam cekikan Bayu tewas, suara ledakan keras menggema dari dalam bengkel. Detik berikutnya, bengkel terbakar hebat.

Semua terkejut, pun Bayu, yang tubuhnya terasa lemas.

Dia berteriak histeris, menjerit, memekik, satu-satunya kenangan Bang Reza, satu-satunya bukti nyata keberadaan Bang Reza, hangus terbakar. Ikut mati bersama laki-laki bertatto itu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top