Chapter 23 - Kekacauan Langit
Langit dini hari Kyoto sama sekali tidak dikenali oleh Charles. Semuanya terasa aneh dan berbeda. Itu bukanlah langit yang biasa ia lihat dalam kehidupan sehari-harinya, bukan pula langit yang ia bayangkan dan dambakan. Namun, percikan memori di dalam kepalanya semburat membangkitkan adegan lama. Langitnya gelap. Warna-warnanya seperti terkubur dalam kenangan-kenangan. Satu-satunya hal yang dapat terdengar adalah desingan rudal dari jet-jet besar tentara Skotlandia. Semuanya sama seperti langit London pada sore 16 tahun lalu, ketika ia pergi bersama mamanya mendaki gunung, kabur dari kejaran keparat-keparat Utara.
Charles bisa mengingat betapa horornya hari itu. Wajah kedua orang tuanyalah yang memberikan gambaran mengerikan tersebut. Dua sejoli itu berkonflik dengan raut penuh keputusasaan, disertai tangis yang membasahi pipi. Itu semua dilakukan demi putri mereka, Charla. Pada waktu itu Charles berpikir tentang apa yang bisa dilakukannya. Haruskah ia peduli pada kekacauan yang disebabkan oleh papanya, atau haruskah ia peduli pada dirinya sendiri dan juga adiknya? Sampai sekarang, ia tak pernah tahu jawabannya.
Ketika matanya memandang langit tinggi-tinggi, awan tebal berkumpul, melahap langit dengan kegelapan mereka yang lebih pekat. Rintik hujan jatuh perlahan, membasahi badan burung besi yang sedang terbang. Charles berpikir, mungkin inilah kondisi langit London ketika papanya bersusah payah membawa adiknya pergi. Suram dan mengerikan.
Sudah sekitar 15 menit terlewat selepas piramida putih yang terbalik itu hancur lebur. Orang-orang Chariot dengan cepat mengamankan diri dan naik ke atas pesawat ulang-alik untuk menyelamatkan nyawa mereka.
Charles memiloti pesawat ulang-alik dengan baling-baling ganda itu, meliuk melewati rel langit Kyoto Atas yang menutupi angkasa layaknya akar-akar besar dari pohon kehidupan. Tembakan radiasi terus dilepaskan oleh pasukan putih-biru yang sedang mengejar mereka, tetapi kecepatan pesawat itu tidak bisa diremehkan. Protection dome terus dinyalakan ketika pesawat itu menembus batasan-batasan dengan kecepatan tinggi, menghalau seluruh rudal yang ditembakkan jet-jet besar tentara Skotlandia.
Semua orang—Charles, Omega, Oscar, Mother Maria, beserta para mesin—ada di dalam pesawat ulang-alik itu. Di tengah kepanikan yang tak disambut cerah, Charles sama sekali tidak bisa mengontrol emosinya. Tubuhnya berkeringat karena kepalanya mendidih, panik, mencoba untuk berpikir sekaligus mencerna di tengah-tengah kondisi yang teramat gawat.
Suasana di dalam pesawat itu begitu hening. Getaran besi pada badan burung gagah itu tidak dapat mengindahkan situasi. Semua orang peduli pada diri diri mereka sendiri. Semua orang murung menatap nasib mereka sendiri, takdir masa depan yang telah berubah menjadi masa lalu. Sebagian besar dari mereka terluka parah akibat serangan tiba-tiba pemerintah Skotlandia. Omega duduk meringkuk di sebelah bangku kemudi dengan kepalanya yang diperban. Oscar duduk di samping Mother Maria yang terbaring tak sadarkan diri sambil merawat lukanya. Sementara itu, puluhan mesin sedang memperbaiki kabel-kabel dalam tubuh mereka yang putus.
"Master, kita harus membalas serangan mereka." Omega berdiri, menepuk pundak Charles.
Charles masih fokus dengan apa yang ada di hadapannya. "Itu bukanlah sebuah ide yang bagus."
"Lalu apa yang akan kaulakukan?" potong Oscar dari kejauhan, masih berkutat pada luka di pahanya.
Charles hanya diam sambil menatap depan, menggigit bibir bagian bawahnya dan mengeratkan genggamannya pada setir. Ia berpikir barang sebentar, sebelum memecahkan sebuah kaca pelindung yang ada di samping kursinya dan menarik tuas yang berada di sana. "Semuanya, pegangan!" teriak Charles.
"Apa yang kaulakukan?!" Oscar berteriak.
"Kita akan terbang ke Amerika Serikat."
Dalam sekejap mata, pesawat ulang-alik yang mereka tumpangi melesat menembus dimensi. Dentuman superkeras dapat terdengar di Kyoto Atas, seakan-akan ada raungan yang datang dari monster penjaga atmosfer. Langit pecah dengan retakan yang luar biasa besar, membawa pesawat itu terbang dengan kecepatan tinggi. Semuanya memudar bagaikan kotoran-kotoran angkasa yang dihisap lubang hitam, lalu kembali berwujud ketika langitnya berubah cerah. Sekarang mereka berada di atas Laut Bermuda, terbang menuju Negeri Paman Sam.
"Bagaimana kau melakukan itu?" Oscar mencoba bangkit sambil memegang kepalanya yang berputar, menyadari cahaya matahari menusuk masuk lewat jendela
Charles pun sama. Ia menahan diri agar tidak muntah, memegang kepalanya sembari terus menatap ke depan. "Turbo dengan kecepatan mendekati cahaya itulah yang menyelamatkan kita. Setidaknya itu akan membeli waktu untuk tentara Skotlandia bisa melacak dan mengejar kita. Ini adalah rencana gawat darurat. Kita akan mendarat di Washington untuk mengisi bahan bakar dan terbang ke New York untuk bertemu teman lamaku."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top