Chapter 19 - Pintu Tengah Malam
Hari telah berganti. Meski sekarang sang surya sedang berkuasa, Kyoto Bawah tidak tersenyum karena sinarnya. Kota ini adalah kota bawah tanah yang takkan pernah mati oleh kegelapan. Segalanya hidup seakan waktu hanyalah deretan angka; segalanya abadi.
"Kau baik-baik saja?" Berjalan di trotoar dengan santai, Oscar menyenggol pundak Charles hingga pria itu terhuyung.
"Apa aku kelihatan seperti sedang baik-baik saja?" tanya Charles, sambil menunjukkan kantung matanya yang tebal.
"Sepertinya tidak. Tapi kau tahu, kau tidak perlu terlalu larut dalam memikirkan sesuatu. Begadang itu tidak baik untuk kesehatanmu, lho. Apalagi kau adalah pemimpin kami, dan sekarang kita sedang berada dalam misi antara hidup dan mati. Lawan kita adalah pemerintah Skotlandia, dan yang lebih kuat dari itu hanyalah waktu."
"Kau benar. Aku minta maaf. Mungkin aku bukan pemimpin yang baik."
"Hei, ayolah!" Oscar merangkul Charles. "Kau tidak perlu menyalahkan dirimu sendiri. Kita adalah tim, bukan? Kenapa kau jadi murung begini, sih? Charles yang kukenal tidak seperti ini."
"Tapi kita baru bertemu sekitar seminggu yang lalu."
Oscar tersenyum. "Siapa yang peduli kalau kita baru kenal seminggu yang lalu? You're a great man. Aku bisa merasakannya. Bagaimana kau bersikap dan berbicara, serta hubunganmu dengan pegawaimu, semua itu memberikan citra yang baik kepadaku."
"Terima kasih atas apresiasinya." Charles merasa bahagia meski sebentar, masih berjalan layaknya zombi.
"Kau tidak perlu merasa sedih. Kau punya aku, Omega, dan Mother Maria. Meski hanya tersisa kita berempat di dunia ini untuk menghadapi pemerintah Skotlandia, aku yakin kita bisa melakukannya."
"Apa yang membuatmu berpikir demikian?"
"Kita adalah keluarga."
Charles menyimpulkan senyum tipis pada wajahnya, kemudian menatap kertas elektrik pada genggaman tangannya. Di sana tergambar peta Kyoto Bawah beserta lima spot yang menjadi target incaran Chariot Corporation untuk mencari Kaki, yang ditandai dengan bulatan warna merah.
"Kau mau kopi?" Oscar berhenti, menunjuk sebuah kedai yang berada sekitar delapan meter dari atas tanah, dekat dengan puncak terowongan.
Charles mendongakkan kepalanya, menatap kedai yang memancarkan cahaya terang nan menembak seperti mercusuar. "Kau yakin tidak apa-apa?"
"Kau adalah bosnya di sini. Ayolah, sedikit kopi tidak akan membunuhmu. Terlebih lagi, kau terlihat mengantuk."
Charles memejamkan matanya sambil tersenyum, lalu mengembuskan napas panjang. Kakinya akhirnya bergerak mengikuti Oscar untuk memanjat tangga, naik menuju kedai itu. Dari bawah, tentu saja yang tampak di kedua mata Charles adalah bokong si pria berambut botak itu. Akan tetapi, ia perlahan-lahan berpikir tentangnya. Oscar tidak terlihat mencurigakan. Oscar tidak terlihat mencurigakan. Ia sangat yakin, Oscar tidak terlihat mencurigakan. Kata-kata itu terus ia ulang di dalam kepalanya, sebab ia tak ingin mencurigai siapa pun. Itu karena ia takut. Ia takut membunuh anak buahnya sendiri karena prasangka buruknya yang belum tentu benar. Sekarang, yang perlu ia lakukan adalah bermain dengan hati-hati, mengumpulkan segala informasi secara lembut, dan menemukan pengkhianatnya.
Aku belum menceritakan pesan dari Galileo kepada siapa pun, tapi aku yakin, orang yang dimaksud olehnya bukanlah Oscar. Dia adalah manusia, bukan mesin. Dan dia adalah orang yang baik. Aku yakin akan hal itu. Sekarang yang tersisa hanyalah satu manusia, Mother Maria, dan puluhan mesin Chariot serta anak buah Oscar. Satu di antara mereka adalah pengkhianat. Siapa?
Orang-orang bilang, kopi adalah sahabat sejati seorang insan, ialah pendukung terbaik di titik terendah. Ternyata kata-kata itu benar. Setelah satu cangkir kepahitan, Charles akhirnya sadar bahwa ada tugas yang harus ia selesaikan sekarang sebagai seorang pemimpin. Tugas itu adalah tugas yang membawanya ke dalam pertaruhan antara hidup dan mati—menemukan Kaki. Suasana hatinya jauh lebih baik dari sebelumnya meski suara-suara lirih dari Mirror masih berdengung. Setidaknya ada sesendok harapan dan kebahagiaan dalam diri Charles untuk menghadapi realitas setelah meminum kopi.
"Kau baik-baik saja?"
"Aku baru sadar, kopi merah khas Jepang sangatlah nikmat." Charles menggelengkan kepalanya sambil mengerjap-ngerjap, mencoba mengumpulkan nyawa.
Oscar menyeringai. "Kubilang apa? Terkadang kita harus bersantai bersama secangkir kopi untuk melupakan masalah-masalah hidup yang terlalu rumit. Secangkir kepahitan menghapuskan segudang kesusahan."
"Kalau kita lihat di peta ini, empat bulatan merahnya sudah padam semua. Yang tersisa hanyalah bangunan di hadapan kita ini."
"Kau tidak bisa diajak bercanda sedikit, ya?" Oscar mengerutkan dahinya.
"Bercandanya nanti saja," Charles menutup kertas elektriknya, "sekarang kita harus masuk ke dalam piramida terbalik ini."
Tepat di ujung terowongan Kyoto Bawah, berdiri sebuah piramida raksasa berwarna putih yang terbuat dari baja—terbalik seperti digulingkan dengan sengaja. Tidak ada tetangga yang menemani bangunan itu. Tempatnya berada sangatlah kotor dan bau, ditambah lagi ada banyak kabel serta selang yang berkumpul secara semrawut di ujung terowongan.
"Aku sama sekali tidak mengerti kenapa para arsitek negeri Timur memiliki ide aneh seperti ini." Oscar mendongak, heran.
"Aku juga tidak mengerti, tetapi ini adalah destinasi terakhir kita. Mother Maria, Omega, dan para mesin pasti akan segera menuju kemari setelah mereka tidak berhasil menemukan apa-apa di tempat yang lain."
"Apa kau yakin ini tempatnya?"
"Seratus persen. Piramida terbalik ini adalah jawaban dari teka-teki Kaki. Puncaknya berada di bawah, itu artinya kepalanya berada di tempat yang sama di mana kita berdiri. Sementara itu, fondasinya berada di atas, menyentuh langit-langit terowongan. Kaki dari piramida ini ada di atas. Yang perlu kita lakukan sekarang adalah mencapai puncak dan mengambil apa pun itu yang berkemungkinan sebagai mesin Kaki yang kita cari."
Oscar menganggukkan kepala tanda setuju. Ia menyiapkan pistol Tedron dan kacamata virtual miliknya. "Aku sudah siap untuk bertarung."
Charles menatap dengan raut muka mengintimidasi. "Jangan ceroboh. Persediaan kita hanya sisa sedikit. Kita tidak punya uang lagi untuk membeli apa-apa. Lebih baik kita bertarung secara cerdas dan menghemat amunisi. Terlebih lagi, kita tidak tahu ada rahasia apa di balik piramida-terbalik-yang-terlihat-aneh ini." Ia juga menyiapkan pistol Tedron dan Gigatron Trident miliknya.
"Haruskah kita menunggu Mother Maria dan yang lainnya atau langsung masuk saja?"
Charles menatap arlojinya, mendapati hari sudah berganti. "Tidak ada waktu untuk menunggu. Tentara Skotlandia bisa datang kapan saja. Ayo maju, Oscar."
"Baiklah kalau begitu. Sedikit intermeso. Kira-kira, bagaimana tanggapan orang-orang Mesir jika mereka melihat piramida ini, ya?"
"Super marah, pasti."
Dua pria muda itu berjalan melewati jembatan kecil yang menghubungkan jalan dengan pintu masuk piramida, yang berada di atas sebuah jurang mesin yang penuh dengan kabel dan selang, tempat berbagai macam data dikelola dan disimpan. Ketika kaki mereka melangkah di atas jembatan itu, lampu neon yang menempel di langit-langit terowongan mati-menyala seperti sedang dikendalikan. Charles tidak mau berpikir lebih larut mengenai hal itu. Toh, hantu tidak lebih berbahaya dari rudal tentara Skotlandia. Percumbuan positif-negatif dari dua arus listrik yang menyebabkan hubungan pendek juga tidak lebih berbahaya dari Black Sabbath yang menewaskan lebih dari separuh pegawai Chariot Corporation yang tersisa.
Sampailah mereka di depan pintu (atau bisa disebut gerbang) piramida terbalik berwarna putih itu. Di antara kekotoran dan kebauan ujung terowongan Kyoto Bawah Sektor C2, piramida itu adalah bangunan paling bersih dan mengilap. Itu berdiri dengan tidak masuk akal; terlihat sangat kontras; sulit dipercaya. Sama seperti para manusia memandang candi atau kuil-kuil besar sebagai peninggalan alien prasejarah.
Pintu itu terbuka dengan otomatis; antara putih dan hitam sudah tidak ada batasan lagi. Charles dan Oscar memasuki piramida itu tanpa berpikir lebih lama. Apa yang ada di hadapan mereka adalah sebuah ruang kosong berwarna putih. Mereka berdua seperti berada di alam mimpi, atau di sebuah tempat eksperimen manusia pada film-film fiksi ilmiah. Benar-benar kosong, hening, hanya ada putih. Tak lama kemudian, pintunya kembali tertutup, kali ini menghilang sepenuhnya. Sekarang, Charles dan Oscar sudah tidak dapat kembali lagi.
"Semuanya putih. Putih, hanya ada putih. Apa kau tidak merasa aneh dengan hal ini, Charles?"
Charles diam merenung, menatap sekitar. "Bagaimana caranya naik ke atas? Tidak ada lubang sama sekali di ruangan ini."
"Sepertinya kita harus menemukan rahasia piramida ini dan menyelesaikan teka-tekinya seperti yang kaubilang. Oh, iya, apa kau membawa Gravitational Disintegrator? Mungkin benda itu akan membantu."
"Membantu apanya?" Charles membantah. "Benda itu ada di tangan Omega. Dan memangnya, apa yang bisa benda berbahaya itu lakukan kalau ternyata kita terjebak di dalam sebuah ruangan tanpa jalan keluar?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top