19. Surabaya, Kiblat, dan Sesuatu Bernama Kita
Cerita ini di dedikasikan buat temen yang udah membantu saia nge-publish bab ini. Teng yow
Sebuah cerita manis di balik persahabatan Bayu ama Andis
"Akhh...." Bayu mendesah saat tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang. Dia menoleh, dan menemukan Panji dengan muka mengantuknya sambil tersenyum.
Panji mendekatkan kepalanya dan mencium bibir Bayu yang masih basah habis minum jus alpukat. Merenggut bibir Bayu, menjilatinya dalam. Tubuh Bayu melengkung indah mendapat serangan pagi secara tiba-tiba. Tangan Panji bergerak liar di sekitar selakangan Bayu. Mengusap paha dalam Bayu, dan sengaja menggesekkan punggung tangannya di penis Bayu yang masih terbungkus kolor sepak bola. Lidah Panji merangsek mulut Bayu, membelit lidah Bayu dan ditariknya keluar. Mengajaknya beradu sambil menghisapnya sensual.
"Engh..." Bayu merintih. Mematikan kompor gas, membiarkan telur yang sedang dia goreng menggengang di kecipak minyak. Tangan Bayu memegangi kepala Panji. Menarik-narik rambut Panji. Dia mengimbangi ciuman Panji yang semakin liar, sementara tangan Panji lainnya menyusup ke dalam kaos Bayu.
"Panj..iiihh." Bayu menggeram keenakan saat tangan Panji satu lagi masuk ke dalam kolornya, menggenggam nobita kecil yang menggantung tanpa perangkap sempak doraemon. Mengurut manja penis Bayu sambil menggerakkannya maju mundur. Ciuman Panji pindah ke belakang leher Bayu. Menghisap dan menggigit kulit leher Bayu. Lidahnya yang kasar dan kasap mengabsen tiap pori-pori Bayu.
"Pan..jihh, Yani engh... nanti tahu..." Bayu meracau kesetanan. Pinggulnya bergoyang-goyang indah merangsang ereksi Panji yang sudah mengeras di bokongnya.
"Dia masih tidur sayang, pagi ini saya mau menikmati kamu." bisik Panji, mengocok lembut penis Bayu yang hangat di tangannya. Tangan satunya menarik puting Bayu, memelintir dan mencubitnya.
Lidah Panji menyapu belakang telinga Bayu, mengulum daun telinga Bayu sampai basah membuat Bayu melayang dan tersenyum merasakan sensasi panas dingin yang melanda birahinya. Bayu kemudian melorot kolornya, supaya tangan Panji bergerak bebas memanjakan penisnya yang sudah tegang dan berlumuran cairan precum. Bayu membalik tubuhnya, secara perlahan dia melucuti celana Panji, hingga penis Panji yang besar berotot dan gemuk itu mencuat dari baliknya. Bayu mendekatkan pinggulnya, menabrakkan penisnya dengan kepunyaan Panji. Menggesekkan kedua benda tumpul tersebut hingga dia mengerang berkali-kali.
Bayu mendongak ketika Panji mencium lehernya. Menumbukkan bibir tebal bawahnya ke permukaan leher Bayu. Perlahan dia membantu Bayu melepas kaos oblongnya, hingga tubuh Bayu telanjang dan bergetar dalam dekapannya.
Tangan Bayu memeluk leher Panji erat dan merasakan cumbuan Panji yang mengeksplor ketiaknya. Sumpah demi apa itu enak banget, Bayu menggelinjang saat lidah Panji menjilat erotis cikungan ketiaknya lalu berpindah ke putingnya yang sudah mengeras. Memasukkan puting Bayu ke dalam mulut hangatnya. Kedua tangan besarnya meremas dan mengusap bokong Bayu. Menampar perlahan bokong Bayu sampai Bayu melenguh keasikan. Jari-jari Panji menggesek secara perlahan liang anus Bayu sambil sesekali menyentuh dua biji pelir Bayu.
"Panjiih.. enaaahhk..." Bayu mengangkangkan kedua kakinya, supaya akses jari Panji di seputar lubangnya lebih leluasa. Tangan Bayu secara gugup bersalaman dengan penis Panji. Membelai perlahan daging berurat tersebut, membuat tubuh Panji meremang. Mengusap dengan tulus penis Panji dan ini akan menjadi hobi baru buat Bayu karena untuk pertama dalam hidupnya, memegang penis cowok lain ternyata sangat meningkatkan birahinya.
Panji memekik mendapat kocokan di penisnya dari tangan kurus Bayu, dan Bayu sangat menyukai ekspresi nikmat Panji dari layanannya. Dia semakin cepat menaik turunkan tangannya di penis Panji. Tubuh Panji menggeliat, dan semakin bersemangat menyetubuhi Bayu.
"Lencanaa ahh... berhenti mengocok kontol saya. Saya mau keluar dan saya tidak mau sebelum kontol saya masuk ke lubang kamu."
Bayu terkesiap, kemudian tersipu malu, perutnya mengejang saat Panji membalik tubuhnya dan menyuruhnya nungging. Kedua tangan Bayu perpegangan erat pada sisi pantry. Nafasnya memburu. Keringat panas membasahi tubuhnya.
"Anghhh..." Bayu memekik ketika kepala penis Panji yang panjang dan gagah itu menerobos duburnya. Walaupun dia sering ngentot dengan Panji berkali-kali tapi sengatan perih saat senjata itu menyetubuhi lubangnya masih terasa juga. Anusnya berdenyut-denyut, perutnya berkontraksi, dia melenguh panjang, nggak peduli jika sekarang mereka sedang berada di dapur di jam lima subuh.
"Panjiiihhh..." Bayu menggeram keenakan ketika secara perlahan penis Panji menggunting liangnya. Sensasinya sungguh mendebarkan. Dinding anusnya menjepit penis Panji,dan desahan erotis Panji tidak tertahankan.
"Lencana.. ah.. kontol saya selalu senang jika berkubang di anus kamu.." kata-kata Panji seperti mantra yang semakin membuat nafsu Bayu membuncah. Pemuda ceking itu terengah-engah. Menggeliat berkali-kali, menyebut nama Panji romantis dalam setiap desahannya.
Panji memasukkan penisnya perlahan-lahan, hingga batang dua puluh centi meter tersebut tenggelam penuh di dubur Bayu. tangannya yang satu memeluk tubuh Bayu, sedangkan yang lain menggenggam penis Bayu, mengocoknya berirama. Dia kemudian mendaratkan ciuman di tengkuk Bayu.
"Engh..." Bayu mendesis mendapat serangan nikmat bertubi-tubi. Panji mulai menggoyangkan perkakasnya di dalam Bayu, sambil terus mengocok batang Bayu yang imut itu. Bayu juga memainkan pergerakan bokongnya maju mundur cantik, membuat penis Panji menyenggamanya semakin liar. Bayu terengah, menggeram hebat ketika kepala penis Panji menyentuh prostatnya. Dia menggelinjang, tubuhnya melengkung sexy. Nama Panji terus lolos dari bibirnya.
Kedua pemuda tersebut saling menari, bergerak depan belakang. Panji dengan kusu menjilati punggung telanjang Bayu, menghisap keringat birahi Bayu, mengendus-enduskan nafas panasnya. Satu tangannya mengurut penis Bayu, satu lagi memilin pentil Bayu. Bokong putihnya yang padat terus menghantam bokong Bayu, merojokkan penisnya ke prostat Bayu yang semakin menggeliat kesetanan mendapat rayuan manja dari majikannya.
Panji kemudian membalik tubuh Bayu, mengangkat Bayu ke dalam gendongannya, lalu memperkosa mulut Bayu yang terbuka dengan bibirnya. Lidahnya mebelit lidah Bayu, seraya mengusap gigi Bayu, mejelajahi mulut Bayu dan menyentuh daerah sensitif Bayu di sana.
Bayu merasa penuh, dia sangat menyukai ngentot dengan posisi seperti ini. Kedua tangannya menggenggam rambut Panji yang terasa lembut dan wangi, dan kedua kakinya memeluk pinggul Panji. Dia menggerakkan bokongnya liar, kepalanya miring untuk semakin dalam memagut bibir Panji. Air liurnya menyapa saliva Panji, giginya ikut menggigit bibir dan lidah Panji bergantian. Suara desahan Bayu dan Panji saling bersautan berirama.
Tangan Panji masih mengocok penis Bayu yang teracung tegak lurus dan pas dalam genggaman. Penisnya terus menyetubuhi dubur Bayu, menggenjotnya berulang-ulang, menggempur prostat Bayu. Dia mendekap bokong Bayu untuk merapat di selakangannya sehingga pergerakannya yang liar dan panas semakin dalam dan intens.
"Enghh..." Bayu menggeram, suaranya bungkam di bahu Panji yang masih mengenakan atasan piyama berwarna cream. Tubuhnya bergerak sensual panas dingin. Dia menengadah, jakunnya naik turun, tubuh telanjangnya basah oleh keringat. Penisnya berkedut-kedut di tangan Panji.
"Panjiihh engh... aku mau kelua aakhh aar." Bayu mendesis, dia juga merasakan sesuatu berkedut di duburnya.
Panji semakin cepat menggerakkan penisnya. Tangannya juga semakin cepat mengocok penis Bayu. Tubuhnya berayun-ayun. Penisnya merangsek-rangsek, menghantam prostat Bayu tanpa ampun.
"Sperma saya juga mau akhh.. keluar Len...canaah."
Panji melenguh. Dan tidak berapa lama kemudian Bayu merasa cairan hangat memenuhi liangnya, sementara dada telanjangnya basah oleh muncratan pejuhnya sendiri. Bayu merasa lemas. Dia menyenderkan kepalanya di bahu Panji, tubuhnya basah dan bau sperma. Dia mencium leher Panji yang sedang mengatur irama nafasnya.
"Saya sangat senang bersetubuh dengan kamu Mommy Lencana. Lubang kamu Cuma buat saya Lencana, saya tidak akan suka jika lubang kamu diisi kontol orang lain. Yang boleh menikmati kamu Cuma saya saja." Panji meremas bokong Bayu, perlahan, penisnya keluar dari lubang Bayu. Dia mengangkup wajah Bayu dan mencium lembut bibir Bayu yang sudah bengkak.
Bayu pasrah, merasa bahagia tapi tiba-tiba seluruh ototnya menegang, matanya membulat, di sana di ambang pintu dapur berdiri menjulang sosok Budhe Irma yang matanya basah oleh linangan air mata.
Panji melepas ciumannya, "Saya mandiin kamu Lencana."
Oh no- Budhe Irma.
===
Bayu menata berbagai macam makanan yang sudah berhasil dia buat setelah persenggamaannya tadi subuh dengan Panji. Telur orak-arik, bubur ayam buat Mike, sandwich daging asap sama pancake sirup melon. Panji, Budhe Irma yang nampak canggung bersitatap dengannya, Mike, dan Yani sudah siap di tempat duduknya masing-masing untuk menikmati sarapan mereka.
"Mike sayang sini duduk di pangkuan mama, mama supain ya." Suara Yani menginterupsi pergerakan Bayu yang akan mengangkat tubuh Mike ke dalam pangkuannya.
Mike melirik Bayu, meminta bantuan dari tatapannya.
"Maaf, nyonya tapi sudah menjadi tanggungjawab saya menyuapi Mike." kata Bayu, memendam amarah yang beriak dari dadanya. Sejak insiden jatuhnya lampu gantung besar di atas panggung beberapa hari lalu Bayu sudah mendoktrin dirinya untuk membenci Yani. Dia bahkan sudah menarik kesimpulan terlalu berani dengan menjadikan Yani sebagai tersangka utama jatuhnya lampu walaupun dia tidak memiliki sedikitpun bukti.
"Saya calon mamanya Mike, menyuapi anak saya itu sudah merupakan tanggung jawab saya." desis Yani menatap Bayu tidak suka. Budhe Irma Cuma terdiam kikuk di sebelah Yani, belum mau mengikat kontak mata dengan Bayu.
"Tapi itu sudah menjadi kewajiban saya nyonya."
"Mike itu anak saya, kamu di sini Cuma pembantu. Sayang cepat ke sini, mama mau menyuapi kamu. Mama tidak suka kamu dekat-dekat dengan pembantu, nanti kamu tertular penyakit dari dia."
Bayu menggeram, tangannya mengepal, Mike menarik ujung kemeja yang dia kenakan erat.
"Sudahlah Lencana, calon istri saya sedang ingin mengakrabkan hubungannya dengan calon anaknya. Biarkan dia yang menyuapi Mike. Kamu makan aja sana."
Bayu memutar bola matanya, oh dia sudah sangat kebal dengan sifat Panji. Tadi subuh menyentuhnya intim dan sekarang mencampakkannya. 'What the hell, terserah lu dah.' Bayu menarik kursi terdekat melesakkan bokong di sana, membalik piring dan mengambil satu sandwidch.
"Siapa yang menyuruh seorang pembantu untuk sarapan dengan majikannya?" suara ditarik ulur Yani menghentikan gerak Bayu yang sudah akan memotong sandwich dengan pisau, "mulai detik ini kamu dilarang keras untuk makan bersama majikan. Tempat kamu di dapur sana, bukan di sini."
Bayu meletakkan pisau dan garpunya kasar hingga berdenting dengan permukaan piring. Dia menatap tajam ke arah Yani yang sedang menyuapi Mike dengan bubur ayam.
"Oh yeah, pembantu tempatnya di dapur." Desis Bayu tidak suka, menantang mata Yani lalu berlalu dari sana.
Bayu menghenyakkan pantatnya di bangku tinggi yang ada di pantry. Nafsu makannya sudah sirna, bahkan untuk membersihkan dapur saja dia masih malas. Pikirannya berkecamuk dengan segala masalah yang akhir-akhir ini senang banget merangsang dirinya. Tapi yang paling aneh adalah berita Yani langganan PSK tangkapan Pak Sauki. Bagaimana bisa sih? Keluarga Yani kan orang kaya raya, terpandang pula, sampai Budhe Irma kepincut ingin menjodohkan Yani dengan Panji. Lalu kalau dia sudah bergelimang harta kenapa pula dia masih berprofesi sebagai seorang perek hah? Oh Bayu tidak habis pikir. Diapain duit-duit itu? Jadi ayam kampus saja sudah mendapat upah gedhe, nah sekarang ditambah dengan profesi PSK. Berarti dia sedang dalam proses pengumpulan dana besar. Pertanyaannya adalah, sebesar apa dana yang ingin dia kumpulkan sampai uang dari orang tuanya tak sanggup untuk mencukupinya?
Bayu belum bisa meraba arah pemikirannya tatkala suara melengking ditarik ulur itu menghammpiri gendang telinganya.
"Kenapa lo nggak mati aja sih Bay di auditorium kemarin?" Desis Yani sengit, dia menghampiri Bayu.
Bayu menatapnya malas, "Aku tahu, kamu kan yang sengaja mengatur supaya lampu itu jatuh dan mengenaiku?"
Yani menyeringai, dia mendekatkan moncongnya di telinga Bayu, "gue nggak tahu maksud lo Bay. Tapi satu yang pasti gue emang menginginkan banget lo mati."
Bayu menopang dagu, ada perasaan bergidik tapi kuat-kuat dia samarkan. Dia mendengus.
"Gue nggak tahu jampi-jampi apa yang coba lo doktrinkan ke Mike sampai dia nempel betul ama lo. Asal lo tahu Bay, mungkin dulu dia bisa manja-manja ama lo tapi mulai detik ini gue jamin lo nggak akan bisa menyentuh Mike."
"Jangan berani-beraninya kamu menyentuh anakku." Sengit Bayu, menegakkan tubuh.
Yani mencengkeram bahu Bayu, "anakmu? Hah... dia anak gue, gue bentar lagi menjadi ibunya. Dan jika gue udah resmi menjadi nyonya Kelana, lo adalah orang yang pertama gue depak dari rumah ini. Kemudian nenek tua si Irma yang terobsesi mengalahkan musuhnya dengan menjadikan gue sebagai menantunya, dan yang terakhir anak setan itu."
Bayu refleks berdiri, menatap tajam ke arah Yani yang tersenyum miring ke arahnya. Dia bisa merasakan hawa tidak baik jika dekat-dekat dengan perempuan di hadapannya tersebut.
"Jika kamu berani menyentuh Mike barang sejengkal maka aku akan...
"Aku akan apa Bay? Apa yang bisa dilakukan mahasiswa kere seperti kamu hah?"
Bayu mendesah, berat untuk mengatakannya, dia menutup mata sebentar kemudian kembali menawan Yani, "Lo belum kenal siapa gue," bisikknya parau, menyeringai menakutkan, "Lo belum kenal Bayu S. Lencana."
===
Benny sudah dipindah ke kamar rawat ketika dia telah berhasil melewati masa-masa kritisnya. Kondisinya sekarang walaupun masih lemah tapi sudah lebih baik dari beberapa hari lalu saat ditemukan Bayu di salah satu bilik di sanggar.
Anak-anak sanggar lainnya bergantian menjaga benny. Bang Gahar, Bang Reza, ama Steven juga silih berganti bergilir menjaga benny dengan Bayu. Dan sekarang jadwalnya Bayu, Jupri ama Carli yang menemani benny di bangsal.
"Bang Bayu, aku sudah membuat konsep buat pameran kontemporer yang akan kita buat nanti. Ntar aku mau membuat lukisan beda dari biasanya Bang." Ucap Jupri saat Bayu sedang menyuapi bubur buat Benny.
"Beda gimana memangnya?"
"Aku tidak melukis menggunakan cat seperti biasanya Bang."
"Terus? Pakai apa?"
"Kain perca Bang..." jawab Jupri antusias.
Alis Bayu naik sebelah, "Kain perca? Gimana?"
"Jadi kemarin pas aku ngamen ke salah satu home industri, di sana banyak kain-kain yang tidak digunakan, dari pada dibuang ya aku minta saja Bang. Nanti aku satukan kain-kain itu dan membentuknya menjadi lukisan beraneka bentuk."
"Memang kamu bisa Jup?"
"Bisa Bang, nggak Cuma kain perca, remahan-remahan stereofom pun aku bisa membuatnya menjadi lukisan. Nanti aku kasih ke Bang Bayu kalau aku sudah menyelesaikan satu."
Bayu mengangguk, tangannya masih terus menyodorkan suapan-suapan bubur ke mulut Benny.
"Kalau aku nanti mau mempertunjukkan tari teatrikal ama anak-anak lain Bang," Carli memberi informasi, "semacam tari berkesinambungan tapi memiliki cerita di balik tiap gerakannya. Aku sudah mendiskusikan ini dengan anak-anak dan mereka antusias belajar nari dengan aku."
"Adam juga mengadakan mini concert nantinya Bang, semua lagu ciptaanya bakal aku nyanyikan secara akustik. Aku berfikirnya nanti kita membuat semacam pameran carnaval, jadi di tiap spot menyajikan beragam kesenian yang berbeda," timpal Jupri lagi, mengambil kursi dan duduk di samping Bayu, "Benny katanya juga mau memamerkan seni ajaib Bang, hehe."
Bayu mengernyit, melihat tubuh gembul bocah tiga belas tahun yang terbaring sakit itu dengan penuh ingin tahu, "mau menunjukkan kesenian apa Ben? Aku kira yang namanya dunia teknik tidak ada keseniannya selain robot."
Benny terkekeh, pipinya yang tembem menyembunyikan dua bola matanya, "ya adalah Bang, aku mau membuat berbagai macam program untuk mempermudah pekerjaan manusia, ya siapa tahu saja yang datang ke pameran nanti membutuhkan program untuk usahanya atau gimana gitu, jadi bisa menyewa jasaku untuk membuatkannya. Hehe."
"Bang Reza, Bang Gahar ama Bang Steven sudah kami kasih tahu tentang rencana pameran ini Bang," kata Carli, berdiri di belakang Jupri sambil memegang pundak Jupri, "dan mereka sangat setuju, bahkan Bang Steven mau mengundang keluarganya yang kebanyakan pebisnis di Selandia Baru sana, dan Bang Gahar sudah mulai membikin proporsal untuk mencari sponsor."
"Jadi kita tinggal mematangkan konsep, bahannya dan lokasi untuk menyelenggarakan pameran," Jupri tersenyum ke arah Carli.
Bayu Cuma mengangguk saja, tersenyum senang. Dia mengambil gelas air putih untuk diminumkan ke benny tatkala pintu kamar benny dirawat terbuka, dan Gempita sama Andis masuk bebarengan.
Gempita memeberi parsel dan beberapa makanan pada Carli, kemudian dia melirik Bayu takut-takut yang nampak membuang muka dari Andis.
"Mas Bayu―
"Jup aku keluar dulu, mau ngerokok dulu," Bayu buru-buru bangkit dari duduknya, mengabaikan tatapan penuh tanya pada semua orang yang ada di dalam ruangan itu, bahkan saat dia berpapasan dengan Andis, dia tidak juga mengindahkan cowok blesteran chines tersebut.
Bayu melangkahkan kakinya di taman rumah sakit. Menghempaskan bokongnya di salah satu bangku. Dia merogoh saku jeans belelnya, mengabil sebungkus rokok dji sam soe. Menarik sebatang dan menyelipkannya di belahan bibirnya. Tangannya yang satu menjelajah saku lainnya untuk mencari korek bensol bentuk gitarnya, dua saku depan dua saku belakang tapi korek bensolnya tak kunjung ditemukan. Bayu mulai kebingungan. Tangannya meraba-raba semua kantong tapi tiba-tiba korek bensol yang dia cari berada tepat di hadapannya dan sedang menyala merah.
Bayu tertegun, dia mendongak dan mendapati sosok Andis yang menatapnya datar. Bayu lalu mendekatkan moncong rokoknya ke api dari korek yang di angsurkan Andis, sejurus kemudian asap rokok terproduksi dari mulutnya. Bayu menerima korek berbentuk gitar itu dari tangan Andis, menyimpannya ke dalam saku, dan menggeser pantatnya supaya Andis bisa duduk di sampingnya.
"Kalau sampai korek itu hilang lagi, gue orang pertama yang bakal mencekik lo," gumam Andis tegas, kedua tangannya bertumpu pada kedua lututnya. Jari-jarinya saling terkait, dia kemudian melayangkan pandangannya ke depan ke arah orang lalu lalang di sana, "gue ingat waktu gue beliin lo korek itu pas gue sedang berlibur ke Roma," dia memulai bercerita dengan suara berat, mengambil nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan, "orang tua gue sampai gemas mencari gue yang tak kunjung balik ke hotel, sementara gue masih bekeliaran di Turin hanya untuk membelikan lo ama gempita oleh-oleh. Lo sebuah korek dan gempita sebuah pembatas buku."
"Dimana kamu menemukan korekku?" tanya Bayu datar, menghisap dalam rokoknya.
"Tertinggal di jok penumpang mobil. Paling pas lo merokok kemarin korek lo jatuh dari sakunya."
Bayu menangguk, tatapannya menerawang. Jambangnya tumbuh liar, belum dicukur, kumisnya menggaris tipis di atas lekukan bibirnya.
"Lo ingat benda pertama yang lo berikan ke gue?"
Bayu bergeming, pandangannya memindai gerak gerik orang-orang yang sibuk di koridor rumah sakit, tapi fokusnya menembus ruang dan waktunya saat ini. Terlempar jauh pada sebuah momentum empat tahun lalu saat pertama kali dia melihat Andis dan gempita di jajaran mahasiswa baru yang akan dia ospek.
"Waktu itu gue sedang marah besar karena temen-temen lo pada lancang menghukum gempita gara-gara dia salah membawa jumlah pete yang dijadikan kalung. Gue nyerocos, beradu mulut dengan senior-senior di sana, otot-otot gue udah tegang, tinjupun rasanya mau melayang tapi tiba-tiba lo datang sambil terkekeh mengerikan dan memberikan gue uang koin seribuan jaman dulu yang ada warna emas di tengahnya dan langsung ngebungkam seluruh serapahan gue. Sampai saat inipun gue nggak tahu maksud lo ngasih gue uang koin itu apaan, tapi yang lo nggak pernah tahu, uang itu sampai saat ini selalu gue simpan. Selalu berada di dekat gue."
Bayu menoleh ke arah Andis, pemuda putih menawan itu merogoh kaosnya dan sejurus kemudian dari balik kaos yang dia kenakan dia menarik sebuah kalung rantai kecil berwarna perak yang ada liontinnya. Dan liontin tersebut adalah sebuah uang koin seribuan bergambar kelapa sawit.
"Lo nggak pernah tahukan Yu, kalau uang pemberian lo gue letakkan di derajat paling tinggi dalam hidup gue? Di dada gue, pusat dari seluruh hati, muara sayang dan cinta gue di dunia ini." suara Andis parau, dia memasukkan kembali kalung ke dalam kaosnya.
"Kenapa waktu aku ke apartemen kamu dan minta dimandiin, aku tidak melihat kalung itu? waktu itu kan kamu bertelanjang dada?"
"Yu, gue nggak tahu kemampuan lo kayak gimana sampai daya pikat lo melumerkan semua keangkuhan gue selama ini. Bersahabat dengan lo adalah harta karun dalam hidup gue. Lo tahu Yu, malam itu, waktu gue baru pertama kali menyetubuhi Gempita dan sadar bahwa belum ada ikatan pernikahan antara gue dan gempita, gue merasa telah melakukan perbuatan dosa, perbuatan salah. Dan gue nggak memiliki kekuatan besar untuk meletakkan uang pemberian lo dalam kubangan dosa yang gue ciptakan. Gue hanya mau menempatkan koin itu di tempat suci, berharga dan bernilai tinggi. Nanti kalau gue sudah menikah dengan gempita, gue bakal memakai kalung lo untuk bercinta dengan gempita, karena pada saat itu seluruh kebahagiaan gue tercukupi, memiliki lo sebagai sahabat dan gempita sebagai belahan hidup gue secara sah."
Bayu tak mampu berkata-kata. Dia mendesah berat, menghembuskan asap rokoknya yang menari di sapu angin.
"Dan lo masih ingat benda kedua pemberian lo ke gue?"
Andis membuka tas ransel yang dia bawa dari tadi, mengeluarkan sepasang sandal jepit usang yang serampatnya molor berwarna biru pudar, tipis terepes dan pecah-pecah.
Bayu terbelalak, "itu...."
"Sandal yang lo kasih waktu malam inagurasi penerimaan mahasiswa baru," Andis menghembuskan nafasnya lelah, menimang sandal tersebut dalam genggamannya, "waktu itu saat kita kemah di kampus, gue kebingungan mencari sandal gue buat ambil air wudlu di masjid yang letaknya agak jauh dari tempat perkemahan. Lagi-lagi saat gue kebingungan, lo datang sambil terkekeh dan sulutan rokok terjepit di bibir lo. Sandal yang sedang lo pake tahu-tahu lo lepas gitu aja dan lo kasihkan ke gue, membuat lo akhirnya nyeker di sepanjang kegiatan perkemahan," Andis mengedarkan pandangannya, wajahnya terlihat sangat frustasi, "ketika gue ngembaliin sandal ini ke lo, lo ngomong kalimat yang sampai saat ini masih dan akan terus terpatri diingatan gue."
"Aku waktu itu ngomong―
"'Sandal itu kamu simpan saja. Nanti siapa tahu salah satu diantara kita ada yang lupa kamu bisa menggunakannya untuk mengingatku atau mengembalikannya padaku untuk mengingatmu,'" ini adalah kali pertama Bayu melihat sosok angkuh, ketua BEM Fakultas Hukum, Andis Genta Buana, terpenjara dalam kilasan-kilasan masa lalu yang membuat keangkuhan dan kekerasannya selama ini, meratap di sisi biru. Dan Bayu tidak tahu harus berbuat apa. Kenyataan bahwa Andis menempatkan dirinya di singgasana tertinggi dalam persahabatannya saja sudah cukup membuat Bayu terkejut, apalagi ditambah ekspresi kalut seorang Andis yang tidak pernah terbit selama ini. Dan entah mengapa, itu semua menumbuhkan sisi tidak enak di salah satu sudut hati Bayu, dan ketakutan tersembunyi jika seandainya Andis tahu sisi lain seorang Bayu yang tak ada satupun di muka bumi ini tahu.
Bayu mendesah lagi, mengendapkan lebih lama asap rokok dalam mulutnya kemudian dia menghepaskan asap rokok dari hidung dan mulutnya.
"Dan percaya atau tidak, gue selalu memakai sandal ini setiap gue mau ambil wudlu di manapun itu berada. Gue selalu menempatkan semua yang ada hubungannya dengan lo ke dalam wadah suci Yu." Andis berujar gamang, kemudian dia menyodorkan satu dari sandal itu ke arah Bayu yang masih terpekur menatapnya tak percaya. Dia tersenyum, sebuah senyuman yang Bayu bersumpah lebih baik dia melihat Andis galak, garang, menyalak marah-marah dari pada memilin senyum tanpa nyawa di sana. Terdengar melebih-lebihkan, tapi Andis si perfeksionis yang sangat mengejutkan dengan perubahan kelakuan mendadaknya tersebut lebih menyakitkan jika memampang senyum seperti itu, "gue kembaliin satu pada lo Yu, karena kelihatannya ada yang lupa di antara kita. Biarkan satu sandal ini menceritakan kisah persahabatan kita selama ini, dan kembali mengingatkan lo bahwa kita, gue, lo dan gempita pernah memiliki cerita susah senang di langit Surabaya yang sampai kapanpun tak akan ada satu orangpun menghapusnya."
Bayu meletakkan tangan kurus dementornya di atas tangan Andis yang masih mencekal sandal, menggenggamnya hangat, netranya mengudara, dia membuang batang rokok yang masih setengah lalu menginjaknya.
"Emas dan Perak adalah dua warna yang ada dalam hidup kita," Kata Bayu tersenyum, "aku memberimu uang koin itu karena ketika aku melihat semangatmu, melihat keberanianmu membantah senior yang melakukan kesalahan aku sudah menempatkanmu sebagai sosok berkilau seperti perak, mahal dan tak dapat disentuh sembarangan. Peringaimu yang berpendirian teguh membuat siapa saja hanya mampu tertunduk dan terpikat. Dan Emas sesuai dengan dirimu yang aktif, serta bergerak dinamis. Aku mengangkap itu semua dari pertama kali melihatmu. Penilaianku saat itu sampai sekarang tidak pernah berubah Ndis, kamu tetap menjadi perak dan emas dalam hidupku," Bayu mengambil nafas panjang, meremas tangan Andis, "tidak ada yang lupa di antara kita Ndis, aku, kamu dan gempita masih dan akan terus bersahabat selamanya. Cerita-cerita kita belum tamat, terus bersambung selama garis nyawa kita mengikat roh dalam jasad kita. Dan kalaupun ada satu dari kita bertiga yang mati duluan, aku harap salah satu di antara kitalah yang bakal menulis nama kita di nisan kita nanti. Aku juga berharap di bawah tulisan nama kita ada sebuah kata yang mengantar kita menuju akhirat."
"Tulisan? Tulisan apa Yu?"
"SuraBaya, Kiblat, dan Sesuatu Bernama Kita."
"Artinya?"
"Bahwa hidup kita bertiga berkiblat di SuraBaya yang menggantung kisah persabatan indah kita."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top