Chapter 10 - Menuju Tengah Malam
Malam itu menjadi penentu keberhasilan misi Charles dalam merebut Kepala. Dengan sedikit sekali informasi yang didapatkan mengenai Ratu Jahat, ia tetap menyiapkan segala sesuatunya matang-matang. Melingkar di sebuah meja bundar, ditemani lampu petromak di tengah-tengahnya, mereka bertiga berbicara. Satu-satunya cara untuk mengalahkan Ratu Jahat adalah dengan memancingnya keluar dari tempat persembunyiannya dan memisahkan jantungnya dari tubuhnya. Itu bukanlah suatu perkara yang mudah. Sudah lima tahun sejak hari mengerikan itu, dan Ratu Jahat tidak pernah menampakkan diri di langit Karasburg.
Charles tidak datang tanpa persiapan. Di dalam kopernya ia membawa beberapa senjata mutakhir yang ia kembangkan bersama perusahaannya. Salah satu yang terkuat adalah Gigatron Trident. Senjata berbentuk trisula itu berfungsi untuk menonaktifkan jantung mesin dengan menggunakan gelombang radiasi khusus. Selain itu, ada Gravitational Disintegrator. Senjata berbentuk tabung ini digunakan untuk menembakkan gelombang radiasi kepada target, lalu membuat mereka jatuh ke tanah seperti ditarik gravitasi. Selain dua mesin gila yang digadang-gadang akan menjadi pokok kelemahan Ratu Jahat itu, masih banyak lagi senjata lain yang dapat berfungsi dalam pertempuran.
Untuk Charles sendiri, ia biasa menggunakan pistol berjenis Tedron, yang menggunakan peluru energi (perpaduan antara listrik dan radiasi). Karena tidak dapat terbang, ia menciptakan jetpack sebagai kendaraan untuknya bergerak di udara. Kenapa bukan pesawat saku? Karena ia tidak bisa mengendarainya. Menurut Charles, jetpack lebih mudah dikendalikan, terlebih lagi ia sudah menghabiskan lebih dari separuh hidupnya mengendarai jetpack. Hanya tinggal memasang sabuk di pinggang, kemudian mengencangkan kedua nozelnya, dan terbang dengan mengatur persneling di kanan dan kiri.
Sementara itu, Omega menggunakan katana dan senapan laras panjang sebagai senjata primer dan sekundernya. Tubuhnya didesain sedemikian rupa untuk sigap merespons serangan musuh, seperti tombol-tombol transparan yang menyatu dengan kulit di bagian leher, tangan, dan pinggang yang berfungsi untuk mengeluarkan senjata tambahan atau melakukan proses regenerasi in-combat.
Meski persiapannya terlihat matang, Charles tahu, persentase kemungkinan untuk mengalahkan Ratu Jahat sangatlah kecil. Untuk menonaktifkan jantung Ratu Jahat, berarti memanggilnya keluar. Dan untuk memanggilnya keluar, berarti siap menerima konsekuensi yang ada. Jika mereka gagal, Karasburg akan menghadapi Doomsday 2.0-nya.
Di malam yang hening itu Oscar berpikir keras. Asap mengepul dari kepalanya ketika wajahnya berkedut mencari-cari cara. Anak buahnya berjumlah 62 orang dan tidak mungkin baginya untuk membawa mereka semua ke medan pertempuran. Ratu Jahat terlalu berbahaya untuk mesin-mesin tanpa akal yang setiap hari Oscar cekoki dengan bir.
Kedengarannya sedikit aneh, tetapi Oscar berasumsi bahwa satu-satunya cara untuk memanggil Ratu Jahat adalah dengan berdoa di bawah rembulan. Ia harus berlutut dan memohon kepada langit, memohon hadiah natal. Dengan begitu, Ratu Jahat akan keluar bersama pasukannya. Lantas, bagaimana pria itu bisa sampai pada inferensinya sekarang?
Jawabannya adalah karena selama lima tahun ini ia sudah mencoba. Dengan sisa-sisa jiwanya yang tercabik dan terkubur di dalam memori traumatis itu, ia berusaha sekuat tenaga mengembalikan Kota Karasburg seperti semula. Semua cara ia lakukan hingga akhirnya ia berhasil membentuk pasukannya sendiri, yang sekarang tinggal bersamanya di The Dome of Savior. Tapi kini, setelah berkali-kali ia memanggil Ratu Jahat dengan berbagai cara, tidak ada yang terjadi. Langit Karasburg tetap hampa dan ekosistem daratannya panas bak neraka. Sudah sekitar 34 kali Oscar memanggil wanita misterius itu, mulai dari meneriakkan namanya hingga melakukan ritual kedaerahan. Akan tetapi, nihil.
This could be it, batin Oscar, menilik peta relief hologram yang terhampar di hadapannya.
"Apa kau yakin itu dapat bekerja?" Charles menyeruput kopinya, duduk di samping Omega yang menutupi tubuhnya dengan selimut besar.
Oscar masih menatap dalam diam. Lidahnya seakan tidak mau bicara.
"Menurutmu sendiri, berapa persen probabilitas kemenangan kita?" tanya Omega.
"Aku tak tahu. Ini sulit, teramat sulit. Tapi aku sangat yakin."
"Bagus kalau begitu," Charles menepuk meja dengan santai, "kita sudah siap untuk besok malam."
Oscar mengangkat kepalanya menatap dua orang Inggris itu. Sorot matanya seakan-akan bilang bahwa ini adalah rencana tergila dalam sejarah umat manusia, dan tidak mungkin ada orang yang bisa melakukannya.
"Secepat itukah kau mengambil keputusan?"
Charles menatap Oscar dengan pandangan yakin. "Tentu saja. Kita harus hidup dengan gesit di zaman serba cepat ini. Ditambah lagi, aku membutuhkan jantung wanita itu."
"Jangan khawatir, Oscar. Meski kau melihatku sebagai seorang wanita yang lembut, ringkih, dan polos, juga terkadang bodoh dan gegabah, aku tidak akan menyalahkanmu. Diriku memang tidak dibentuk untuk menjalani tugas tersebut. Aku adalah fighter, prajurit medan pertempuran. Sekuat apa pun musuhnya, aku akan terus melawan. Aku mendedikasikan hidupku untuk penciptaku."
Omega menimpali ucapan tuannya, mengarah pada Oscar. Pada momen itu, Oscar sadar, semuanya menjadi mungkin. Masih mungkin, ia masih ragu. Akan tetapi, dengan kekuatan dua orang Inggris yang tiba-tiba datang ke kotanya itu, ia yakin, Ratu Jahat dapat dikalahkan.
"Aku setuju." Oscar akhirnya menunjukkan sebuah optimisme. "It's now or never."
"Seperti itulah semangat yang ingin kudengar darimu, Oscar!" kata Charles, kemudian memanjangkan tangannya ke depan, menampilkan punggung tangan. "Mari kita berteriak untuk esok malam!"
Spontan, Oscar ikut menjulurkan tangannya, meletakkan telapaknya di atas milik Charles. Omega, seperti biasa, perlu sedikit waktu untuk memproses apa yang terjadi. Matanya melebar, kepalanya miring, ia menatap kegiatan yang dilakukan Oscar dan tuannya itu dalam-dalam.
"Untuk apa?" tanyanya.
"Dengar, Omega." Charles menoleh. "Ini adalah yel-yel. Sebuah teriakan pembakar semangat yang sering dilakukan para prajurit sebelum pergi ke medan perang."
Omega mengerjap beberapa kali sebelum berhasil menangkap maksud perkataan itu. "Oh, untuk membakar semangat, ya? Aku pernah melihatnya di beberapa tayangan dokumenter. Kalau tidak salah, para prajurit Argentina pada Perang Mesin Kedua melakukan itu, dan mereka semua mati beberapa menit setelahnya!"
"Iya, aku tahu." Charles menekuk wajahnya, memotong Omega dengan cepat. "Tapi jangan dilihat matinya mereka, lihat saja semangatnya. Oke?"
"Baiklah." Mesin wanita berambut merah itu akhirnya meletakkan telapak tangannya di bagian paling atas.
Semuanya berjalan dengan benar-benar canggung. Mereka bertiga hening karena buntu akan kata-kata. Tatapan lelah penuh tanda tanya di antara ketiganya seakan bersahut satu sama lain: "Sekarang apa?"
***
Pukul 11 malam, keesokan harinya.
Charles, Omega, Oscar, dan enam orang mesin berangkat dari The Dome of Savior. Mereka sekarang berjalan menuju utara, mencari dataran tinggi. Langit bagaikan kanvas hitam yang ditaburi gliter pada malam itu. Bintang-bintang berdiri bagai titik kesempurnaan, menyinari padang pasir Karasburg dengan mandiri. Suasananya begitu hening, hanya ada embusan angin.
Mereka bersembilan berjalan bergerombol dengan pelan, membentuk lingkaran, agar dapat melindungi satu sama lain dari segala arah. Omega terus membidik sekitar, sama dengan enam mesin anak buah Oscar, sementara Charles terus menekan tombol pada mesin pendeteksi chip nama-nama yang baru ia beli (karena yang sebelumnya meledak). Di sana tertulis nama Evil Queen dan Santa Claus. Sampai sekarang, belum terdengar bunyi apa pun darinya.
Oscar berdiri di tengah-tengah lingkaran dengan perlindungan ketat, sebab ialah orang yang menjadi kunci kehidupan bagi delapan orang lainnya. Oscar membawa satu Divine Dome yang berbentuk piring ceper di atas kedua telapak tangannya. Satu Divine Dome lagi ia tinggalkan di bar, untuk melindungi mesin-mesinnya. Dome tersebut memancarkan gelombang biru yang hampir tak terlihat oleh mata, membentuk sebuah kubah yang menangkal panasnya suhu gurun di malam hari.
"Berapa suhu di luar?" Oscar bertanya.
Charles menembakkan thermo gun-nya, kemudian memperhatikan layarnya. "Delapan puluh dua derajat celcius. Gila."
"Tetap jaga langkah kalian. Kita semua aman di dalam suhu kubah ini."
"Oscar, di manakah kita akan memanggil Ratu Jahat itu?" Omega bertanya, masih dalam posisi membidik.
"Reruntuhan gereja di bukit utara."
Charles bertanya, "Kenapa di sana?"
Oscar hening, sebelum akhirnya menjawab, "Aku pernah menjadi anak yang religius sebelum akhirnya membunuhnya."
Charles bertanya kembali, "Membunuh siapa?"
"Tuhan."
"Kenapa kau membunuhnya?"
"Aku bebas ketika aku sadar bahwa dogma-dogma itu menghilang, bersamaan dengan makna fana kehidupan yang aku kejar dan pegang sejak dulu. Untuk hidup adalah untuk kehilangan sesuatu. Aku kehilangan surgaku, Kota Karasburg, selama-lamanya."
***
| Sekilas INK-fo |
Jetpack dikenal sebagai sebuah alat yang digunakan untuk terbang di udara, berbentuk seperti tas ransel yang dibawa di punggung. Sejak memasuki abad 27, jetpack yang demikian dianggap tidak praktis lagi, sehingga para ilmuwan dunia menciptakan jetpack jenis baru. Jetpack ini berbentuk sabuk, dengan dua nozel (pipa tempat keluarnya daya pendorong pada jetpack) di belakang—tepat di atas bokong—dilengkapi dua persneling sepanjang 30 cm di kanan dan kiri untuk mengatur arah.
Tedron adalah jenis senjata api yang menggunakan peluru energi sebagai amunisinya. Peluru energi adalah sebuah jenis peluru yang dibuat dari perpaduan energi radiasi dan listrik yang kemudian diletakkan ke dalam selongsongnya. Peluru jenis ini cenderung bergerak lebih cepat di udara dibandingkan peluru biasa dan dapat memberikan kerusakan yang lebih banyak.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top