23. Zenith dan Nadir
21+++ di bawah area ini, pliss pergi dulu ya dek, ntar ayan lagi
"Enghh... Andisss..." Gempita mengerang, saat Andis melumat bibirnya.
Kedua tangan kecil putih mulusnya memeluk erat leher Andis, jemari lentiknya tenggelam di helaian surai Andis. bibir Gempita terbuka, membiarkan Andis menyusupkan lidahnya ke dalam rongga mulutnya.
"Emhh..."
Tubuh Gempita meradang, panas dingin. Lidah Andis dengan lincah mencumbu rongga mulutnya, menyentuh titik sensitifnya berkali-kali, sambil menghisap lidahnya yang terasa manis coklat.
Gempita memeluk pinggul Andis dengan kedua kaki mungilnya, sambil menggesek-gesek ereksi Andis yang menegang di belahan pantatnya. Dia menempelkan dadanya ke tubuh Andis yang sudah basah keringat.
Matanya terpejam, mukanya memerah, peluh berjatuhan menyusuri tiap inci kulit putih mulusnya. Dia kemudian menengadah saat ciuman Andis turun ke lehernya.
"Aku sayang kamu sayang," bisik Andis di daging leher Gempita. Lidahnya menjilati kulit putih Gempita, melumatnya rakus sambil menggigit.
Gempita mendesah hebat. Tubuhnya begetar indah dalam dekapan Andis. Dia terlonjak saat Andis menjilat-jilat jakun kecilnya, menyesap, menyedot sambil memberi gigitan. Cukup merah hingga mungkin selama seminggu kiss mark di jakunnya baru bisa hilang.
"Andis,,, enghhh,, ouh..."
Tangan Andis, menyusup ke kemeja flanel Gempita. Meraba kulit halus Gempita yang meremang.
"Andis geli, enghhh..." Gempita memekik, ketika telunjuk dan jempol Andis mencubit putingnya sambil memeluntir dan menarik-nariknya.
"Geli Andisss, emmhh..." erangan Gempita tak terelakkan, tubuhnya menggeliat, mengejang cantik. Dia menggoyang-goyangkan pantatnya yang terasa tersumpal oleh batang penis Andis yang sudah mengeras.
Kedua tangan Andis membuka kemeja Gempita, lalu mencampakkannya ke sembarang tempat. Dia kemudian kembali mencumbu bibir Gempita, mengulum bibir Gempita, hingga lelehan air liurnya melebur dengan liur Gempita. Tangannya meraba seluruh permukaan dada telanjang Gempita, tangan satu lagi meremas pantat padat Gempita yang terasa pas di genggamannya.
"Hiks..."
Ciuman Andis seketika terhenti tatkala dia mendengar isakan Gempita, dan detik berikutnya bulir-bulir bening berjatuhan dari kelopak Gempita.
Andis menengadah, menangkup wajah Gempita dengan bingung dan kening mengernyit.
"Sayang kenapa kamu menangis? Apakah gigitanku menyakitimu?" suara penuh cinta dan kelembutan itu mengayun dari bibir Andis.
Gempita sesenggukan, air matanya nggak bisa dilerai, dia menggeleng berkali-kali kayak anak SD.
"Lalu kenapa kamu nangis Gempita?" Andis tambah khawatir, diusapnya air mata Gempita dengan lidahnya sambil memberi kecupan-kecupan kecil di sepanjang perlintasan pipi Gempita.
"Ti―tit Gempita berdiri Andis," rajuk Gempita membekap mulutnya yang sudah bengkak dengan telapak tangannya.
"Terus? Biasanya jika aku cium memang titit Gempita berdiri kan?"
Gempita menggeleng lebih kencang, sampai Andis harus memegangi kepalanya biar nggak potel, "Hei sayang kenapa?" tanya Andis penuh perhatian. Dirabanya punggung telanjang Gempita yang udah basah keringat, sambil sesekali dengan gerakan nakal dia meremas pantat Gempita.
"Titit Gempita sudah berdiri Andis...hiks..." tangisan Gempita semakin histeris, "Gempita sudah nggak tahan, Gempita pengen Andis ngemut titit Gempita, biar air tajin Gempita keluar, dan titit Gempita bobok lagi, hiks.." tubuh Gempita bergetar.
Andis menenangkan cowoknya penuh perhatian. Dia kemudian mengelus-elus selakangan Gempita tapi langsung ditampik Gempita yang masih terus sesenggukan.
"Andis jahat!!" Gempita merajuk.
"Jahat kenapa sih? Katanya pengen Andis emut tititnya."
"Tapi nggak di sini Andis hiks hiks..."
"Kenapa? Kita biasanya kan bercinta di sofa, kenapa sekarang kamu nggak mau?"
"Andis jahat pokoknya!!!" Gempita memukul-mukul dada bidang Andis dengan kepalan tangannya yang sungguh-sungguh mungil, "Hiks,,, Gempita mau bikin anak dimana aja nggak apa-apa, asal jangan di depan orang. Apalagi Mas Bayu, hiks, hiks, Gempita malu, mas Bayu lihatin titit Gempita hiks hiks..."
Kontan tubuh Andis menegang, dia menggeser dadanya ke samping kiri dan mendapati Bayu tampak tersedak dengan sok-sokan sibuk menyesap kopi hitamnya.
Alis Andis terpaut, mukanya menjadi masam, dan aura membunuh berkobar-kobar di dasar retinanya.
"Sejak kapan nih, genderuwo cacingan ada di sini?" sentaknya sengit nggak suka.
Bayu nyengir, memaparkan deretan gigi kuningnya.
Gempita spontan memukul dada Andis gemas, "Kan dari tadi pagi mas Bayu ada di sini Andis, dia kan mau bahas pameran anak-anak sanggar. Hiks,, hiks,, tapi Andis terus goda-goda Gempita sampai Gempita akirnya terbujuk rayu Andis, dan mau cium-ciuman ama Andis."
Andis mengernyit, menatap Bayu tak suka sambil mendengus keras, "Seharusnya kalau lo bertamu tuh tahu diri dong. Nggak lihat apa tuan rumah lo mau bikin anak, lo malah lihatin mulu. Pergi lo dari apartement gue."
"Ih Andis, jahat banget, hiks,,," Gempita merintih, memeperin air mata ama ingusnya ke kemeja Andis, "Kan mas Bayu ke sini mau diskusiin pameran anak sanggar yang kamu sendiri pencetusnya. Kenapa kamu malah mau ngusir mas Bayu hiks... hiks...," Gempita menenggelamkan wajahnya di dada kokoh Andis sambil, memeluk leher Andis dengan kedua tangannya.
"Tapi kan sayang―
"Gempita udah nggak kuat Andis, hiks, hiks, titit Gempita sakit," Gempita erat mengalungkan kakinya di pinggul Andis.
"Baiklah Gempita sayang. Berhubung ada anak monyet keluar dari sangkarnya dan malah ngopi nista di sini. Kita main kuda-kudaannya di kamar mandi aja."
Gempita mengangguk pasrah.
Andis meremas pantat Gempita sebelum menggendongnya berdiri, dia hunuskan tatapan mengerikannya ke arah Bayu yang semakin mengerikan dengan jambang liar di sepanjang lintasan rahang.
"Lo dengerin gue ya njing. Kalau sampai gue balik lagi ke sini dan semua ruangan ini berantakan. Gue tahu siapa yang bakalan gue sunat lagi kontolnya."
Dia kemudian beranjak ke toilet dengan Gempita yang namplok kayak koala di gendongannya.
Bayu cengengesan, sambil garuk-garuk rambut kriwilnya yang siang ini beraroma jeruk, seharum shampo yang dia gunakan ama Mike tadi pagi saat keramas.
Bayu menyandarkan tubuhnya di punggung sofa, dengan Iphone pemberian Gempita tergenggam tangannya. Desahan berat lolos dari dua lubang hidungnya, saat kedua retina coklat mudanya memindai sebuah pesan dari bang reza yang mengatakan keberangkatannya ke Selandia Baru, buat menemani Steve operasi patah tulang.
Dia mengusap muka frustasi, memanggil kontak Bang Gahar, dan menit berikutnya suara Bang Gahar yang nggak pernah bisa terdengar halus tersebut menyatroni speaker ponselnya.
"Apa Steve luka parah Bang?" tanya Bayu parau, perasaannya kacau, sekacau ampas hitam kopinya siang ini.
Bayu bisa mendengar suara nafas berat Bang Gahar menyentuh dinding-dinding jaringan ponselnya.
"Tulang kering ama tulang pinggul Steve patah Bay. Parah banget, mana tadi Reza telfon kalau ginjal Steve rusak sebelah akibat kecelakaan itu lagi. Tau deh kapan selesainya operasi. Gue harap dia bisa bertahan."
Sesuatu yang sangat mengikat dan menyalib ruang kosong Bayu, meringsek dan semakin menghimpit. Ya Tuhan, padahal tinggal sedikit lagi, tinggal mengetahui siapa yang menjadi dalang perusakan droone-nya, maka semua selesai. Bayu mengantongi nama tersangka, dan kegilaan-kegilaan yang menerornya akan berakhir.
Namun, mengapa semuanya nampak semakin sulit dan berkeping-keping? Puzle-puzle yang sudah hampir dia satukan kembali berserakan, dan semua motif rencana pembunuhannya yang nyaris terungkap kembali menyisih, kembali keperaduan semu. Dan segalanya balik lagi dari awal, hitam putih.
Bayu tahu dan sadar, seharusnya yang dia lakukan sekarang adalah berdoa buat keselamatan Steve. Masih untung Steve mengabarinya saat dia masih berada di ruang rawat sebuah rumah sakit di Auckland sana. Walaupun, informasi yang diberi Steve sebelum masa operasinya tiba, semakin merenggangkan jelaga asa itu, namun Bayu sudah berterimakasih sangat.
Jika dipikir-pikir, ribuan kata terimakasih buat Steve tidak akan mampu membayar pengorbanan sahabat skuternya tersebut, dalam usahanya memecahkan virus mematikan yang menyerang laptop Rizal.
Bayu menggeleng lemah, menutup sambungan ponsel dengan Bang Gahar, setelah pernyataan bang gahar untuk menunda pameran sanggar karena pusat Kanvas terfokus ke keadaan Steve. Dia memasukkan ponsel ke saku celana.
Suasana hening, hanya dipecahkan suara lenguhan Gempita yang beradu dengan desahan Andis dari toilet.
Bayu bangkit dari duduknya, menyesap lindapan kopi sebelum benar-benar cangkir putih tersebut meninggalkan ampasnya, kemudian berlalu menuju pintu geser dari kaca yang menghubungkan ruang utama dengan balkon.
Dia merogoh saku celana lain, mengeluarkan sekotak Dji Sam Soe, menarik sebatang lalu membakar ujungnya dengan pemantik berbentuk gitarnya. Dan sedetik kemudian, asap rokoknya sudah menari disapu angin dingin.
Bayu menengadah, bersandar di hand rail sambil menikmati Suarabaya pukul satu siang yang tampak muram, dengan gumpalan-gumpalan awan hitam tipis yang bersenggama di langit-langit. Musim hujan memang selalu mampu membuat kepongahan Surabaya meretas dan menelungkup dalam lemBayung sendu.
Bayu menghembuskan asap rokonya, ainnya menyisiri gedung-gedung pencakar langit yang berebut mencokol atmosfer yang bersirobok di depan apartement Andis. Lalu dia melempar pandangannya ke arah suara deru kendaraan dan raungan klakson yang saling tumpang tindih di bawah sana.
Lalu lalang orang dengan beberapa yang sudah ada membawa lipatan payung, tak luput dari selasar iris madu pemuda ceking tersebut. Para pedagang kaki lima yang terburu pulang atau mencari tempat teduh, sebelum hujan benar-benar jatuh menimpa Surabaya. Para pelajar biru putih yang nampak baru saja keluar dari sekolahan, menggowes sepeda kayuh sambil tertawa-tawa lebar. Rambut mereka berkibar diayun angin, topi yang dikenakan para murid itu ada yang terjatuh disapu angin, lalu setelah mengambilnya mereka kembali tertawa.
Bayu tertawa miris, menghirup dalam asap Dji Sam Soe lalu menghempaskannya begitu saja. Ingatannya melompat-lompat ke kilasan pahit masa lalu yang susah payah dia timbun dengan kehidupan baru.
Dulu, saat dia masih mengenakan seragam biru putih seperti anak-anak di sana itu, tak satupun tawa mampu keluar dari bibirnya. Bahkan, jauh sebelum dia kuliah dan menjadi mahasiswa abadi, Bayu tidak tahu bagaimana caranya tertawa. Hidupnya pahit, sepahit kopi. Penuh racun, seperti tar yang saat ini dia sesap aromanya.
Beratus-ratus jarum jam yang memintal masa lalunya, tak ada satupun yang mampu meciptakan endorphin. Semua jejak angkuh jutaan detik tersebut hanya sanggup menciptakan dinding-dinding kusam yang membenturkan suara tangisnya.
Tangis?? Bayu berdecih. Dia sudah bersumpah pada langit dan bumi, pada puncak gunung tertinggi yang pernah dia taklukkan, bahwa, air matanya tidak akan tumpah lagi, semenjak kematian sahabat kecilnya tujuh tahun silam. Mungkin, jika dia mau napak tilas perjalanan hidup, kematian sahabat itulah satu-satunya hal yang mengguncang seluruh hidupnya. Yang merupakan titik tolak dari seorang Bayu S. Lencana. Yang merubah cara berfikirnya. Yang membuat seluruh takdirnya berporos pada satu perputaran baru, dimana dia berada di sebuah jalur persimpangan antara ada dan tiada.
Berada dalam titik nadir terpekat yang pernah dia jumpai, adalah seperti tersenyum miring nenatap gantungan asa yang memeluk langit zenith. Sepenggal masa dia dicampakkan sedemikan hebat dengan kehidupan, sepenggal yang lain, dia diayun romansa usia.
Bayu jadi teringat pengajian Gus Dul yang pernah dia ikuti saat masih menggelandang dan mengenaskan di kos-kosannya beberapa tahun silam. Gus tampan bersahaja tersebut, pernah menyirami kalbu Bayu dengan bahasa yang mampu menggetarkan sisi Bayu yang lain.
'Fainnama'al usri yusran... Innama'al usri yusroon'
'Maka sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya berserta kesulitan itu ada kemudahan.'
Kesulitan dan kemudahan, meremukkan dan membahagiakan, menjatuhkan dan melayangkan. Mencampakkan dan Menimang, meludahi dan mencintai. Dua hal berbeda yang mengisi kehidupan Bayu. Seperti zenith dan nadir.
Ponsel Bayu berdering. Whatsapp dari Nico.
Nico
Mas Bayu, jngan lupa, besok kita lomba robot di ITS
Bayu tersenyum, mengetikkan sebaris huruf-huruf sebagai balasan, belum juga dia kirim, pesan baru masuk lagi. Kali ini membuat Bayu memekik dan nyaris melempar ponsel pemberian Gempita.
Jin
Gw harap, wlaupun harapan gw ini kmungkinannya sangat kcil, saat lo bca psan dari gw, lo udh lulus, ataupun lo pndah jurusan kuliah. Jun, pls bget, ada apa sbenarnya ini? gw emng blum lama knal ama lo, tpi lo udh mracuni sluruh otak dan pmikiran gw. Jun, gw pnya frasat bruk ttng listrik, kabel, solder, pkoknya yg berhbungan dengan jrusan lo kuliah. Hati-hati Jun. Love you!!
"Lo kenapa sih Nyet teriak-teriak seperti orang gila?" suara Andis terdengar dari belakang.
Bayu menoleh, dan mendapati Andis sudah mengganti pakaiannya dengan raut muka fresh. Andis bersandar hand rail di sampingnya, mengeluarkan sebungkus Esse menthol, menarik sebatang dan menyulutnya. Asap putih terproduksi dari mulut dan hidungnya. Dia kemudian tersenyum, menawan.
"Mana Gempita?" tanya Bayu, membuang puntung rokoknya yang sudah habis, kemudian membakar satu lagi.
"Dia lagi tidur," balas Andis, "Gue mau nikahi dia kalau udah lulus kuliah."
Bayu mengangguk, menggumam nggak jelas, netranya menerabas kehidupan yang berjalan di bawah sana. Samar dia dengar suara radio dari tetangga apartement Andis.
Sesaat mereka terdiam, hanya dengung lalu lintas serta suara samar dari radio yang mencederai ruang kosong di antara mereka berdua. Sampai sesuatu yang keluar dari mulut Andis, menegakkan tulang punggung Bayu.
"Lo akan selalu ada di samping gue dan Gempita, Yu, walaupun nanti kami berdua menikah. Nama lo akan selalu ada di kehidupan rumah tangga kami nanti. Asalkan lo nggak ngajakin Gempita threesome sih, gue nggak bakal ngebunuh lo," Andis tertawa kecil, tubuh serupa Bima-nya berguncang. Dia mengacak-acak rambut gimbal Bayu.
"Nggak separah itu lah."
Rinai hujan mencumbu bumi. Garis-garis halusnya membasahi batang rokok dua pemuda beda usia tersebut. Baik Bayu maupun Andis membuang rokok mereka yang baru terhisap sedikit. Dan mulai kejar-kejaran di balkon dengan curahan hujan menembusi daging mereka.
"Lo yang akan menjadi saksi pernikahan gue ama Gempita kelak," teriak Andis, menyusup gemuruh guntur dan pekikan hujan.
Bayu tertawa, mengangguk kemudian namplok ke punggung Andis. Kedua tangannya erat memeluk leher Andis, kedua kakinya dicekal Andis kuat. Andis kemudian berlari kecil-kecil mengitari balkon apartemennya. Dan tertawa lancang.
"Lo yang bakal menjadi orang pertama saksi kelahiran anak gue ama Gempita nanti."
"Gempita nggak punya rahim Ndis," Bayu mengeplak kepala Andis dari belakang.
Andis tertawa nista, "Ntar lo yang bakal jadi wali anak-anak gue, Yu. Awas aja kalau anak gue lo sodomi. Gue habisin burung lo."
"Ya Tuhan, aku bukan pedofil, gila!!!"
Mereka terus bergendongan, menjajakan tubuh dalam siraman air dari langit. Tawa mereka pecah, melukis siang suram itu dengan pelangi dalam dasar hati mereka. Kehangatan yang mereka ciptakan memercik di antara sulaman air hujan. Saat itu, di waktu bumi Surabaya termenung dengan tumpahan tangis dari sayap Mikail, ketiga sahabat dengan Gempita yang terlelap, menulis lagi di kubah Surabaya tentang ikatan mereka. Bahwa, persahabatan yang mereka pahat, sampai kapanpun tak akan pernah lekang oleh waktu, tak akan tergerus oleh jaman.
Bayu mendesah. Menenggelamkan wajahnya di punggung Andis. Dia tersenyum. Miris.
"Ya Ndis, aku akan jadi saksi setiap kebahagiaan kamu dengan Gempita. Tak peduli itu baik atau nggak di mata orang. Aku akan ada di sana menemani kalian," bisik Bayu yang tenggelam dilumat jeritan petir, dia menghembuskan nafas berat. Rengkuhannya di leher Andis menguat, "Kalau aku nggak mati duluan oleh siapapun itu yang berniat membunuhku."
===
"Jadi lo selama ini punya hubungan ama Mada, dekan kita itu?" tanya Kevin tersenyum kecut sambil memegangi ponsel Bayu. Dia memandangi Bayu yang nampak tiduran di salah satu hotel yang dia sewa.
"Maksud kamu?" mata Bayu terpejam, nafasnya diusahakan teratur. Setelah seharian main ujan-ujanan dengan Andis, sekarang badannya agak meriang. Untung tadi di perjalanan pulang dia ketemu Kevin, yang mengajaknya check in salah satu hotel, jadi Bayu bisa istirahat sebelum bekerja lagi.
Kevin mengembalikan ponsel kepadanya. Dan mata Bayu melonjak seketika saat melihat sebuah foto yang dilihat dari angle manapun akan terlihat sangat romantis. Sebuah foto dia dan Mike tengah tertidur nyenyak berada dalam dekapan Panji.
Ini kan posisi pas dia dan Panji menenangkan Mike yang mendadak hiperaktif gara-gara coklat dari si siluman ular? Kenapa ada fotonya? Mana terlihat romantis seperti sebuah keluarga harmonis lagi? Tanpa sadar sebuah gantungan senyum kecil mencuri malu-malu bibir berpayung kumis ekor curutnya. Dada Bayu menghangat, sampai sebuah dehaman keras menginterupsi imajinasi liarnya pengen ngentot bareng Panji di tempat tidur Mike.
Kevin terlihat nggak suka, sudut matanya menatap Bayu penuh luka.
"Gue nggak peduli hubungan apa yang terjadi antara lo ama dia, yang perlu lo tahu, cinta gue ke lo nggak pernah bisa hilang," Kevin merangkak ke ranjang, dia kemudian menindih tubuh Bayu yang tertutup selimut hangat dan tebal, "Gue cinta ama lo Bay. Dan nggak akan gue lepaskan lo sebelum lo juga cinta gue."
Detik berikutnya bibir kasar Kevin yang beraroma Dunhill menthol mendarat di bibir Bayu, lalu menghisapnya dalam. Dia menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh Bayu, sebelah kakinya yang berada di selakangan Bayu, menggesek-gesek paha dalam Bayu.
"Enghh...." Bayu mendesah ketika Kevin menyibak selimutnya dan membuka kaos oblongnya.
Kevin menyapukan lidahnya di sekujur dada Bayu yang telanjang. Menjilati setiap jengkal kulit Bayu sampai membuat Bayu merintih keenakan. Satu tangan Kevin memainkan puting Bayu, satunya lagi membantu Bayu melepaskan celana jeans dan sempak doraemonnya.
Kevin memainkan lidahnya di pusar Bayu yang kini sudah telanjang bulat, mengecup dan menyesapnya rakus. Ciumannya turun ke bawah, ke daerah selakangan Bayu yang ditumbuhi bulu-bulu sedikit lebat. Dia menghirup kelamin Bayu sambil mengusapkan wajah jambang-jambangnya ke penis Bayu yang sudah mulai menegang.
"Emhh,,, Kev, enghhh," Bayu mendesah, tubuhnya melengkung dalam dekapan Kevin. Kedua kakinya mengangkang lebih lebar supaya Kevin yang mencumbu area sana semakin leluasa. Badannya basah oleh peluh.
Bayu menggelepar ketika Kevin memasukkan penisnya ke dalam mulut, mengoral sambil membelit tonjolan daging berurat tersebut dengan lidahnya dengan terampil. Bayu mengejang, perutnya berkontraksi. Dia meremas sprei kuat sambil terus mengerang menyebut nama Kevin erotis.
Kedua tangan Kevin melumpuhkan Bayu dengan titik-titik sensitif lainnya. Jari-jari tangan kanannya menyodomi lubang anus Bayu, sementara yang kiri meremas dan memijit-mijit biji pelir Bayu.
"Ouhh.... enghh,, Kev, please," nafas Bayu tersengal, dadanya naik turun. Dia kemudian membalik tubuh Kevin. Melepas kemeja floral Kevin, beserta jeans juga celana dalamnya sekalian.
Bayu menciumi dada telanjang Kevin, kedua pantatnya sengaja menggesek-gesek penis kokoh Kevin yang sudah teracung tegak lurus, beradu dengan penisnya. Tubuh Bayu bergetar, birahinya terbakar dahsyat. Keringatnya dan keringat dari tubuh telanjang Kevin saling menyatu. Ciumannya turun ke bawah ke area selakangan Kevin.
Dia memegang penis Kevin yang kekar. Mencium lubang kencing Kevin sambil mengemut kepala penis Kevin yang berwarna merah muda pucat.
"Ouh,, Bay... enghh... jadi pacar gue Bay." Kevin menggeram, kedua tangannya menekan kepala Bayu supaya memasukkan penisnya lebih dalam ke liang mulut Bayu yang basah dan hangat.
Bayu nggak menjawab, terus membelit penis Kevin dengan lidahnya sambil memaju-mundurkan penis Kevin di mulutnya sampi menyentuh pangkal kerongkongannya. Kedua tangan kurusnya memelintir buah zakar Kevin yang berbulu lembut.
Kevin menaikkan pantatnya, menyodokkan kemaluannya di mulut Bayu dengan keras hingga Bayu nyaris tersedak. Matanya merem melek, nafasnya terburu-buru, saat dia merasakan penisnya berkedut-kedut, Kevin bangun, membalik posisi Bayu, dia mengambil bantal untuk mengganjal pinggul Bayu, supaya lubang anus Bayu yang merah dan mengkerut bisa dengan mudah dia masuki.
"Ohh Kev,, engh..." Bayu memekik, lubangnya terasa dirobek penis Kevin yang panjang dan besar. Tapi masih panjang dan besaran Panji kemana-mana. Punya Panji jauh lebih gagah berani, seperti jenderal dalam sebuah peperangan. Kalau punyanya Kevin mah sekelas komandan kompi. Demi apa? Dalam keadaan sedang dientot pun, pemuda nggak tahu diri itu masih sempat membandingkan penis orang yang mencintainya dengan majikannya? Ada yang nggak waras di otak dan selakangan Bayu.
"Ouh Bay, gue kudu ngentot lu berkali-kali dulu nih supaya lubang lu nggak sempit. Ahhh... udah kayak perawan aja sih, sempit banget, anghhh..."
Bayu menarik kepala Kevin, menyambar bibir Kevin biar nggak kebanyakan ngomong dengan bibirnya. Dia menggeram dalam ciumannya saat 15cm batang komandan kompi milik Kevin tenggelam penuh dalam liangnya.
Nafas Bayu terengah, pun Kevin. Tubuh telanjang mereka saling membelit. Ciuman Bayu berhenti ketika Kevin menatapnya sendu sambil menggerak-gerakkan kelelakiannya di lubang Bayu.
"Gue cinta banget ama lo bay," desah Kevin, memainkan penisnya dengan gerakan super pelan, mungkin kira-kira 7 KM/Jam. Dan itu cukup membuat Bayu sakit dirangsang hebat, "Akan gue lakukan apapun supaya dunia lo berpaling ke gue. Gue nggak suka lo dekat-dekat ama Mada. Lo melukai gue Bay," Kevin meraba prostat Bayu dengan ujung penisnya dengan gerakan anggun yang sangat bikin Bayu baper.
Bayu mendesang, melenguh, tubuhnya meremang, bulu kuduknya merinding disko. Kevin terus menyiksa lubangnya dengan tarian ala bangsawan. Bergerak pelan-pelan tapi mampu membuat Bayu sange tingkat dewa. Ya ampun, sange? Pikiran Bayu benar-benar nggak pada tempatnya. Dia ingin disentuh, lubangnya berkedut-kedut minta diludahi sperma komandan kompi. Tapi Kevin terus memberinya kutbah kenegaraan tentang deklarasi cinta. Demi apaaa??? Nggak bisa ditunda habis ngentot aja napa? Ini darurat banget. Birahi Bayu sudah nggawing di ujung ketidakwarasan.
"Bay, ponsel lo berbunyi."
Bayu jengkel, ya ampun dia pengen digenjot bukan pengen ngomongin ponsel. Tapi karena Kevin masih menyiksa prostatnya dengan sedemikian nggak manusiawi, Bayu mengambil ponsel yang tergeletak di sisi kasur. Kalau kali ini dari Jin, Bayu nggak peduli. Mau mati kek, mau didor kek, dia nggak mau tahu. Rasa pedulinya sekarang berpusar di sana, di liang yang dianggurin Kevin. Dan ternyata isi whatsappnya datang dari Andra? Blesteran Betawi Buton itu? Taik babi memang, minta disunat dia. Ngabarin besok sore ada latihan band di saat dia lagi pengen banget bersetubuh? Demi apa??
"Stop Kev.." Bayu menyentak, melempar ponsel sekenanya, lalu dia membalik tubuh Kevin, "Bisa mati aku, kamu rangsang terus," dia memegangi penis Kevin, dan memasukkannya secara perlahan di lubangnya, kemudian mulai menggerak-gerakkan pinggul sebelum perkataan yang terlompat dari bibir Kevin, menghentikan semua goyangannya dan tubuhnya sekonyong-konyong menegang.
"Gue bersumpah, akan menghabisi siapapun yang menjadi pasangan lo kelak. Karena Cuma gue Bay, Cuma gue yang pantas bersanding dengan lo. Bukan Mada, bukan siapapun. Gue!!"
===
Aula serbaguna tempat berlangsungnya Baronas di ITS dipadati ratusan mahasiswa yang berlomba-lomba mengadu kehebatan robot mereka. Bayu bersama Nico dan Rizal berada di salah satu station, robot pemadam kebakaran yang menurut Bayu sangat kawin jika disejajarkan dengan kalimat mainstream, berada di portal mereka.
Tapi Bayu nggak berkomentar lebih, dia sudah memberi tanggungjawab pemilihan robot kepada juniornya dan dia harus berlapang dada menerima putusan mereka.
Nico sedang mendemokan robot buatan timnya bersama Rizal di depan para juri tatkala ponsel Bayu berdering. Dia merogoh saku, matanya seketika meloto, dadanya mencelos.
Jin
Hati-hati Jun. Listrik. Lo dalam bahaya. Miss you.
Mata Bayu mengedar, menyisir lautan pemuda pemudi berbalut jas almamater. Kenapa dia tadi menolak tawaran ditemani Kevin sih? Kan kalau ada Kevin di sini, setidaknya Bayu nggak perlu merasa khawatir lagi. Tadi setelah diantar Kevin ke pelataran parkiran kampus ITS, Bayu langsung cabut dan membiarkan Kevin pulang gitu aja.
Sekarang dia sendirian, di tengah kerumunan orang. Dadanya bergetar. Menanti maut apalagi yang mengintainya. Dia menyambar mic yang dipegang Nico, kemudian meneruskan penjelasan tentang robot mereka. Demo berbagai macam panel yang dia dan timnya buat untuk menyusun robot. Tentang software dan aplikasi penggeraknya.
Walaupun suaranya sejelas dan selancar jalan tol, tapi mata Bayu bergerak liar, menanti kejutan kematian. Namun, sampai sore acara Baronas digelar, sampai biji matanya juling menelisik keganjilan-keganjilan di sana, bahaya yang diwhatsappkan Jin, tak kunjung tiba. Semuanya berjalan dengan normal, meski untuk tahun ini Bayu dan tim harus pasrah tidak mendapat gelar juara berapapun.
Bayu dengan kesal menyambar ponselnya, mengetik tidak sabar menjawab pesan dari Jin yang sedari tadi menerornya dengan kata-kata listrik.
Me
Bencong kmu Jin. Bahaya apa? Di sini nggak ada apa-apa
Bayu menggerutu, melewati halaman ITS. Pesan dari Jin tak kunjung tiba, dia jengkel lalu pergi ke studio musik, latihan ngeband ama Andra.
===
Bayu memegang mic, suara merdunya mengalun di dalam kamar studio. Kemudian dia mengambil botol minum kemasan ketika lagunya selesai dan personel lain meminta istirahat.
"Fer, kemarin gimana? Sukses nggak lo dengan lacur itu?" tanya Rega, sambil memeluk badan gitarnya.
"Sukses lah, Cuma enam ronde sih. Tapi gila, dia beneran ayam kampus kita? Lubangnya sempit parah, kayak perawan aja," Ferdi tertawa, menaikkan alisnya yang langsung ditimpuk Andra.
"Halah biasa aja tuh, pepek cewek mah nggak ada apa-apanya dibanding anusnya cowok," tukas Andra, kemudian mengaduh saat lututnya ditendang Rega.
"Kamu aja yang doyannya batangan," Ferdi mendengus, "Dimana-mana paling engak tuh ngentotin pepeknya cewek sambil remesin teteknya, bukan malah ngulum batangan. Hiih... apa lo nggak jijik?"
Bayu Cuma tersenyum mendengar celoteh teman sebandnya. Dia kemudian berjalan ke arah stand mic. Memegangnya sambil mengetes suranya lagi. Namun perkataan dari Ferdi selanjutnya membuat Bayu menegang. Benar-benar menegang. Tubuhnya kaku, wajahnya pias.
"Emang deh, bener kata orang-orang, ngentot Yani mampu membuat kita ketagihan. Besok-besok aku siapin duit dua juta lagi buat ngebobol pepeknya. Lumayan lah, dari pada nyewa di warung remang-remang."
Andra bangkit dari duduknya, mengambil bass, memegang neck bass sambil mencoba mengetem bassnya.
Kejadiannya begitu cepat, saat Rega berseloroh mengingatkan Andra untuk mencolokkan dulu bassnya ke sambungan listrik, Bayu tersadar. Ingatannya memantik. Listrik.
Dan detik berikutnya, suara ledakan tak terelakkan menggema dari studio musik, tangan Bayu yang masih memegangi stand mic tersengat alirannya. Dia terpental. Asap-asap hitam mengerubungi kamar. Sebelum semuanya gelap, samar Bayu sempat melihat, siluet bayang wajah Yani dari kepulan asap. Lalu hitam.
l~WۭI
===
fiuhhh....
Kata pembaca ane yang paling bawel, paling rempong, yang suka bikin tensi ane naik ugal-ugalan kalo udah bahas paragraf, 200 votes + 150 comments baru lanjut.
Tapi setelah dipikir-pikir, cerita ini kan nggak bagus-bagus amat. peminatnya juga sedikit, sampe lebaran Jagung ane nungguin 200 votes + 150 comments mah, juga nggak bakalan ada. Nanti jadi terbengkalai deh.
Ya udah lah ya, ane mah apa atuh, cukup tahu diri, so 147 votes + 136 comments baru lanjut. Oke Gan. Biar ada sedikit waktu gitu buat ane ngepang bulu hidung.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top