Chapter 26 - Impostor
Lift itu membawa Charles dan Foxtrot turun dengan kecepatan tinggi dari lantai 103. Tujuan mereka adalah ruang data. Tidak ada yang perlu ditakutkan, tentu. Tidak ada yang perlu dilakukan dengan tergesa-gesa, jelas. Akan tetapi, mereka tidak tahu kapan pemerintah Skotlandia melacak gedung ini. Lebih baik mencegah daripada mengobati.
Setibanya di lantai 3, mereka berlari menuju ruang data dan langsung melakukan preparasi.
"Oscar, hentikan pengecekan datanya!" teriak Charles. "Kita masuk ke tingkat lanjut!"
Oscar, yang masih duduk di depan monitor sambil menjelalatkan matanya menatap piksel ketika jemarinya bergerak di atas keyboard, bingung bukan kepalang. Pria berkulit hitam dengan rambut botak itu mengenakan pakaian lab, sarung tangan, dan juga masker.
"Ada apa, Charles?" tanyanya.
Foxtrot menjawab, "Aku akan mengubah gedung ini menjadi menara pertahanan. Semua sistem harus di-restart dan disetel khusus untuk berperang. Semua mesin juga demikian, mereka harus di-restart dan masuk ke dalam advanced system checking."
Charles menggenggam pundak Oscar. "Sudah tiga hari sejak malam itu. Aku berharap kau sudah memberikan yang terbaik untuk mesin-mesin kita. Ini adalah tugas yang menyangkut keselamatan kita dan keselamatan seluruh dunia. Aku mengandalkanmu."
"Serahkan semuanya padaku. Aku akan melakukan advanced system checking untuk semua mesin, dan memulai penyetelan mode perang gedung ini."
***
Setelah semua listrik di gedung itu mati, di setiap lantainya merekah kepanikan. Semua mesin tiba-tiba ambruk, membingungkan para manusia yang masih berdiri. Charles dan Foxtrot melanjutkan perjalanannya. Kali ini, lift mereka berjalan horizontal menyusuri basement gedung Fonder Corporation. Mereka bergerak pelan, memastikan setiap sirkuit di setiap pos yang ada di sana disusun dengan teratur dan dapat berfungsi dengan baik.
Koridor panjang itu sangatlah gelap. Charles dan Foxtrot sama-sama mengenakan topi senter di kepala mereka, serta sepasang earphone di telinga mereka untuk berkomunikasi dengan lantai atas. Keringat membasahi pakaian mereka, diikuti perasaan takut akan kehabisan oksigen. Sektor A berhasil diamankan, menyisakan sektor B dan C.
Selang beberapa menit, kerusakan ditemukan. Sirkuit Alba di pos 18 Sektor C mengalami korsleting. Charles sedikit kebingungan di sana. Ia akhirnya melakukan penggantian komponen sebisanya, dan berhasil. Meski hasilnya meyakinkan dan tidak ditemukan kerusakan lagi, Charles sedikit tidak percaya pada dirinya. Masa bodoh, menurutnya. Masih ada tempat lain yang harus dicek.
Dua puluh lima menit berlalu, listrik menyala kembali. Suaranya begitu keras, seperti kereta dengan ratusan gerbong yang tiba-tiba anjlok. Di saat itu pula, seluruh pos di Sektor C selesai diperiksa. Charles dan Foxtrot terkapar di ujung koridor, berusaha bernapas dengan tabung oksigen kecil yang mereka bawa di punggung mereka. Charles memandang Foxtrot dengan lega, lalu mengepalkan tangannya. Kepalan tangan Charles disambut dengan lembut, dan tangan mereka saling bersentuhan. Akan tetapi, mereka sadar, tidak ada waktu untuk merayakan kemenangan. Masih ada tugas yang harus dilakukan: menyalakan mode perang.
Foxtrot menekan earphone sebelah kirinya, kemudian berbicara, "Oscar Mendeta, bisakah kau mendengarku? Sekarang kau dapat masuk ke terminal datanya. Segera lapor ketika kau mencapai terminal nomor 15."
"Baik, Sir Foxtrot. Aku akan memberikan live report."
Charles dan Foxtrot kembali merebahkan tubuh mereka, menunggu pengaktifan.
"Monitor pusat masuk menggunakan sandi."
"Sandi benar. Sekarang masuk ke terminal pertama."
"Sinkronisasi antara daya pendukung dengan gerbang 75%, 80%, 95%, 100%. Sinkronisasi maksimal. Gerbang terminal pertama terbuka."
"Sekarang masuk ke terminal kedua."
"Daya pendukung disuplai ulang. Sekarang monitor pusat masuk menggunakan sandi."
Di tengah-tengah kondisi kantor yang intens, Charles dan Foxtrot bersantai tanpa ada sesiapa yang menyadari. Mereka terbaring bersebelahan, sama-sama kesulitan bernapas. Mata mereka memandang langit-langit yang kusam, penuh pipa besi dan kabel-kabel tanpa guna. Detak jantung mereka memburu, bergerak dalam sebuah harmoni. Sepertinya bukan hanya fisik mereka, tetapi jiwa mereka juga. Seakan-akan perasaan mereka bersatu di dalam gagasan-gagasan mengenai ketakutan. Meski suasananya agak canggung—karena ada dua pria dewasa yang terjebak di ruangan bawah tanah yang sempit—mereka berdua tidak pernah berpikir tentang kemungkinan terburuk sekalipun. Charles adalah sahabat Foxtrot dan Foxtrot adalah sahabat Charles. Mereka berdua memang saudara yang saling melengkapi. Takdir yang mempertemukan mereka, dan takdir pula yang membawa mereka pada bencana ini—perang dengan pemerintah Skotlandia.
"Aku benar-benar merindukanmu, Charles."
"Kata-katamu itu terdengar mencurigakan." Charles membuang pandangan. "Aku tidak suka padamu, kau tahu," katanya sambil tertawa.
Foxtrot melakukan hal serupa. "Don't worry, you little prick. Aku sudah punya calon istri."
"Wah!" Charles bangun dengan wajah cerah. Kepalanya membentur langit-langit dengan keras; membuatnya terbaring kembali, dipenuhi penyesalan. "Kabar baik, ya," ucapnya sambil mengusap-usap kepala.
"Kau tidak pernah berubah, Charles. Aku tahu, kau pasti sedang bersedih. Aku tahu, aku tahu segala sesuatu tentang kehidupanmu. Masa lalumu, ketakutanmu, dan penyesalan-penyesalanmu. Kau masihlah seorang little boy yang tidak pernah beranjak dewasa."
Charles bertanya dengan kesal, "Apa maksudmu?"
Di tengah-tengah percakapan antara dua sahabat itu, suara Oscar bergema dengan tipis di balik layar.
"Sinkronisasi antara daya pendukung dengan gerbang mengalami sedikit gangguan! Tolong, tim data, suplai lebih banyak energi!"
Pertemuan antara dua sahabat itu akhirnya terjadi setelah sekian lama, dan semuanya terasa biasa-biasa saja. Tidak ada reuni yang emosional lagi menguras air mata seperti di drama-drama televisi. Tidak ada pula bumbu-bumbu cinta yang selalu menempatkan satu wanita di antara dua teman pria. Pertemuan itu adalah pertemuan yang tidak spesial dan tidak sempurna; hanya pertemuan seorang pria yang kesepian dengan teman lamanya.
Charles dikenal sebagai orang paling tidak konsisten di kampus. Dia adalah orang yang kuat, garang, dan selalu menonjol. Akan tetapi, hanya Foxtrot yang tahu, Charles adalah seorang anak yang sering sekali menangis di pojok ruangan. Dia bukanlah anak laki-laki yang kuat dan tegas, yang digambarkan oleh orang-orang, dan selalu disegani karena keluarganya—Theseus. Charles adalah anak laki-laki yang biasa-biasa saja, yang terus mencoba untuk mencari makna kehidupannya. Dan, Foxtrot adalah orang ketiga yang menyadari itu.
Pernah sekali waktu Foxtrot mendapati Charles menatap sebuah lukisan yang dipajang di museum dengan mata berkaca-kaca. Foxtrot bertanya kepadanya apa yang terjadi, dan Charles menjawab bahwa dirinya sedang merasa ketakutan. Foxtrot kembali bertanya, ketakutan seperti apa, dan Charles menjawab, ketakutan akan masa depan.
Masa depan memanglah sesuatu yang buram. Kita tidak bisa melihatnya dengan jelas, atau, memang kita tidak bisa melihatnya. Tidak ada siapa pun yang tahu apa yang akan terjadi, bahkan satu detik setelah kita berdiri pada sebuah titik di dalam ruang dan waktu yang kita dapatkan sekarang.
Charles adalah seorang laki-laki yang mempunyai mimpi besar. Ia ingin membangun sebuah perusahaan mesin, memiliki banyak uang agar bisa membiayai segala kebutuhannya untuk mencari jantung adiknya yang sekarang masih berupa jiwa, melayang-layang tanpa arah dan tujuan di langit London. Ia memandang masa depannya sebatas itu saja, tidak lebih dan tidak kurang. Baginya, hal-hal lain masih sesuatu yang abu-abu, atau bahkan gelap—teramat gelap. Itulah kenapa Charles takut ketika konsep-konsep kehidupan, seperti kebahagiaan, kebersamaan, kekeluargaan, dan percintaan masuk menyapa dirinya.
Charles takut jika eksistensinya tidak bermakna, maka dari itu ia berusaha sekuat tenaga agar dapat mengabadikan namanya. Bagaimana caranya? Bukan dengan menjadi presiden, itu tidak masuk akal. Bukan dengan menjadi penulis, Charles lebih senang bermain gim. Bukan dengan menjadi orang berprestasi, karena uanglah yang akan lebih diingat. Cara agar namanya bisa abadi adalah dengan mati sebagai pahlawan. Charles ingin kematiannya memberi makna, tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi dunia. Charles ingin mati ketika menghancurkan Jantung Mesin Suci milik adiknya.
Lagi, lagi, lagi, dan lagi. Kontradiksi bermunculan di dalam kepala Charles terkait pilihan-pilihan hidupnya. Ia terus berkata di dalam hati bahwa kehidupan itu adalah sesuatu yang buruk. Hidup bukanlah hadiah; takdir terbaik seorang manusia adalah tidak dilahirkan sama sekali. Akan tetapi, ia takut itu semua terjadi. Dan pada akhirnya, orang yang tepat datang kepadanya, memberinya cinta dan pemahaman. Dialah Foxtrot, orang yang bilang kepada Charles bahwa tidak masalah kau memiliki pertentangan di dalam kepalamu. Dia berkata bahwa kau tidak perlu takut dengan suara-suara di dalam kepalamu yang selalu menentang gagasanmu.
"Kontradiksi di dalam diri kitalah yang membuat kita menjadi manusia," kata Foxtrot, sekitar lima tahun lalu.
Tapi hingga sekarang, Charles tidak pernah memercayai itu.
Itulah kesalahannya.
Charles terlalu sibuk menggali poin-poin kesalahan Tuhan.
Charles terlalu sibuk menggali poin-poin ketidakbergunaan kehidupan.
Charles terlalu sibuk menggali poin-poin kesedihan dan kesendirian.
Sampai-sampai ia lupa, ia lebih berharga daripada yang ia kira.
"Terminal lima belas berhasil ditembus! Turunkan tuasnya sekarang, Sir Foxtrot!"
Pekikan Oscar membuyarkan mimpi siang bolong sepasang sahabat itu. Foxtrot menoleh, mendapati Charles diam menatap langit-langit dengan air mata yang berlinang di pipinya. Ia tersenyum, kemudian menegakkan kepala sahabatnya itu.
"Hei, Charles," panggilnya, "turunkan tuas yang ada di belakangmu. Dengan itu, gedung ini akan berubah ke mode perang."
"Kenapa aku?"
"Itu karena kau adalah satu-satunya orang yang bisa mengakhiri rantai setan Keluarga Theseus dan menyelamatkan dunia dari Jantung Mesin Suci."
Charles bangun dan menempelkan tangannya pada tuas itu, kemudian mendorongnya ke bawah kuat-kuat. Sesaat setelahnya, getaran superkuat terjadi. Ribuan senapan raksasa muncul dari balik tembok gedung tinggi itu—bersamaan—layaknya daun-daun putri malu yang mekar dari kuncupnya, dari lantai 1 hingga 112.
"We did it," ujar Foxtrot, masih tergeletak dengan napas tersengal-sengal.
Charles menoleh, tersenyum. "Terima kasih, kawanku."
***
Hari yang dipenuhi dengan kepanikan itu akhirnya berakhir. Matahari tenggelam, tanda bahwa kuasanya menghampiri batas. Sekarang bulan sedang berkuasa, menyinari langit, juga New York yang sebenarnya tidak memerlukan keanggunan dirinya.
Foxtrot menghampiri Charles yang berada di kamar Mother Maria. Pria London itu masih tampak memegangi tangan Mother, berharap-harap cemas akan kesembuhannya.
"Bagaimana?" tanya Foxtrot.
Charles menoleh. "Dia sudah sadarkan diri. Kondisinya sudah lebih baik dibandingkan tadi pagi. Yah, walaupun aku belum bisa mengajaknya berbicara."
"Syukurlah. Kalau begitu, kita bisa bersiap untuk hari esok. Dari laporan terbaru, tim scanner belum menemukan ada benda asing yang masuk ke dalam radar mereka. Kita masih aman untuk sekarang. Kendati demikian, aku tidak ingin mengambil risiko. Malam ini, protection dome akan dipasang di setiap lantai untuk antisipasi penyerangan. Dan besok, kita akan menonaktifkan listrik dalam radius satu kilometer. Kita akan menggunakan empat lapisan dome tingkat tinggi untuk benteng pertahanan."
Wajah Charles terlihat cemas, tetapi ia masih bisa tersenyum. "Terima kasih, Foxtrot. Kau benar-benar orang yang baik."
Lagi-lagi, Foxtrot membalas dengan kata-kata yang sama, "Aku takkan pernah berpikir dua kali untuk membantu sahabatku. Jaga dirimu. Esok akan lebih melelahkan." Ia pergi dari ruangan itu, meninggalkan Charles dan Mother Maria.
Charles terdiam di atas kursinya. Matanya memandang ke bawah; pikirannya merenungi segala sesuatu yang telah terjadi pada kehidupannya dalam kurun waktu beberapa hari ke belakang. Saking banyaknya harapan yang didapatkannya pada hari ini, Charles berpikir kalau ada sesuatu yang tidak beres. Surat dari si Semangka belum dibaca olehnya, mungkin itu yang membuatnya masih cemas hingga detik ini. Di kondisi markas yang bisa dibilang cukup kondusif pada malam ini, Charles berusaha memikirkan kembali pesan terakhir Galileo terkait pengkhianat. Ia juga terus berpikir tentang bagaimana caranya memberitahu Figaro tanpa melukai perasaannya.
***
Waktu menunjukkan pukul 10 malam. Foxtrot duduk di sebelah jendela, menatap keramaian di langit New York sambil menyeruput kopi susu panasnya. Suasananya begitu hening dan tenang. Ia bisa merasakan sebuah kelembutan menyentuh sanubarinya. Itu adalah sesuatu yang baik dan tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Foxtrot beranggapan, Tuhan sedang menyapanya menggunakan tanda-tanda alam. Aneh, karena di ruangan itu sama sekali tidak ada ventilasi. Foxtrot pun lanjut meminum kopi susunya, tanpa berpikir lebih lanjut mengenai hal itu.
Tidak lama kemudian, Oscar berjalan dari lorong. Foxtrot bisa melihatnya dari kejauhan. Karena tidak ada alasan untuk bersikap dingin pada hari yang penuh harapan itu, Foxtrot menyapanya dengan ramah, "Hei, Oscar Mendeta! Apa kau mau minum kopi bersamaku?"
"Tidak, terima kasih."
"Maafkan aku. Aku sudah merepotkanmu. Kau jadi sibuk secara tiba-tiba. Padahal, bidang pekerjaanmu bukan di sana, benar?"
"Tidak apa-apa. Tidak usah dipikirkan." Oscar ikut duduk di samping jendela. "Apakah kau membawa kunci untuk membuka basement?"
"Tentu saja. Ada apa?"
Hening.
Sebuah tombak menembus dada Foxtrot, membuatnya memuntahkan darah segar yang lantas menodai kopi susunya. Mata kanan Oscar menyala merah. Foxtrot bisa melihatnya. Tombak besi itu terhubung dengan lengan Oscar.
"O-sca-r ...? A-pa ... ya-n-g ... ka-u ...?"
Oscar menarik tangannya dari dada Foxtrot dengan kasar, membuat pria itu jatuh ke lantai dengan bersimbah darah. Setelah itu, Oscar merogoh jas Foxtrot, mencari-cari sesuatu yang bisa digunakan untuk menghubungi seseorang. Ketika berhasil menemukan sebuah kertas elektrik, ia memasukkan nomor yang ingin dituju. Nada dering dapat terdengar, dan tak lama panggilan itu diangkat.
"Tuan R, ini Oscar Mendeta."
"Ada apa gerangan?"
"Kepala dan Kaki ada di sini. Fonder Corporation, Jalan Lincoln nomor 32, New York."
"Baiklah, kami akan segera menuju ke sana."
Oscar melipat kertas elektrik itu hingga hancur. Ia kemudian mengangkat tubuh Foxtrot yang sudah terkulai lemah, berada di ambang kematian, dan membuangnya ke luar melalui jendela. Kini, kunci basement berada di tangan Oscar.
***
| Sekilas INK-fo |
Advanced System Checking adalah sebuah pengecekan sistem tingkat lanjut bagi para mesin untuk mencari sampah hingga yang terkecil, melapisi tubuh mereka dengan antivirus superkuat, dan membekali mereka dengan pengetahuan bertarung.
War Mode (Mode Perang) adalah sebuah mode pertahanan diri yang diperuntukkan kepada gedung/markas/kantor Fonder Corporation. Dalam mode ini, berbagai macam senjata akan menyelimuti badan gedung dan terdapat banyak pilihan sistem untuk pertahanan. Ketika berada dalam mode ini, ketahanan sistem terhadap ancaman peretas dari luar meningkat sebanyak 200%. Dengan begitu, para mesin bisa dengan santai berfokus untuk perang saja.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top