BAGIAN 8 - PERKARA MODEL IKLAN POPOK

Tepat pukul tujuh malam, Dito menepati janjinya untuk ke rumah Ayana. Teman KKN dulu sekaligus teman yang merepotkan. Pun ia juga mengajak Rafi. Rafi dan dia sudah cukup kenal akrab. Semenjak ia sering pulang kampung ke Kalimantan. Hampir setiap hari ia sering bertemu Rafi, karena saudaranya adalah rekan kerja Rafi. Soal cinta yang bertepuk sebelah tangan sebelum memulai, Dito juga tahu. Jadi wajar, jika Dito mengerti sebagian rahasia Rafi dulu sewaktu kuliah. Termasuk pernah mencintai Ayana, tapi keduluan orang.

Ayana mengisyaratkan dua temannya itu duduk di ruang tamu rumahnya. Sedangkan ia mengambil duduk di depan mereka, "Mau minum apa, Raf?" tanyanya pada Rafi.

Rafi mengulum senyum simpul sembari menatap Ayana, "Terserah kamu aja Bor," jawabnya yang dibalas Ayana dengan anggukan mengerti.

"Lo Dit?" Sorot mata Ayana beralih menatap Dito untuk menanyakan pertanyaan yang sama. Bibir Dito sedikit bergumam. Tampak memikirkan makanan apa yang ingin ia sebutkan. Dito memang sudah terlalu biasa bersikap seperti itu. Apalagi tentang makanan. Dari dulu dia maju di garda paling depan, "Kalo gue jus aja deh," jawabnya kemudian.

"Jus Alpukat ada?"

"Ada," Ayana mengangguk mengerti. Ia berniat meminta tolong Kinan, Asisten rumah tangganya untuk membuatkan minuman. Namun beberapa detik sebelum ia mengatakannya pada Kinan, Dito menahannya, "Eh, nggak jadi deh Ay, Cappucino dingin aja. Kalo bisa sama cemilannya ya? Ciki-cikian kalo ada,"

Ayana berdecak sebal mendengar permintaan dari temannya itu. Rasanya tangannya gatal ingin menjambak rambut keriting milik Dito, "Lo kira rumah gue warung?"

"Siapa tau anak lo punya persediaan banyak," Dito bergumam pelan saat mendengar protesan dari Ayana. Rafi yang menyaksikan kedua temannya beradu mulut mengenai makanan, hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Bagaimanapun juga Rafi mengenal Ayana. Sudah menjadi pemandangan yang biasa, Ayana tukang 'ngegas', dan Rafi pun telah mengenal Dito. Dito memang tipikal laki-laki terkadang kelewat tidak tahu diri kalau soal makanan.

Ayana beralih menatap Kinan lagi, "Mbak Kinan, minta tolong buatin mereka capucinno dua, sama green tea dua ya? Buah melon sama beberapa cookies di dapur sekalian dibawa kesini aja," perintahnya pada asisten rumah tangganya itu yang berumur sekitar tiga puluh tahunan, seumuran Jefri.

"Iya Bu," jawabnya sembari tersenyum simpul sebelum kembali ke dapur untuk menyiapkan hidangan.

"Pak Jefri mana, Ay?" tanya Dito pada Ayana sembari matanya menelisik sudut seisi ruang tamu.

"Lagi ganti baju, nanti kayaknya nyusul kesini."

Dito mengangguk-anggukan kepalanya, mengisyaratkan ia mengerti akan jawaban dari Ayana. Sorot matanya mengabsen beberapa album foto yang terpasang di ruang tamu. Foto Ayana, dan Jefri yang menampakkan gaya kakunya dalam foto itu. Beberapa juga terdapat foto kedua anaknya yang menampakkan senyum lebar dengan gigi susu yang tak lengkap.

Bibir Rafi tiba-tiba mengulum senyum ke arah Ayana. Terhitung hampir kurang lebih empat tahun ia tak bertemu sahabatnya. Terkadang masih ada rasa getir saat ia melihat foto pernikahan Ayana yang terpajang di dinding ruang tamu. Bisa-bisanya dulu ia menyukai Ayana yang sudah mempunyai suami, karena memang sejak awal Ayana tak pernah memberitahunya. Jadi ia tidak tahu kalau salah sasaran, "Makin cantik aja, Ay!" godanya pelan namun masih dalam nuansa bercanda.

"Buaya mulutnya bisa aja nggak pernah berubah," sahut Ayana cepat seraya terkekeh pelan.

Ayana tersenyum miring memperhatikan penampilan Rafi yang kian berubah dibanding beberapa tahun yang lalu. Rafi dengan kemeja garis-garis biru yang dipadu-padankan dengan celana coklat. Tak lupa lengan kemejanya ia lipat sedikit ke atas menampakan beberapa urat samar yang tercetak di lengannya, "Dandanan lo sekarang beda banget sama jaman kuliah dulu," cibir Ayana balik.

"Ya iya lah, mau burik terus mana ada cewek yang nempel," sahut Rafi cepat seraya sedikit membenarkan jam tangan yang melingkar di tangannya.

Ayana semakin tersenyum miring melihat kesongongan temannya yang dibuat-buat itu, "Nggak jomblo dong sekarang?" tanya Ayana seraya terkekeh pelan, yang membuat Dito juga ikut terkekeh.

"Masih,"

"Kok masih? Bukannya kemarin gue dapat kabar kalo lo udah punya pacar ya, Raf?"

Dahi Rafi berkerut saat mendengar pertanyaan dari Ayana. Sejak kapan ia punya pacar? Perasaan selama beberapa tahun ini ia belum pernah berpacaran, lain lagi kalau gebetan, "Kabar dari Karin?" tanya Rafi memastikan.

Ayana mengangguk kecil, yang dibalas Rafi dengan helaan napas panjang, "Bukan pacar itu, cuma temen deket aja. Kebetulan satu kerjaan," jelasnya pada Ayana.

"Sama-sama jomblo?" tanya Ayana lagi.

Rafi hanya tertawa pelan sembari menggeleng-gelengkan kepalanya, saat melihat sorot mata sahabatnya itu seolah-olah mengintrogasinya, "Dia baru nikah kemarin. Gue kecolongan lagi kesekian kalinya,"

Tawa Dito spontan meledak seisi ruangan. Dito kan memang seperti itu. Meskipun ia sudah tahu alur kisah cinta Rafi, tapi berlagak seolah-olah tak mengerti apa-apa. Dan saat Rafi mengatakan itu, ia ikut terpancing juga untuk mencibir Rafi, "Berapa kali lo emang kecolongan?" tanyanya pada Rafi, padahal dia sudah tau jawabannya.

Rafi tak paham jika ia dipancing Dito untuk membuka kartu lama, "Nggak banyak. Paling 20-an kali," jawabnya seadanya.

Suara tawa Dito semakin mengeras. Tak sadar jika ia tengah bertamu di rumah orang. Mulut ceriwisnya tak bisa dikondisikan. Ayana yang mendengar tawa Dito, hanya ikut terkekeh pelan sembari menggeleng-gelengkan kepalanya, "Kurang gercep. Cewek mana yang mau nungguin. Lo gantungin terus sih. Udah berumur, kelakuannya masih kayak anak SMA urusan cewek. Ngasih perhatian lebih ke perempuan, tapi nggak dikasih kepastian. Jatuhnya PHP,"

"Nggak gitu Bro, gue kan laki. Kita sama-sama laki kan? Setidaknya sebelum menikah gue juga mikir faktor kesiapan finansial dan emosional juga. Kalo masalah biologis emang udah mantep. Kalo urusan finansial, meskipun orang tua gue ekonominya berada, tapi gue juga nggak harus ngandalin ekonomi milik mereka. Ada kalanya, keluar dari zona nyaman, nyari sendiri." jawab Rafi tak terima dirinya dibilang laki-laki pemberi harapan yang tidak pasti.

"Faktor emosional juga harus gue atur sebelum menikah. Sekata-kata kalo ngomong sama istri bisa berabe. Perempuan mana yang mau dikasarin laki-laki kalo udah nikah? Laki-laki itu nahkoda, sekali dia nggak bisa nyetir, bubar dah tuh kapal. Jadi ya, dinikmati aja kalo kecolongan lagi. Berarti dia bukan jodoh gue. Ya meskipun kecolongan itu sakit," jelasnya lagi.

"Lo mah kebanyakan ngitung faktor. Makanya jomblo terus. Faktor mah nggak perlu dihitung, kelamaan. Yang penting mah kawin. Tahun depan kecolongan lagi, mampus lo jadi bujang lapuk. Btw, berkali-kali kecolongan, sakit nggak?" tanya Dito lagi mulai memancing cibiran pada Rafi.

"Ya tergantung, ada yang sakit banget. Ada yang biasa aja. Namanya perasaan wajar, Bro!"

Dagu Dito terangkat seraya tersenyum miring. Ia mengangguk-anggukan kepalanya pelan, sembari tangannya yang menepuk-nepuk pundak Rafi di sebelahnya dan melirik Ayana sekilas, "Yang paling sakit banget kecolongan yang mana?"

"Eum .... Yang sekarang udah punya anak kem—" jawaban Rafi terpotong saat netranya melihat Jefri yang berjalan ke arah kursi ruang tamu yang di duduki Ayana. Shit! Rafi juga menangkap sorot mata Dito yang menatap Ayana sembari terkekeh geli. Dan ia baru mengetahui kalau ia dijebak pertanyaan-pertanyaan Dito. Laki-laki berambut keriting setengah kasar itu memang tidak tahu diri. Kalau suami Ayana tahu yang dibicarakan bagaimana? Rafi bahkan sangat yakin akan ada perang dunia tiga disini, gara-gara Dito.

"Ekhem," Jefri berdehem sebelum dirinya mendudukkan tubuhnya di kursi panjang yang juga diduduki istrinya itu.

"Becanda Ay, jangan dimasukin hati." Rafi berucap pelan ke arah Ayana dan dibalas Ayana dengan kekehan geli karena ia tahu candaannya diketahui suaminya.

Sorot mata Jefri menatap Dito yang juga tengah menatapnya, "Udah lama, Dit?"

"Lumayan, Pak. Oh iya, saya bawa temen nggak papa kan Pak? Kebetulan tadi ada keperluan sama Rafi, jadi saya ajak Rafi sekalian kesini," jawab Dito dengan tawa yang menampilkan rentetan gigi cengiran kudanya sembari sikutnya menyenggol Rafi dan mengisyaratkannya untuk memberi salam ke Jefri juga.

Rafi ikut tersenyum kikuk ke arah Jefri. Bagaimanapun juga ia baru pertama kali ini berhadapan dengan suami sahabatnya itu. Dulu pernah bertemu, namun tidak sedekat ini, "Malam Pak. Saya Rafi tem—" kalimatnya yang belum selesai diucapkan dipotong cepat oleh Jefri. Ia menjabat tangan Rafi kuat seraya tersenyum sekilas ke arah Rafi, "Jefri suami Ayana," Kalimat yang terlontar dari Jefri itu seolah-olah memberi peringatan padanya.

Jefri melepas jabatan tangannya dan kembali duduk sembari tangan kanannya menempel lurus di atas ujung sandaran kursi layaknya duduk merangkul Ayana, "Gimana produk kamu, Dit?" ucapnya santai ke arah Dito.

Ayana yang memperhatikan tangan suaminya itu bertengger di belakang lehernya, lantas menoleh cepat. Ini suaminya kenapa sih? Ia hanya bisa menghela napas panjang melihat tingkah laku suaminya itu yang sedikit aneh.

"Udah ada sampel produknya Pak. Ini saya bawa. Saya kemarin mau nawarin Aidan sama Aviola jadi model popok biar produknya laris. Kalo mereka mau bersedia jadi model buat di upload di Instagram, saya bener-bener seneng banget. Top banget dah," jawab Dito sembari mengeluarkan dua popok yang ia letakkan di atas meja.

Jefri mengambil satu Pampers di atas meja dan membolak-balikkan Pampers itu melihat kualitas produk yang akan dipasarkan Dito, "Berarti sekarang udah mulai produksi popoknya ya?" tanyanya.

"Sebenarnya ini brand sodara saya Pak. Cuma saya ditawarin bantu-bantu bagian marketing. Kebetulan juga bagian iklan dan promosi itu saya yang bantu. Admin Instagram minta saya cari model anak balita atau bayi untuk jadi model Pampers,"

Ayana mengeryitkan dahinya mendengar jawaban dari Dito. Sorot matanya beberapa detik kemudian menatap tajam Dito, "Katanya kemarin brand sendiri, kok sekarang bilang brand sodara?"

"Kemarin gue cuma ngibulin lo Ay, biar lo nggak banyak nolak, terus setuju-setuju aja. Lo kan temen gue sendiri, masa lo nggak mau bantu sih?"

Sorot mata Ayana masih tajam menatap Dito. Kemudian matanya beralih menatap suaminya dan mengisyaratkannya untuk tetap tidak menyetujui tawaran Dito, "Sama aja lo bohongin gue dari awal," gerutunya sebal pada Dito.

Jefri meletakkan Pampers itu ke meja lagi dan tangannya beralih mengambil tangan istrinya untuk ia letakkan di atas pahanya. Perlahan ia mengusap-usapnya pelan, "Nggak papa, Dit! Gini aja, kamu tetap akan dapat model anak-anak buat promo produk popok. Tapi bukan anak saya ya? Saya akan usahakan bantu kamu cari model iklannya." jawabnya menatap Dito.

"Kebetulan sepupu saya dokter spesialis anak. Biar dia sekalian bantu mencarikan. Dia ada kenalan beberapa anak-anak di daycare. Barangkali orang tuanya bersedia. Saya menolak kerja sama dengan kamu bukan berarti produk kamu buruk. Tapi saya ingin menghargai pendapat istri saya. Mungkin lain kali kita bisa kerja sama lagi," lanjutnya memberi penjelasan Dito.

"Saya tetap bantu kamu mencarikan model iklannya. Kalau nanti sudah menemukan model iklan yang cocok, saya minta tolong sama kamu, tetap selalu memberi tahu saudara kamu dan bagian produksinya untuk meningkatkan kualitas produknya agar konsumen juga tidak kecewa sama produk kamu."

Rafi hanya menyimak. Tak ikut menimpali pembicaraan. Namun tangannya menepuk-nepuk pundak Dito memberinya semangat, meskipun tawarannya ditolak Ayana. Ia paham, Dito juga salah, "Iya Pak. Terima kasih. Saya minta maaf kalau saya tidak jujur dari awal." balas Dito.

Jefri mengangguk sembari mengulum senyum simpulnya, "Nggak papa,"

"Maafin gue Ay," ucap Dito pada Ayana yang dibalas Ayana dengan helaan napas, "Gue maafin lo karena memang kita udah sama-sama dewasa. Nggak mau memperpanjang masalah. Kalo lo mau merintis usaha, setidaknya caranya jangan kekanak-kanakan. Jujur itu penting Dit, mau sama temen ataupun orang lain,"

"Mama," suara teriakan nyaring membuat Ayana dan Jefri menoleh ke arah pintu utama. Dan menampakan dua anak kecil yang berlari menuju tempat duduk mereka. Bola mata Dito dan Rafi ikut berputar menoleh ke arah sumber suara.

"Udah pulang?" Ayana menghujani kecupan di pipi Aidan yang ada di pangkuannya. Namun, dengan cepat Aidan mengusap-usap pipinya yang baru saja di cium Ayana. Anak laki-lakinya itu sedikit sensitif jika terus menerus dicium. Berbeda dengan anak perempuannya kalau mendapatkan kecupan dari Sang Papa. Pasti ikut membalas kecupan papanya dan berlagak manja. Lain lagi dengan Jefri jika dikecup Ayana.  Ah, lupakan masalah itu.

"Itu Om siapa? Kok lambutnya kayak mie goleng," ucap Aidan saat menatap Dito yang membuat gelak tawa Ayana pecah. Aidan tampak asing menatap Rafi dan Dito yang datang ke rumahnya. Biasanya jika ada keperluan dengan Ayana, Dito selalu bertemu di Kafe. Baru pertama kali ini bertamu di rumah dan bertemu anak kembar Ayana.

"Hm, sialan. Nggak jauh beda dari emaknya julidnya," gerutu Dito saat anak laki-laki Ayana melontarkan pertanyaan yang sensitif ke arahnya.

"Nama kamu siapa?" tanya Rafi menatap Aidan dan Aviola yang ada di pangkuan Ayana dan Jefri.

"Aidan,"

"Apiola,"

Rafi ikut terkekeh saat keduanya menyebutkan nama masing-masing, "Om Rafi," ucapnya memperkenalkan diri.

"Kalo Om lambut mie goleng namanya siapa?" tanya Aidan lagi karena penasaran dengan nama Dito.

"Dito Saepul ganteng," sahutnya cepat sembari memutar bola mata malas saat anak laki-laki Ayana mencibir rambutnya. Sorot mata Dito beralih menatap Aviola yang tampak memakai dress putih dengan aksen bando pink yang bertengger di atas kepalanya, "Apiola, sini sama Om?" ucapan Dito sukses membuat Ayana ingin menghantam perut Dito dengan kepalan tangannya.

"Macem-macem sama anak gue, pala lo gue ceburin got!" ancamnya yang dibalas Dito dengan kekehan geli.

Bersambung...

Akhirnya aku kembali update. Terima kasih banyak udah sabar nunggu dan masih setia baca cerita cerita Bapak Badak yang aku sendiri juga kadang stuck nggak ada ide buat nulis chapter selanjutnya. 🥺

Guys, cuma mau bilang terima kasih banyak. Kemarin notif wp-ku rame banget. Nggak taunya Thalassophobia Rank #1 Roman 😭😭 sksksksk terus angka folls juga udah 1K 😭😭 ueueueu

Kemarin aku belum update karena lagi stuck nggak ada ide. Dan ada beberapa hate speech masuk. Sempat pengen Hiatus. Tapi balik lagi, anak tuyulku belum kelar. Jadi aku mutusin buat tetep gaskeun! Ada tidaknya hate komen. Makasih banyak udah setia nunggu Bapak Badak ya walaupun tulisan ini belum sesempurna tulisan author lain.

See you next chapter. Kasih tau mana yang typo dan kalimat rancu ya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top