25. Avatar

Silent reader = cewek matre ===> Ke laut aje

hohohoh *ketawa jehong


"Lo nggak bisa seenaknya menuduh orang tanpa bukti yang kuat Nyet," kata Andis tegas sambil menyantap sate Maduranya.

"Tapi kan Andis, mas Bayu melihat sendiri pake mata kepalanya, kalau Yani menyuntikkan cairan entah apa di selang infus mas Bayu," tukas Gempita, mengaduk bumbu kacang sate Madura di piringnya dengan tambahan kecap dan sambel. Dia duduk lesehan di samping Andis, tangan yang satu memeluk lengan Andis, satunya sibuk dengan uletan satenya.

"Kalau Bayu langsung koit setelah suntikan itu sih, itu bisa jadi bahan bukti, namun nyatanya, anak monyet yang kawin ama anjing di depan kita ini, sehat-sehat aja sampai sekarang," Andis mengarahkan ujung tusuk satenya ke arah Bayu yang lagi menyesap kopi hitam panasnya.

Gempita menusuk rusuk Bayu, lalu langsung manyun sambil mengerucutkan bibir mungilnya yang belepotan bumbu sate, "Andis, no kata kasar. Ya ampun, padahal kita mau nikah kenapa masih aja ngeluarin kata-kata kasar sih?"

Andis gelagapan, meletakkan sate yang dia pegang dan sekonyong-konyong menangkup muka imut Gempita lalu melumat bibir Gempita, menyedot sekawanan bibir mungil itu, dan menjilati bumbu kacang yang membuat cemong bibir pacarnya.

Gempita mendesah, mengerang, kemudian dia buru-buru mencubit puting Andis keras pake banget, membuat Andis memekik, dan melepas ciumannya.

"Ya ampun sayang, sakit banget... kenapa puting Andis dicubit sih?" Andis meringis, mengusap putingnya yang bersembunyi di balik tshirt v-neck.

"Habis Andis cium-cium sembarangan. Kalau titit Gempita bangun di sini gimana? Kan malu dilihatin banyak orang," rajuk Gempita, mengusap bibirnya yang basar air liur Andis.

"Kalau titit Gempita bangun ya Andis nina boboin."

"Tapi kan nggak di sini juga. Kamu nggak sadar kita lagi di mana?"

Bayu mendesah, mengabaikan romantisme dua pasangan di hadapannya. Pikirannya kalut, melambai ke sana ke sini. Bayu memegang cangkir kopinya, telunjuk kurusnya bergerak di tepian bibir cangkir. Iris madunya melompat-lompat ke kejadian malam itu, malam menakutkan itu, dua minggu silam.

Dia nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi malam itu. Malam diamana dia yakin setengah mati melihat Yani menyuntikkan sesuatu di selang infusnya. Seharusnya dia matikan? Mengingat bagaimana ucapan yang dilontarkan Yani terakhir kalinya, Bayu yakin nyawanya tidak akan selamat lagi. Namun yang ada, besoknya setelah malam mengerikan itu, Bayu masih bisa membuka matanya.

Hidupnya tetap normal meskipun masih terbaring di ranjang kala itu. Tak ada perubahan sama sekali, tanda-tanda vitalnya berprogres baik, bahkan, dokter spesialis yang menanganinya, mengijinkan dia pulang sehari lebih cepat dari jadwal.

Pertanyaanya adalah, apakah yang Bayu lihat itu sekedar mimpi doang, atau memang lagi-lagi ada orang yang datang menolongnya? Yang menjadi pahlawan bertopengnya untuk kesekian kali?

Bayu tidak tahu, sungguh!! Ledakan pertanyaan-pertanyaan tersebut begitu berpusing dan berantakan di serambi otaknya. Tak ada satupun ayat yang mampu menerjemahkan kejadian-kejadian ganjil yang menerpanya malam itu.

Sempat Bayu bertanya kepada Kevin yang malam itu berjaga di depan kamar Bayu, apakah Kevin melihat sosok Yani? Namun dengan tegas, cowok menawan dengan jambang halus itu menjawab, bahwa dia tidak menjumpai Yani sekalipun. Kelebatan bayangnya saja tidak.

Jadi apa benar itu Cuma imajinasi Bayu? Cuma mimpi buruknya? Atau jangan-jangan Kevin yang telah menolongnya?

Bayu membuang setengah nafas, menghirup aroma kopi, lalu menyesapnya perlahan, membiarkan cairan kafein tersebut bermain agak lama di lidahnya, kemudian secara bertahap melenggang menghangatkan kerongkongannya.

Dia mengedarkan pandangannya ke sekitar. Saat ini, Bayu, Andis ama Gempita sedang berada di pasar malam Lapangan Kodam V Brawijaya yang ada di Jalan Hayam Wuruk. Menikmati kuliner sate Madura sambil lesehan dengan pandangan pasar malam yang ramai.

Banyak muda-mudi berpasangan menghabiskan waktu di sana. Orang-orang tua, aki-aki nini-nini, keluarga kecil, menengah, sampai besar, saling berhamburan menikmati berbagai macam permainan di sana, sekedar jalan-jalan, atau sama seperti yang Bayu lakukan di sana, menikmati wisata kuliner murah meriah tapi enak. Apalagi sekarang malam minggu, semakin berjubellah tepat itu.

Iris madunya menyisir tiap sudut pasar malam itu. Namun, pikirannya melompat tak tentu arah, melewati gradasi garis lembut hitam putih tentang kejadian dua minggu silam, apa sebenarnya yang terjadi dalam hidupnya? Apakah benar Yani yang mencelakainya? Apakah memang dia yang menginginkan Bayu mati dengan segenap perasaannya? Dan apakah Kevin yang menjadi dewa penolongnya?

Setelah insiden suntikan yang entah nyata atau tidak tersebut, memang sikap Yani tidak berubah sedikitpun padanya, tetap jutek, nggak suka, benci, dan mungkin juga dendam, namun, Yani tak menunjukkan sedikitpun gelagat mencurigakan tentang kejahatannya yang mungkin saja memang benar-benar terjadi dua minggu lalu. Tabiatnya normal, kebenciannya normal, sama sekali nggak menunjukkan bahwa dia telah melakukan kejahatan besar. Atau memang Yani sudah sering melakukan kejahatan, sehingga satu suntikan buat Bayu tak membuatnya gentar?

Bayu bingung, tak ada satupun petunjuk. Hidupnya masih saja tak aman. Kematian itu seperti kejutan menyenangkan yang membuat Bayu ketar-ketir menjalaninya.

Setelah sekitar satu jam Bayu dan dua sahabatnya menikmati sate Madura, mereka memutuskan untuk mengelilingi Lapangan Kodam V Brawijaya. Jajan makanan ringan seperti cilok, gorengan, ama permen kapas.

Bayu membeli permen kapas warna hijau. Gempita ama Andis warna pink. Baru juga setengah makan, Gempita merajuk minta permen kapasnya Bayu yang warna hijau. Katanya pengen yang rasa melon, padahalkan rasanya sama aja, Cuma warnanya aja yang beda.

Andis dengan segenap tenaganya merebut permen kapas milik Bayu, tapi Bayu memberikan perlawanan. Memasang kuda-kuda, mempertahankan kepunyaannya.

"Lo tega banget sih Nyet, calon bini gue ngidam permen kapas milik lo nih, buruan kasih nggak, atau gue sunat tuh kontol lo. Pelit banget sih lo," Andis ngotot.

Gempita yang biasanya selalu mendukung mas Bayu nya, entah kenapa, kali ini dia berada di pihak oposisi bersama Andis melawan Bayu. Dia pokoknya ingin banget permennya mas Bayu. Padahal, Andis mau membelikannya permen kapas warna hijau kayak punya Bayu, dua puluh sekaligus. Namun, Gempita tetap bersikukuh pengen permen punya mas Bayu yang tinggal separuh.

Dan Bayu yang biasanya mengalah, kali ini, entah kesurupan setan blangsak macam mana, dia membela mati-matian permen kapasnya. Segenap jiwa dan raga dia pertaruhkan supaya permen kapas warna hijaunya nggak jatuh ke tangan penjajahan Andis.

"Enak aja, aku udah bersusah payah membeli permen ini, mau main kamu rebut aja. Maaf ya adek aku tersayang, aku tidak akan memberikan permen yang sangat berarti buat hidup dan matiku."

"Bangke banget sih lo, Njink, susah payah apaan, orang itu permen juga gue yang beliin. Permen lo kasihin ke bini gue, ntar gue beliin sama penjualnya sekalian deh," Andis bersungut-sungut, merebut tangkai permen kapas Bayu yang digenggam posesif ama pemiliknya.

"No way, langkahin dulu mayatku kalau kamu ingin permen kapas milikku," sahut Bayu defensif, menjauhkan permen kapasnya dari jangkauan Andis.

"Oh, lo nantangin gue. Oke, kalau itu mau lo. Gue nggak akan menyerah demi apapun yang diinginkan pacar gue. Jangankan permen kapas milik lo, bulu hidung Jokowi pun kalau Gempita pengen, bakal gue jabani," Andis menyenggol bahu Bayu dengan pelan. Teramat pelan malahan, seperti sapuan angin gitu lah bleh. Tapi, kamu tahu sendiri kan tubuh Bayu tipisnya kayak gimana, jangankan disenggol dengan kekuatan sapuan angin, dilempar biji upil aja dia bakal terjengkang.

Dan mendapat senggolan kekuatan sapuan angin dari tubuh ber-gen Hulk minus warna hijau seperti Andis, Bayu sukses terjerembab di tanah. Pantat tepos penuh tulangnya, berkeletuk-keletuk. Syukur alhamdulillahnya sih, permen kapas dia aman dalam genggaman bleh.

Gempita memekik, segera menolong Bayu. Dia manyun ke arah Andis, mencebik sangat imut.

"Kamu jahat Andis, kamu tega mendorong mas Bayu sampai jatuh," ucapnya sambil membantu Bayu berdiri, menyilangkan kedua tangan telanjangnya di depan dada, "Kalau tulang mas Bayu patah gimana?"

"Ya ampun sayang, ini semua kan aku lakukan untuk merebut permen kapas yang kamu inginkan itu," Andis bernegosiasi, memegang pundak Gempita dengan lembut, tatapan mata salesmannya yang sukses membujuk orang-orang itu menyala kinclong di hadapan Gempita. "Kalau kamu nggak menginginkan permen kapasnya Bayu, gue juga nggak mau mengotori bahu dengan bersentuhan dengan tubuh dekilnya."

"Huft," Gempita menggembungkan pipi, berpindah tempat di sisi Andis. Pemuda polos, super jenius, diusia ke-19nya tahun ini telah sidang skripsi, dan Februari tahun depan melaksanakan wisuda, lalu Maretnya menikah dengan Andis di Prancis tersebut, untuk kali kesekian kembali terbujuk dengan rayuan Andis.

Masih bersedekap, dengan pandangan sangat timpang dimana dia terlihat Cuma sebahu Andis, Gempita menuding Bayu. Mata hamsternya berkilat penuh nafsu ke permen kapas Bayu yang udah belepotan air liurnya Bayu.

"Mas Bayu makanya nyerah aja deh, kasihkan permen kapasnya ke Gempita, supaya Andis nggak marah-marah ama mas Bayu," tuntutnya lucu.

Bayu nyengir, gigi kuningnya menari nista, "Tidak sayang, mas Bayu nggak mau mengalah dengan Andis," Bayu menaik-naikkan kedua alisnya pamer, entah apalagi yang dia ingin pamerkan kali ini.

"Nggak usah sok bisa ngelawan gue deh, Nyet, lo tahu kan lo nggak bakal bisa ngalahin gue?" Andis tersenyum miring, kembali merebut tangkai permen kapas Bayu, dan Bayu, entah kerasukan jin mana lagi, dia melakukan kontak fisik kepada Andis.

Bayangkan, sebujur sapu lidi dengan sangat nggak tahu dirinya mencoba merobohkan tiang listrik, seperti itulah analogi perlawanan yang coba Bayu berikan. Dia mendorong tubuh Andis dengan kekuatan baja. Nggak hanya menggunakan tangan maupun bahu, lebih dari itu, dia menggunakan seluruh tubuh kerempengnya untuk menggulingkan sang monster.

Namun, kekuatan baja dari manusia paling hina dan paling mengenaskan di Surabaya serupa Bayu, hanyalah gertakan sambal buat Andis. Dia tertawa culas melihat usaha Bayu mendorong-dorong tubuhnya supaya limbung. Jangankan limbung, bergeser satu centi pun tidak.

"Ya ampun Andis, kasian mas Bayu," Gempita menggigit bibir bawahnya, melihat keringat meluncur deras di tubuh Bayu yang masih saja berusaha menjatuhkan Andis. "Kamu pura-pura kalah gih Andis, biar mas Bayu bahagia bisa mengalahkan kamu," Gempita merajuk manja, menarik-narik tshirt Andis, sambil kali ini, menggigiti ujung kukunya.

"Biarin lah sayang, supaya anak anjing satu ini tahu, kalau dia nggak akan bisa mengalahkan kekuatan seorang Andis," Andis flirting ke cowoknya sendiri, tersenyum super menawan.

"Kan bisa kamu tukar permen kapasnya mas Bayu dengan rokok?" Gempita memutar bola matanya jengah.

"Bener banget sayang!!" Andis berteriak histeris, langsung memeluk tubuh mungil Gempita, membuat Bayu yang masih mengeluarkan jurus dalamnya sekuat tenaga langsung tersungkur begitu penahan di hadapannya menghilang.

"Eh sorry, Nyet, gue nggak tahu kalau tadi lo masih dorong-dorong tubuh gue, habis nggak berasa banget sih," Andis tertawa melihat Bayu manyun.

"Maaf ya tuan-tuan, mau aku disogok rokok berapa bungkus pun, aku nggak akan menyerahkan permen kapas aku ke kalian. Aku sudah bertobat untuk tidak tergiur dengan rayuan tembakau lagi," kata Bayu mencekal batang permen kapasnya erat, sambil membersihkan celana jeans belelnya dari debu dan tanah.

"Enam puluh bungkus rokok Dji Sam Soe seharga 840.000 untuk permen kapas warna hijau lo seharga 10ribu yang tinggal separoh dan sekarang udah mau kempes," Andis terlihat ogah-ogahan menatap Bayu yang kini dari matanya langsung mengeluarkan gambar-gambar tembakau menggiurkan.

"Astaghfirullah...." Bayu menggeleng-gelengkan kepala frustasi, namun nafsu di matanya akan rokok Dji Sam Soe menyala bak kejora, "Kalau itu memang kehendak kalian, aku tidak bisa menahannya lagi," Bayu sok mendesah berat, menyerahkan permen kapas sisanya kepada Gempita, yang langsung melompat-lompat bahagia mendapat permen kapas dari Bayu. "Makan yang banyak ya adek, supaya adek bisa cepat tumbuh," ucapnya sambil mengacak-acak rambut halus Gempita.

"Najis banget lo."

Namun, rupanya perkelahian Bayu ama Andis nggak berakhir di masalah permen kapas tadi aja. Tauran kecil-kecilan itu kembali memantik, saat Bayu ama Andis berada di wahana permainan memancing ikan-ikan mainan.

Itu lho, permainan memancing ikan yang di moncongnya ada magnet, sehingga alat pancing yang ujungnya juga ditempelin magnet bisa menarik ikan-ikan mainan yang di taroh di dalam bak besar berisi air. Yang biasanya hanya dimainkan balita, alias bayi lima tahun. Saya bilang biasanya, karena dari sekumpulan balita yang berkumpul di permainan memancing ikan-ikanan tersebut, ada tiga sosok laki-laki dewasa dengan tampang menyeramkan ingin menghabisi semua ikan yang ada di bak di depan mereka.

Tak lain tak bukan, sosok penampakan itu adalah Bayu, Andis, dan Gempita.

"Hiks.. Hiks..." Gempita nangis kejer waktu melihat baskomnya berisi sedikit ikan, dia merajuk pada Andis, "Andis, ikan aku dikit banget nih. Aku kalah ama mas Bayu kan jadinya," dia mengelap lelehan air mata yang turun romantis di belahan pipinya.

Andis mengusap pipi Gempita sayang, lalu melayangkan pandangannya ke arah Bayu yang sedang bersemangat empat lima memancing ikan-ikan. Hasil buruannya lumayan banyak, baskom khususnya yang disediakan pemiliki wahana untuk menaruh ikan pancingan, hampir penuh.

"Semangat, semangat, semangat!!!" mantra Bayu ke kail, mencomot ikan yang lagi-lagi nyangkut di mata pancingnya. Dia menatap Andis dan Gempita sinis, tersenyum miring. Membanggakan kemampuan nggak masuk akalnya kali ini. "Jangan pernah meremehkan kemampuan seorang Bayu S. Lencana sekali-kali anak muda," ujarnya menyeringai.

Andis mendelik gusar, telunjuknya mengacung sempurna di hadapan Bayu, dia kemudian berpaling ke Gempita, "Sayang mending kamu bermainnya udahan aja, biar aku melawan bajingan satu itu. Kamu cukup memberikan dukungan sepenuh hati kamu ke aku aja."

"Cih, lalalalala, Andis Genta Buana berencana mengalahkan Bayu dalam hal memancing ikan mainan?" Bayu melinting kaos kusamnya ke atas, sehingga lengan tulangnya terekpos nyata.

"Lo nantangin gue, Nyet?" Andis tersulut emosi. Oh, kapan Andis mau mengalah dari pribumi dekil macam Bayu? Nggak pernah!! Dia mengenakkan posisi duduknya di bangku kecil, mencengkeram pancingnya erat, nyalang menatap Bayu penuh amarah, "Lo atau gue yang bakal mati di sini."

Dan pergulatan nggak masuk akal, dari dua orang paling nggak masuk akal yang pernah bumi pertiwi lahirkan yaitu Bayu dan Andis, terjadi. Dengan dikerubungin puluhan balita yang kini pusat perhatian mereka beralih ke dua sosok itu, Bayu dan Andis memulai pertandingan.

Bayu dengan antusias yang sama, menjaring ikan-ikan di bak. Gerakannya cepat, tangkas dan sangat berpendidikan. Sambil memantra-mantrai mata kailnya dan menyanyi lagu gembira, dia mencomoti ikan yang nyangkut di pancingnya.

Dan Andis baru tahu, kemampuan terpendam yang dimiliki Bayu. Keahlian permainan mancing ikan-ikanan pemuda berantakan yang mengabdikan dirinya pada gunung tersebut, memang nggak bisa dipandang sebelah mata.

Baru juga mulai, ikan tangkapan Bayu sudah memenuhi baskomnya.

Andis kewalahan menandingi Bayu, dia cemas, apalagi sorak sorai dua puluhan balita yang menyudutkannya, semakin membuat nyali Andis ciut. Dia melirik Gempita yang manyun cemberut melihatnya kalah dari Bayu.

Ikan-ikan di dalam bak itu kayaknya nggak tertarik ama magnet di ujung pancing Andis deh. Sedikit banget ikan yang berhasil Andis peroleh. Beda jauh ama ikan-ikan Bayu.

"EH ADA ALIEN NGENTOT AMA TUYUULLL!!!" teriak Andis tiba-tiba, sambil menunjuk langit malam. Semua orang yang ada di sana spontan menengadah. Pun Bayu, dan kesempatan itu digunakan Andis untuk memindahkan ikan-ikan di baskom Bayu ke wadahnya.

"Ah kamu bohong Ndis, mana ngg―"mata Bayu kontan terbelalak saat melihat hasil jerih payahnya memancing ikan berkurang separuh. Dia meneruskan pandangannya ke baskom Andis, dan semakin jengkel, ikan di wadah Andis yang semula Cuma beberapa gelintir tersebut sekarang menjadi gundukan, "Eh kamu curang!!" Bayu menudingnya. "Ikan-ikan aku kamu pindah ke baskom kamu kan," tandas Bayu bersungut-sungut, bangkit dari bangku kecilnya lalu menghadapi Andis yang juga bangkit.

"Sorry ya, Nyet, nggak sudi gue bermain curang," Andis menjentikkan ujung telunjukkan di dada Bayu.

"Itu buktinya, ikan-ikan aku kamu masukkan ke baskom kamu."

"Emang lo punya saksi apa?"

Kontan Bayu melirik Gempita, memegang bahu mungil Gempita sambil mengguncangnya histeris, persis banget kayak adegan di sinetron pas aktornya sedang akting meminta penjelasan. Penuh drama. Namun bedanya, kalau di sinetron, penjelasan yang diminta sangat menguras emosi, penuh air mata dan mengubah nasib sang aktor, sedangkan penjelasan yang Bayu minta ke Gempita kali ini, penuh ke absurdan yang sangat nggak masuk akal.

Puluhan balita yang mengerubuni mereka berteriak-teriak sambil melompat-lompat. Tak lupa mengeluarkan yel-yel 'yeyeye lalalala' kayak penonton-penonton alay di acara-acara musik.

"Gempita adek aku sayang, kamu lihatkan betapa nggak manusiawinya pemuda Cina tersebut mencurangi mas Bayu? Dia tadi memindah ikan-ikan mas Bayu ke wadahnya iya kan, iya kan?" Bayu memohon-mohon, tapi Gempita hanya mengerjapkan matanya lucu, melongo seksi.

"Mas Bayu, Gempita nggak lihat. Habisnya Gempita terlalu tertarik ama alien ngentot ama tuyul sih, jadi aku langsung nengok ke arah yang Andis tunjuk."

Bayu berang. Dan lagi, pertarungan absurd tersebut kembali terulang. Andis dengan kegigihannya mempertahankan kebohongan, dan Bayu dengan kepedihannya kehilangan puluhan ikan.

Dengan disaksikan puluhan balita dan orang-orang dewasa yang mengerubuti mereka, satu scene persahabatan antara Bayu, Andis dan Gempita kembali tertulis dalam jilid kehidupan. Nanti, sepuluh tahun, dua puluh tahun, tiga puluh tahun, dan entah berapa puluh tahun lagi, ketika mereka tak lagi mampu menghitung lembaran uban, dan nilai usia semakin merajut benang-benang kehidupan mereka, tempat itu, Lapangan Kodam V Brawijaya, akan menceritakan keromantisan mereka dalam diam angkuhnya, sebuah sejarah persahabatan manis tiga pemuda yang akan semakin legam, semakin liat tiap rotasi waktunya.

Malam itu, yang mereka tertawakan, yang mereka rebutkan, bukan apa yang ada di hadapan mereka, lebih dari itu, yang sedang mereka gumuli adalah eksotisme sebuah persahabatan. Sebuah hubungan anak adam mencumbu bumi. Di garis atmosfer tempat Surabaya berdiam diri, momen-momen kebahagiaan persahabatan mereka telah terpatri dan berthawaf mengelilingi langit. Surabaya tempat mereka bernaung, akan menjadi dinding-dinding pantul setiap tangis yang jatuh dari mata mereka. Bahwa, ketika mereka sendiri, dan kehilangan, langit Surabaya akan melipur mereka dengan kerak persahabatan mereka.

Malam semakin bergulir, pertengkaran kecil Bayu dan Andis juga ikutan bergulir. Mencoba satu wahana ke wahana lain. Satu makanan ke makanan lain. Mendebat hal-hal remeh temeh. Bersilat-silat kata nggak manusiawi.

Hingga akhirnya, mereka bertiga terjebak di bianglala ukuran super mini ala-ala pasar malam. Beda jauh ama yang ada di Disneyland. Tubuh tiga pemuda itu terkurung di dalam kurungan ayam yang (lagi) biasanya hanya untuk anak-anak.

Kurungan ayam yang mereka naiki merangkak naik, membuat udara panas Surabaya menerpa mereka. Gempita bersandar di bahu Andis, sambil melemparkan pandangannya ke sekitar. Tangan Andis kokoh memeluk punggung Gempita, tatapannya ikut menerawang.

Pun Bayu, yang iris madunya berelasar menembus jeruji-jeruji proton dan netron. Menciptakan ruang kosong di antara bertiga. Ruang kosong yang mentasbihkan sabda-sabda hembusan nafas persahabatan mereka.

"Kalau gue ama Gempita punya anak, gue mau lo yang memberinya nama, Nyet," ucap Andis, tersenyum samar dalam remangnya malam.

Bayu menaikkan sebelah alis, "Kenapa mesti aku?"

"Karena kami sepakat untuk melibatkan mas Bayu dalam tiap moment bahagia kami," balas Gempita, seberkas senyum manis tersungging di bibirnya, "Kira-kira nama yang pantas untuk anak Gempita ama Andis apa, mas Bayu?"

Bayu tampak berfikir, mendesah, bahagia dalam hatinya menari-nari, dan senyum itu, senyum tulus itu, yang membuat penampilan Bayu ambaradul seperti apapun akan terlihat manis, terukir sempurna di bibir Bayu. Dia memegang dua tangan Gempita ama Andis, meremasnya perlahan.

"Hidup kamu seperti api, Ndis. Penuh luapan-luapan emosi, dendam, amarah, bahkan nafsu yang besar. Tapi kamu beruntung, memiliki Gempita yang seperti air. Dia datang dalam kehidupanmu untuk meredam semua luapan emosimu, menenangkanmu, menyiram amarahmu yang kadang melonjak tak terkendali. Kamu juga sudah memiliki sahabat menjengkelkan seperti aku, Bayu, angin. Kadang aku mengikuti maumu, kadang aku membangkang bahkan melawan mu. Kadang aku menyayangimu, kadang aku jengkel padamu. Pergerakanku nggak bisa ditebak, membuatmu kelimpungan mengontrolku.

"Dan yang belum kamu miliki yaitu unsur tanah. Simbol dari ketenangan, kesabaran, dan ketegasan. Tanah itu kokoh, tempat makhluk hidup menginjakkan kakinya di muka bumi. Tanah mampu menumbuhkan berbagai macam tanaman yang sangat berarti banget buat manusia. Karena itu tanah sering disebut ibu, hati, ataupun bunda.

"Jadi Andis, Gempita, kalau kalian menginginkan sebuah nama dari ku, beri dia nama Byan – Bumi Manusia. Kalau wanita, beri nama dia Gia – Dewa Bumi."

Bayu tersenyum, ketiga sahabat yang sekarang berada di puncak bianglala super mini tersebut, berada di satu titik dimana jutaan umat manusia pernah capai, sebuah kepercayaan.

===

Budhe Irma sedang memasangkan kancing kebaya di tubuh Yani ketika Bayu baru pulang dari pasar malam. Senyum wanita bersahaja itu terkembang lebar begitu manik matanya yang tersimpan di balik frame emas menangkap sosok Bayu.

"Nak Bayu baru pulang? Lihat, bagus nggak kebayanya?" tanyanya antusias, membalik tubuh Yani yang sedari tadi membelakangi Bayu.

Bayu menaikkan sebelah alis, menatap tidak suka ke arah Yani yang tersenyum miring kepadanya.

"Bagus budhe, emang kebaya buat acara apa?" tanya Bayu malas-malasan, dia berjalan melewati Budhe Irma ama Yani, namun perkataan yang Budhe Irma lontarkan berikutnya membuat seluruh persendiannya terasa lemas.

"Buat acara pernikahan Panji ama Yani dua bulan lagi."

What---

"Mending kamu sekarang pergi ke kamar Panji, bantu dia fitting bajunya."

Oh my---

Dengan perasaan yang nggak bisa Bayu gambarkan, dia berjalan menaiki anak tangga menuju kamar Panji. Ada sesuatu yang tidak pada tempatnya di diri Bayu. Sesuatu seperti nyesek dan menyakitkan. Rasa sakit beda yang pernah dia rasakan tatkala ditinggal mati sahabatnya. Kali ini lebih menusuk, membuat oksigen di seputar Bayu meranggas entah kemana.

Bayu membuka pintu kamar Panji perlahan, mengintip ke dalam sebelum benar-benar mengikutsertakan seluruh tubuhnya di kamar Panji. Namun, Bayu tak menemukan sosok Panji. Kamar luas itu lengang, hanya gemericik suara air yang terdengar di telinga Bayu.

Bayu menggerakkan kakinya mendekati kamar mandi. Dia mengetuk daun pintu, lalu mendekatkan telinga di pintu.

"Nji, kamu di dalam?" tanya Bayu.

Suara air berhenti, namun tidak ada jawaban apa-apa di sana. Bayu menegakkan tubuh, berniat untuk menunggu Panji di tempat tidur, namun, belum sempat langkah kakinya berjalan, pintu kamar mandi terbuka.

Pahatan tubuh telanjang Panji yang basah dan erotis, beserta lekukan-lekukan menggiurkan plus perut kotak-kotaknya muncul dari dalam. Polos, putih, mulus. Mulut Bayu langsung terbuka lebar. Entot guweh, entot guweh, entot guweh.

Panji menarik Bayu ke dalam. Memepet tubuh Bayu di dinding keramik lalu menciumi ganas bibir Bayu.

"Enghhh...." Bayu mengerang ketika Panji menggigit bibirnya kuat, membuat Panji memudahkan menyumpal mulut Bayu dengan lidahnya.

Penis Panji yang besar dan berurat sudah teracung tegak lurus, menusuk-nusuk selakangan Bayu. Merangsang nobita kecil untuk ikutan berduel. Panji melucuti kaos yang Bayu kenakan, celana jeansnya, sempak doraemon berwarna cream, hingga dua anak adam tersebut sama-sama bugil.

Ciuman Panji liar, menjilat dan menyedoti seluruh wajah Bayu. Tangannya tak tinggal diam, meraba tubuh telanjang Bayu yang begitu pas dalam pelukannya.

"Ouh... Enghhh..." Bayu mendesah hebat ketika Panji memelintir putingnya dengan kuat, tubuhnya menggeliat-geliat luar biasa. Baru kali ini, bercinta dengan Panji rasanya sangat menggairahkan.

Sentuhan-sentuhan Panji liar, tapi justru mampu membuat Bayu terbakar. Nafasnya tersengal bukan main, keringatnya bercampur dengan tubuh basah Panji yang menguarkan aroma sabun mandi.

"Ouh... anghhh...Pan..jiihh..." Bayu memekik, ketika Panji mengulum rakus penisnya, menyodok-nyodokkan ujung penisnya di pangkal tenggorokan. Satu tangan Panji meremas biji pelir Bayu, satunya keluar masuk lubang anus Bayu.

Bayu blingsatan, tubuhnya membara. Dia menggeram-geram keenakan, memaju mundurkan pantatnya, menyetubuhi mulut Panji liar. Kedua tangan Bayu memelintir putingnya sendiri, sambil mendesah-desah erotis memanggil majikannya.

Saat dia merasakan penisnya berkedut dan membengkak, Panji tiba-tiba menghentikan permainan oralnya. Dia bangkit, mencium bibir Bayu dengan lembut.

Bayu tertegun dan ngilu di penisnya dalam waktu bersamaan.

Panji yang saat ini berada dalam dekapannya, bukan Panji yang penuh nafsu menyodominya seperti biasa. Lebih dari itu, sebuah luka dalam bresemayam di retina singa milik Panji. Terpekur. Berserpih di sana.

"Annghhh.....!!" Bayu berteriak taktala Panji merojolkan penis gemuknya tanpa ampun di lubang anusnya.

Panji menggerak-gerakkan pinggulnya, menghantam prostat Bayu hingga Bayu melenguh dan mengejang keenakan. Panji memegang paha Bayu, kemudian mengalungkan kaki Bayu di pinggangnya. Sambil terus merojok dubur Bayu, Panji berjalan ke bawah shower, menyalakan shower hingga ribuan air dari sana berjatuhan membasahi tubuh telanjang mereka.

"Ouh... enghh..." Bayu menggeol-geolkan pantatnya, penisnya sudah orgasme dua kali, namun, Panji belum sekalipun.

Bayu membenamkan mukanya di persinggungan leher dan bahu Panji. Sambil menggigit bahu Panji, Bayu terus mendesah-desahkan namanya. Dia kemudian mendongak, merasakan pergerakan liar Panji menyetubuhi anusnya, mencium bibir Panji dalam dan penuh perasaan.

"Kamu akan menikah," itu pernyataan bukan pertanyaan. Bayu mengatakannya dengan bibir bergetar.

Panji tidak menjawab, terus merudal lubang anus Bayu. Badannya bergetar, nafasnya ngos-ngosan.

"Kamu akan menikah dua bulan lagi."

Panji masih tidak mau bertatap muka dengan Bayu. Merem melek keenakan. Dia mendekap Bayu, menyatukan tubuh telanjang Bayu dengan tubuhnya. Putingnya yang keras menggesek puting Bayu, membuat Bayu kembali merintih nikmat.

"Ouh Panji... ouh..."

Tangan Bayu mengocok penisnya sendiri, tubuhnya sudah lemas, namun serangan mematikan yang Panji keluarkan, membuat segala macam pikiran yang bersarang di otaknya kabur gitu aja. Dia menikmati pergumulan ini. Di bawah guyuran air shower yang menusuk-nusuk kulitnya.

Panji kemudian menurunkan Bayu. Menyuruh Bayu nungging, lalu kembali merangsek lubang Bayu yang berkedut dengan penisnya

"Anghh.. anghh..." birahi Bayu terbakar sampai ubun-ubun. Satu tangan dia gunakan untuk menopang berat tubuhnya, satu lagi dia gunakan untuk mengocok penis.

Permainan liar Panji benar-benar membuat Bayu lepas kendali. Dia mendesah, menggeram, melolong, tiap kali Panji menghantam prostatnya berkali-kali.

Dia menengok ke belakang, ke arah Panji yang memegangi pantatnya supaya tidak limbung, lalu Bayu menyadari, Panji benar-benar kesakitan saat ini. Mata Panji yang terbuka setelah beberapa saat merem melek keenakan, menampakkan lara terlalu dalam dari dasar retina singanya. Pijar itu, serpihan di sana itu, menunjukkan kepada siapa saja yang melihatnya, bahwa, pemilik mata tersebut memendam suatu kesedihan yang teramat dalam, secuil kesakitan, secercah keputusasaan.

Dan Bayu merasa benci dengan dirinya sendiri, dia tidak tahu apa yang Panji sembunyikan di balik iris singanya, dia tidak tahu luka apa yang didera laki-laki angkuh seperti Panji. Seandainya dia memiliki kekuatan sixthsense seperti Jin, pasti Bayu bisa membuka lebar-lebar siapa Panji. Apa yang sedang dia rasakan, apa yang sedang dia pikirkan.

==

Mike tertawa lepas saat papan skateboardnya bergerak kemanapun langkah kakinya berkehendak. Dia sekarang handal bermain skateboard, dan Bayu juga memasukkan Mike ke komunitas skateboard khusus anak-anak.

Kemampuan Mike mengendalikan papan skate memang patut diacungi jempol. Diusianya yang baru menginjak lima tahun, dia sudah ahli melakukan Ollie dengan sempurna. Tak hanya ollie, Mike juga mampu melakukan manuver kick flip, melon, rock n roll.

Bayu dan Erick sedang berada di bangku semen pinggir treck skateboard. Mengawasi Mike sambil mendengarkan cerita Erick tentang pekerjaan barunya.

"Ya walaupun perusahaan tempatku kerja kali ini lebih kecil dari yang lama, namun, syukur alhamdulillah aja sih, nyari kerjaan susah parah sekarang mas Bay," Erick membuka bungkus rokok Wismilak, mengambil sebatang lalu menyulutnya.

Asap rokok Diplomatnya menari disambut angin, "Bang Gahar selalu menyemangati gue sih. Yah, lo tahu sendirikan, dari pada dibilang menyemangati, suara galaknya lebih cocok dikatakan memarah-marahin gue."

Bayu tergelak, mengambil Dji Sam Soe pemberian Andis dari kantong celana jeans belelnya, ikut membakar rokok bareng Erick, "Emang hubungan kamu ama Bang Gahar sudah sejauh mana?"

"Gue nggak tahu sejauh mana artian lo itu yang kayak gimana," Erick terkekeh, mejentikkan ujung rokok, hingga abu yang menumpuk di sana ikutan disapu angin, "Lo pernah nggak sih kesel banget ama dia sampe pengen nonjok muka galaknya itu?"

"Aku pernah sih mukul dia sekali," Bayu terbahak. Dia mengacungkan dua jempol ke arah Mike yang berteriak-teriak memanggil namanya sesaat setelah melakukan 50:50.

"Dia ngeselin banget, cueknya minta ampun. Dingin, ketus, pokoknya bikin gue eneg lah."

"Tau gitu kenapa kamu kepincut ama dia?"

"Lo harus lihat sisi romantisnya abang lo itu Mas Bay, supaya lo mengerti kenapa gue ngintil kemana aja ke dia."

"Bang Gahar? Romantis??"

Erick menyodok rusuk Bayu, senyum-senyum geli, sambil terus menyedot batang rokoknya, "Waktu lihat pertandingan sepak bola di Kediri beberapa waktu lalu, gue marah ama dia, karena dia ngotot ngajak pulang, padahal kita baru aja nyampe satu jam di sana. Alasannya, dia ditelpon ama Kepala BNN, bilangnya mau diajak penyuluhan narkoba di Lampung.

"Gue kan nggak percaya, gue sok-sokan ngambek deh, kabur di Jalan Brawijaya, eh dia main ngejar-ngejar gue, setelah berhasil mendapatkan gue, tahu-tahu abang lo nyipok bibir gue di depan orang banyak. Lo tahu kan, orang pinggiran masih menganggap tabu dunia perhomoan. Tapi dia cuek aja. Yah gue luluh lah, terus mau diajak pulang."

Bayu terpingkal. Bang Gaharnya mampu melakukan hal romantis? Demi Apah? Obrolan mereka terus berlanjut, sambil sesekali ikutan bermain skateboard ama Mike.

Erick sudah akan mengajak ngegigs bareng band indie di salah satu cafe tatkala sebuah suara wanita menjerit melengking memanggil nama Bayu.

Bayu, Erick, ama Mike menoleh ke arah sumber suara, dan mendapati Karina tengah berjalan tergesa dengan tawa mengembang di bibir seksinya. Hari ini dia memakai kemeja slim fit, ama celana jogger yang pas banget di tubuh sintalnya.

Saat berada di dekat Bayu, dia langsung memeluk Bayu histeris, membenamkan kepalanya di bahu Bayu yang otomatis terkejut melihat tingkah ajaibnya.

"Mas Bayu aku hamil," ucap Karina bahagia, "Aku akan menjadi ibu," lanjutnya.

Bayu Cuma terdiam, melirik Erick yang sama bengongnya, lalu melemparkan pandangannya ke arah Mike yang sedang mendekati anak laki-laki seusianya yang nampak murung di sisi Taman Bungkul tak jauh dari mereka.

Bayu berusaha mengelus punggung Karina, namun gerakan tangannya seketika terhenti. Tubuhnya membeku, jantungnya mencelos dingin, darahnya berdesir, ucapan Karina yang melompat dari bibir mungilnya membuat seluruh dunia Bayu berkeping.

"Mas Bayu akan menjadi ayah. Anak kita Mas, yang ada di rahim Karina sekarang. Aku bahagia mas, aku mau menghubungi orang tua aku di Ponorogo, supaya mempercepat pernikahan kita."

What the hell?? Sperma guwe kan nggak ngecrot di pepeknya.

"Sebentar lagi kita akan menjadi keluarga bahagia mas."

Tapi sperma guwe? Sperma gu―

===

Kepala Bayu berdenyut luar biasa sakit. Setelah mengantar Mike pulang, dan mengikuti Erick yang juga sama terkejutnya dengan berita super menghebohkan Karina tadi sore, Bayu asik-asikan ngegigs bareng Efek Rumah Kaca di Nen's Corner yang terletak di Jalan Indragiri.

Musik-musik yang dibawakan band indie asal Jakarta itu mampu membuat Bayu bisa sedikit melupakan kegilaan-kegilaan yang menyandera hari-harinya. Apalagi Karina dengan berita mengejutkannya tadi sore. Karina hamil anaknya? Demi apa? Bayu yakin sekuat baja, saat dia menusuk miss V nya Karina, tak ada satu tetes ekor sperma pun yang keluar jalan-jalan di sana. Terus bagaimana bisa?

Band indie yang dipunggawai Cholil Mahmud pada vokal dan gitar, Adrian Yunan pada bassis, serta Akbar Bagus pada drummer, baru saja selesai menyanyikan lagu Cinta Melulu, saat bang Cholil meminta salah satu pengunjung resto tersbut untuk ikut sumbang lagu.

Erick yang sedari tadi menemani kegalauan Bayu langsung berseru lantang, meneriakkan nama Bayu dari tempatnya makan. Kontan Bayu terbengong, mendelik tidak suka ke arahnya.

"Yo Bayu, nama lo udah disebut temen lo, buruan kemari dan mari berkolaborasi ama kita," ujar Bang Cholil, melalui mic yang dia pegang. Laki-laki bersahaja tersebut tersenyum.

Bayu mengerang, berdiri ogah-ogahan, nyamperin Efek Rumah Kaca. Menyalami satu persatu personel band yang lagu-lagunya enak itu. Dia berbisik di telinga Bang Cholil, lalu Bang Cholil menyerukan ke personel lainnya, dan lagu, entah kenapa terlintas begitu saja di benak Bayu, mengalun, suara seraknya kawin mesra ama suara Bang Cholil.

Aku sering diancam

Juga diteror mencekam

Kerap kudisingkirkan

Sampai dimana kapan

Ku bisa tenggelam di lautan

Aku bisa diracundi udara

Aku bisa terbunuh di trotoar jalan

Tapi aku tak pernah mati

Tak akan berhenti

Bayu sedikit tertegun dengan lirik yang dia dendangkan ama Bang Cholil, irama easy going dengan dentuman drum dari Bang Akbar meremangkan bulu kuduknya. Sumpah dia merasa ketakukan teramat sekarang. Takut entah karena apa lagi.

Aku sering diancam

Juga teror mencekam

Kubisa dibuat menderita

Aku bisa dibuat tak bernyawa

Di kursi-listrikkan ataupun ditikam

Dada Bayu mencelos begitu saja saat dia merasakan ponsel pemberian Gempita yang pernah dia banting bergetar pendek, menunjukkan sebuah pesan diterima. Dan bayang-bayang nama Jin di aplikasi whatsappnya langsung menyeruak begitu saja.

Tapi aku tak pernah mati

Tak akan berhenti

Tapi aku tak pernah mati

Tak akan berhenti

Ku bisa dibuat menderita

Aku bisa dibuat tak bernyawa

Di kursi-listrikkan ataupun ditikam

Bergetar lagi ponsel Bayu, getaran pendek. Satu pesan kembali masuk. Jangan Jin, kumohon. Jangan jin.

AK bisa tenggelam di lautan

Aku bisa diracun di udara

Aku bisa terbunuh di trotoar jalan

Saat baru menyelesaikan lagu Di Udara tersebut, Bayu langsung berlari keluar panggung menuju toilet. Membuka ponsel hapenya. Dan seketika hapenya nyaris luruh lagi begitu melihat isi dari pesan tersebut.

Jin

Jun, lucu nggak sih gw pnya firasat jelek ttg lo, tapi penglihtan gue ada di salah satu rmah sakit swasta di Auckland. First gw kali ini, itu rmh skit meledak krena bom. Tpi lo nggk usah kwtir Jun, lo nggk lagi di Selandia Baru kan? Hati2. Love you

Tubuh Bayu bergetar, dia memang bukan di Auckland, tapi dua saudaranya―

Bayu buru-buru mencari kontak Bang Reza, mendial namanya, dan langsung memburu Bang Reza tatkala sambungan telpon terhubung.

"Bang Reza baik-baik saja?" Bayu buru-buru memberondong Bang Reza, belum juga Bang Reza menyahut, sudah terdengar suara Bang Reza mengumpat ama salah satu orang, "Ada apa Bang? Kenapa marah-marah?"

"Itu Bay, ada orang jemper kuning nyenggol bahu gue, untung gue nggak jatuh. Gue nggak kenapa-kenapa, Steven juga baik-baik aja. Kenapa Bay? Ada yang ingin lo tanyakan ke gue?"

Tubuh Bayu menegang, matanya terbelalak. Orang jemper kuning?

Bayu berteriak histeris, memperingatkan Bang Reza tentang bom, dia meraung, bahkan air matanya lolos tak terbendung.

"Bang please¸ pergi dari sana. Ada bom bang, bang pergi bawa Ste―

Terlambat.

Ponsel Bayu terjatuh begitu saja, saat tiba-tiba terdengar suara ledakan luar biasa dahsyat membentur speaker hape Bayu. Lalu sambungan telpon terputus.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top