Chapter 25 - Sahabat Lama
Waktu berjalan begitu lambat di dalam dimensi penuh kegelapan itu. Butuh waktu lama bagi Charles untuk bisa berenang ke permukaan, meraih kesadarannya kembali. Ia membuka mata ketika mendengar alarm yang berbunyi tepat ketika waktu menunjukkan pukul 7 pagi. Tubuhnya terasa sangat lemas dan tenggorokannya kering seperti gurun pasir yang digaruk oleh telapak tangan. Ia menatap sekitar, mendapati dirinya terbangun di sebuah ruangan yang dindingnya terbuat dari besi dengan arsitektur futuristis. Tempat itu sangat hening; Charles dapat mendengar tiupan napasnya sendiri yang lebih mirip seperti tembakan ekor roket.
"Jadi aku sudah berada di New York," gumamnya, beranjak dari kasurnya.
Entakan kakinya memecah kesunyian di ruangan itu. Charles berjalan menuju jendela dan menekan sebuah tombol berwarna hijau agar gordennya terbuka. Cahaya matahari menyeruak, menghantam wajahnya yang belum siap menerima penerangan. Ia menyipitkan matanya, sebelum akhirnya melihat ke luar dengan bebas.
Di hadapannya terhampar sebuah kota. Gedung-gedung pencakar langit berdiri dengan bentuk mereka yang beraneka ragam. Hologram warna-warni menemani kegagahan gedung-gedung itu; beberapa dari mereka berbentuk cincin, melingkari gedung-gedung pencakar langit bagaikan jari manis seorang pengantin; beberapa dari mereka berbentuk manusia, sosok penting negara atau sekadar model untuk promosi sebuah produk. Kabel listrik dan meganet membentang panjang seperti petunjuk jalan, mereka dikaitkan pada tiang-tiang tinggi untuk menjaga tegangannya agar tetap aman. Manusia berjalan memenuhi darat, dan para mesin menggerakkan mobil, kereta, serta pesawat mereka untuk terbang meramaikan langit. Tidak ada satu pun ketertinggalan. Bisa dilihat dari banyaknya aktivitas yang terjadi hanya dalam satu detik, seakan-akan sedang melihat sebuah sketsa superdetail yang digambar menggunakan pensil.
Pintu ruangan bergeser secara otomatis, dari sana masuk seorang pria muda yang usianya tidak beda jauh dengan Charles. Charles yang menyadari itu langsung menoleh.
"Apakah tidurmu baik?" Suara pria itu tinggi bagai seorang bocah, berbanding terbalik dengan perawakannya yang tinggi-besar penuh otot, dibalut kemeja putih dengan jas hitam, seperti seorang CEO sindikat perdagangan mesin, yang kesehariannya adalah pergi ke gym, bermain ke club, dan menyewa perempuan.
Charles menatapnya dengan pandangan suram—seperti orang kebingungan. Dirinya mirip seorang pasien yang sedang menikmati hari-hari terakhirnya karena penyakit kanker stadium akhir. "Sepertinya aku tertidur selama tiga hari," jawab Charles. "Lama tak jumpa, Foxtrot."
Pria itu menyalami Charles, menyimpulkan secarik senyum. "Senang bertemu denganmu kembali, Charles."
***
Foxtrot Anderson adalah pendiri sekaligus pemilik Fonder Corporation, perusahaan mesin (legal) terbesar kedua di Amerika Serikat. Pria yang seminggu lagi genap berusia 24 tahun itu lahir di Manchester, Inggris. Ia tidak terlahir dari keluarga kaya raya seperti Charles. Alhasil, ia harus memulai semuanya dari nol, bahkan minus. Ia sempat sekelas dengan Charles ketika mereka berdua sama-sama menempuh pendidikan di Oxford University lima tahun lalu. Persahabatan mereka bisa dibilang cukup solid. Bahkan, Foxtrot adalah orang pertama yang benar-benar mendedikasikan pemikiran serta uangnya untuk membantu Charles mendirikan Chariot Corporation. Sayangnya, Charles tidak dapat melanjutkan pendidikannya karena terjerat kasus kriminal (sebab perusahaan Charles adalah perusahaan mesin gelap). Ia hanya bisa kuliah selama tiga semester sebelum akhirnya di-dropout. Mereka berdua bagaikan dua sisi koin yang saling berlawanan, tetapi Charles menyebut itu sebagai hubungan brother from another mother.
"Oh, kalian berdua pernah sedekat itu?" Dengan seragam pembantu berwarna hitam dan putih, sambil menyeduh kopi untuk suguhan, Omega bertanya dengan polosnya.
Foxtrot tersenyum pada Omega, melebarkan tangannya di bagian luar sofa. "Iya, itu adalah sebuah kebenaran. Kami berdua hampir seperti saudara kembar. Lucu juga kalau diingat-ingat. Kami bersusah-susah bersama. Di dalam penjara pun, aku masih membantu Charles dari jauh. Huh, Oxford terlalu menyibukkan."
"Gelarmu?" Charles bertanya.
"Bachelor of Robot Science."
"Oh, aku lupa. Jurusan kuno itu, ya."
"Hei, Charles." Foxtrot merangkulnya. "Kau juga mengambil Ilmu Robot. Kita berdua sama, kau tahu. Hanya karena kau tidak bisa menyelesaikannya, bukan berarti kau gagal. Lihatlah dirimu sekarang."
"Aku memang seorang yang gagal." Charles membuang pandangan.
Omega berdiri tegap, kemudian memeluk nampan besinya. "Silakan diminum, Tuan-Tuan." Ia pergi setelahnya.
"Omega!" panggil Charles. "Di mana Oscar dan Mother Maria?"
"Oscar sedang melakukan pengecekan terhadap para mesin. Ia memastikan agar tidak ada mesin yang mengalami kerusakan sistem. Sementara itu, Mother Maria masih berada di kamarnya. Lukanya akibat pertempuran di piramida malam itu sangatlah parah."
Charles tidak bertanya lagi, hanya mengangguk. "Terima kasih."
Sejenak suasananya berubah menjadi hening. Uap yang menyembul dari cangkir itu terlihat begitu lembut. Tidak ada kata yang keluar dari mulut Charles maupun Foxtrot. Untuk memecah dahaga, diangkatlah cangkir itu, dan diseruputlah kopi susu yang ada di dalamnya. Setelahnya, cangkir itu kembali diletakkan. Bunyi-bunyian itu hanya berlangsung sebentar. Keheningan kembali melahap sekitar mereka, memberikan hawa yang tidak mengenakkan. Sekarang, mata kedua sahabat itu saling berpandang.
"Katakan padaku," Foxtrot angkat bicara, "bagaimana caranya kau menciptakan mesin-mesin yang begitu sempurna?"
Charles menyeruput kopinya. "Apa maksudmu? Mesin yang sempurna? Aku tidak mengerti."
"Anak buahmu itu, mereka hidup hampir seperti manusia. Selama aku berkiprah di luar negeri, di negara-negara besar terutama, aku tidak pernah menemui mesin sesempurna anak buahmu. Wanita berambut merah yang cantik tadi, aku tahu bahwa dia adalah seorang fighter. Di sisi lain, dia juga bisa menjadi pelayan. Yang paling membuatku heran adalah dia bisa menjadi seorang wanita. Lebih tepatnya, dia adalah wanita. Bagaimana dia berjalan, berbicara, bertindak, dan melakukan hal-hal lain yang pasti akan sama hasilnya jika dilakukan oleh sesama wanita. Mungkin itu yang kutangkap."
"Aku tersanjung dengan pujianmu. Tapi aku hanya menciptakan mereka semua dengan akal yang sudah kuatur terlebih dahulu. Aku menginput seluruh data yang dibutuhkan ke dalam jantung mereka, kemudian menyambungkannya dengan database pada otak mereka, dan jadilah mereka."
"Iya, aku tahu, Charles. Tapi bagaimana bisa kau membuat yang seperti itu? Robot-robotmu hampir mendapatkan kesadaran mandiri mereka sendiri. Tidakkah kita pernah membahasnya? Kau tahu risiko jika seorang mesin memilikinya, bukan?"
Charles diam sejenak, membuang muka. Tatapannya kosong dan ekspresinya berubah datar. "Sungguh berbahaya. Peristiwa itu sudah diteliti lama sekali oleh para ahli. Kasus mengenai mesin yang membunuh Tuhannya. Mereka memperoleh kesadaran mandiri dan berhasil hidup tanpa diperintah; mereka menggunakan akal mereka sendiri."
"Lalu, apa yang sebenarnya terjadi pada perusahaanmu? Semua mesinmu cerdasnya bukan main."
"Aku tahu ini terdengar tidak sopan, tapi sekarang ada masalah yang lebih penting untuk dibicarakan. Ini terkait tujuanku datang kemari. Aku ingin meminta bantuanmu."
Foxtrot menyandarkan tubuhnya pada sofa, kemudian memangku satu kakinya. "Baiklah kalau itu yang kauinginkan. Bantuan apa yang kaubutuhkan? Aku bersedia mendengarkan dengan senang hati."
"Ini adalah imbas dari permasalahan tanpa ujung, pencarian Jantung Mesin Suci. Sekarang, aku sedang dikejar oleh pemerintah Skotlandia. Tiga hari lalu, kami berada di Kyoto dan langsung ngebut untuk menuju kemari. Dan aku yakin, tempat ini akan segera dilacak oleh mereka. Mereka akan mengerahkan serangan skala besar sebab aku telah membawa dua dari tiga komponen yang mereka cari. Foxtrot, maukah kau membantuku? Rencanaku, kita akan melakukan strategi defensif. Kita akan menyambut serangan dari pemerintah Skotlandia, dan ketika waktunya tepat, serangan balik akan kita lancarkan. Dengan begitu, aku dapat merebut satu komponen yang mereka bawa untuk menyempurnakan Mesin Pendeteksi Kehidupan."
Wajah Foxtrot langsung berubah serius. Ia mendekatkan tubuhnya pada Charles, lalu berkata, "Kalau begitu, berdiri, ikuti aku. Aku akan menyiapkan segalanya. Bangunan setinggi 500 meter ini akan segera aku ubah menjadi menara pertahanan."
Charles membelalak karena terkejut. "Foxtrot, kau ...?"
"Aku takkan pernah berpikir dua kali untuk membantu sahabatku."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top