BAGIAN 6 - BRAND AMBASADOR POPOK

"Aviola," panggil Ayana saat langkahnya masuk ke dalam rumah diikuti Jefri yang berjalan sedikit lesu di belakangnya, karena masuk angin yang meruak dalam perutnya. Netranya masih tak menemukan anaknya yang katanya kecebur got.

"Mama," Ayana menoleh saat cicitan kecil dari putrinya itu menggema seisi ruangan. Aviola sedikit berlari diikuti dengan Aidan dan Kinan dari bilik pintu kayu dapur. Netra Jefri dan Ayana sontak menoleh ke arah anaknya yang memanggilnya. Saat tangan Aviola meraih pinggang Ayana, Ayana cepat-cepat mengangkat anaknya ke dalam gendongannya. Sedangkan Aidan berdiri di samping Jefri.

Tangan Ayana mengusap-usap sisa-sisa air mata Aviola yang masih membekas dalam pipi gadis kecil itu. Sorot matanya kemudian beralih menatap Kinan untuk mengetahui cerita yang sebenarnya, "Gimana ceritanya Aviola kecebur got, Mbak Kinan?"

"Mereka udah saya larang Bu, buat nggak main lari-larian, soalnya di luar hujan deras. Tapi mereka tetep nggak mau, Pak Aryo juga sudah ikut bantu ngelarang. Tapi mereka tetep ngeyel mau main kejar-kejaran. Aviola sama Aidan main lari-lariannya di luar rumah. Aidan ngejar-ngejar Aviola. Aviolanya nggak lihat depan kalau lari, keasyikan ketawa. Padahal di depan rumah ada got. Jadi tubuhnya nggak sengaja terpeleset dan masuk got. Pak Aryo langsung ikut bantuin Aviola naik dari got, Bu! Musim hujan gotnya juga banyak airnya," jelas Kinan panjang lebar seraya matanya menatap Ayana.

Aidan yang ikut mendengarkan tangannya lantas menarik-narik ujung baju Ayana, mengisyaratkan Ayana untuk menoleh ke arahnya, "Mama, Apiola tadi wajahnya kayak Batman. Hitam semua," ujarnya diiringi gelak tawa yang menggelegar. Sampai-sampai Jefri sendiri ikut menahan senyum di bibir pucatnya.

Aviola yang mendengar ucapan dari Aidan spontan tangannya bersendekap dada dengan bibir yang kian mengerucut, "Aidan nakal," gerutunya sebal.

"Aidan," Ayana lagi-lagi mencoba untuk memperingati anaknya agar tak bertengkar satu sama lain. Aidan maupun Aviola. Mereka memang masih kecil, namun didikan kuat dari Sang Ibu tetap berperan penting dalam pertumbuhannya sampai dewasa kelak.

"Bu, lutut Aviola tadi luka. Tapi dia nggak mau saya obati, Ibu tolong obati Aviola ya?" Kinan berusaha memberi tahu Ayana kalau lutut Aviola sempat berdarah dan sedikit memar karena terbentur tepi sudut got.

Ayana mengangguk mengerti. Netranya menatap lutut anaknya yang memang masih sedikit memar dan kemerahan. Tangannya reflek mengelus-elus pelan lutut anaknya, "Iya, makasih Mbak Kinan, biar saya yang ngurus anak-anak. Mbak Kinan saya minta tolong buatkan nasi tim sama ayam kecap kesukaan Pak Jefri ya? Sayurnya udah ada kok, nanti minta tolong diangetin lagi," perintahnya pelan seraya tersenyum simpul.

Sebenarnya sedari tadi Ayana memikirkan sesuatu yang melintas di otaknya. Terbesit ide yang pastinya membuat anaknya dan dia cukup senang. Namun, tidak dengan suaminya itu. Sorot matanya menatap Jefri sekilas yang juga ternyata menatapnya. Beberapa detik kemudian netranya beralih menatap Aviola sembari mengulum senyum penuh arti, "Mau nge-dance bareng Mama nggak? Mama punya lagu yang bagus banget buat nari-nari,"

Bibir Aviola yang tadinya mengerucut tiba-tiba memudar. Mata kecilnya sedikit berbinar saat Ayana membujuknya, "Nali-nalinya dimana?" tanyanya penasaran.

See? Membujuk Aviola dengan cara ini memang sangat ampuh. Bibir Ayana tersenyum simpul saat memperhatikan raut wajah Aviola yang tadinya sempat memberengut kesal, menjadi berubah seketika karena tawarannya, "Di kasur," jawab Ayana.

"Aidan nggak usah diajak," cicitnya melirik tajam ke arah Aidan, yang membuat Aidan membalas dengan tatapan tajam juga ke arah Aviola. Aidan spontan menjulurkan lidahnya memberi tatapan mengejek Aviola. Dan Aviola reflek melengos, tak ingin menatap Aidan. Kepalanya ia sembunyikan di sisi leher Ayana, kemudian memeluknya erat.

"Aidan mau ikut Pak Alyo," ucapnya menatap Jefri yang berdiri di sampingnya, seolah-olah mengisyaratkan Jefri agar memberinya izin ikut Pak Aryo.

"Ya udah sana! Hati-hati, yang baik kalau main." Jefri mengulum senyum. Untunglah, Aidan tak ikut dengannya. Artinya ia bisa istirahat lebih lama tanpa diganggu anak. Karena tubuhnya saat ini tak bisa dibohongi dan ingin cepat-cepat beristirahat.

"Mbak Kinan, nanti kalau makanannya sudah siap. Kasih ke Pak Jefri langsung aja ya?" pinta Ayana ke arah Kinan yang belum beranjak.

"Iya, Bu!" Kinan mengangguk. Netranya menatap Aidan dan merangkul pundak Aidan untuk ikut dengannya. Ia berniat mengantar Aidan ke gazebo pekarangan di belakang rumah untuk melihat Pak Aryo yang tengah menyiapkan pupuk tanaman disana.

"Ayo ke kamar?" Ayana mengajak Aviola untuk bermain di kasurnya. Iya, tempat yang paling Ayana suka saat mengajari anaknya dance, konser bak penyanyi-penyanyi terkenal disana.

Jefri yang mendengar istrinya itu mengajak anaknya untuk konser di kasur ranjangnya, cepat-cepat menahan tangan Ayana agar tak beranjak, "Di ruang tamu aja. Saya mau tidur!"

"Mas, kamu jangan tidur di kamar. Di sofa dulu aja sementara. Aku mau konser sama Aviola," tuturnya agar Jefri tidak menggangu ritual menyenangkan yang selalu Ayana lakukan dengan anaknya, ketika membujuk anaknya yang menangis. Dan Jefri lagi-lagi tidak boleh menganggu.

Jefri menatap tajam Ayana, "Suami kamu sakit,"

"Iya tau. Tapi kamu rebahan di kamar anak-anak aja atau di sofa. Kamarnya aku pakai dulu buat konser,"

Kepala Jefri menggeleng cepat. Sorot matanya masih menatap Ayana tajam seolah-olah ia tidak ingin diganggu tidurnya, "Gak! Males,"

"Mas, nggak peka banget jadi Bapak. Anak kamu rewel, kamu ngalah dong!"

"Gak, saya tetep mau tidur di kamar. Suami kamu sakit. Kamu sebagai istri, harusnya paham kondisi suami,"

"Tapi anak kamu rewel, kamu juga harus paham dong jadi Bapak,"

"Saya mau tidur. Kamu kalo mau konser, di genteng Pak RT sana sekalian. Biar rame," ucapnya sebelum beranjak terlebih dahulu berjalan menuju kamarnya.

Ayana yang melihat suaminya itu mulai beranjak, cepat-cepat menurunkan Aviola dalam gendongannya. Matanya menatap Jefri sebal, sama seperti tatapan dulu ketika ia dan Jefri baru pertama kali menjalani pernikahan. Sebenarnya kata romantis itu hanya sekedarnya saja. Selebihnya kehidupan rumah tangga mereka masih sama seperti dulu. Selalu mempeributkan masalah yang tidak penting.

"Mas!"

"Apa?"

"Di kamar anak-anak dulu,"

"Nggak,"

Tangan Ayana spontan menarik tangan Jefri yang tengah berniat untuk naik ke anak tangga menuju kamarnya. Dalam hati Ayana sebenarnya ingin menjambak rambut suaminya yang tidak mau mengalah itu. Namun ia urungkan. Otaknya lagi-lagi terbesit ide cemerlang yang pasti membuat suaminya mau mengalah.

Cup!

Bibir Ayana tiba-tiba mendarat di pipi Jefri. Tangannya bergelayutan manja di lengan suaminya. Sampai-sampai Aviola menggeleng-gelengkan kepalanya melihatnya. Kalau seperti ini kan suaminya itu mau mengalah, "Di kamar anak-anak dulu ya, suamiku? Please!" pinta Ayana dengan nada manja.

"Ya," Jefri menghela napas, lagi-lagi ia harus mengalah dengan istrinya. Ia paling tidak tega jika Ayana sudah bersikap seperti itu. Lagi-lagi harus terpaksa mengalah dan tidur di kamar anaknya.

"Ayo Aviola, udah siap konser sama Mama?" Aviola mengangguk semangat. Dan sedikit berlari menuju kamar Mamanya. Sedangkan Ayana mengikutinya dari belakang.

Tanpa waktu lama, tubuhnya sudah naik ke atas ranjang saat Ayana mulai memutar audio speaker dengan volume paling tinggi. Bibir Ayana tak bisa menahan tawa saat ia baru menyadari kalau sebelah kamarnya adalah kamar anaknya yang dipakai tidur suaminya saat ini, "Aviola, tapi sebelum konser lukanya diobati dulu ya?"

Aviola menggeleng pelan. Bibirnya mengerucut lagi saat Ayana berniat untuk mengobati luka anaknya, "Nggak mau, mau konsel dulu,"

"Hey, nanti semakin parah dong! Dikit aja. Nggak sakit kok!" Ayana mendekat ke arah Aviola seraya mengulum senyum simpulnya. Mengisyaratkan Aviola untuk duduk di sampingnya, di tepi ranjang.

Jari jemarinya berkutat mengobati lutut anaknya yang sedikit memar. Sesekali Aviola merintis kesakitan, namun dengan cepat Ayana mengusap-usap lembut pucuk kepala anaknya, "Udah selesai, kalau nari pelan-pelan ya? Biar nggak sakit,"

"Ayo, mulai?" Ayana beranjak lagi dari duduknya dan berjalan ke arah audio speaker untuk memutar lagu-lagu Korea kesukaannya. Dan saat ini yang ia putar adalah lagunya Super Junior, Sorry Sorry. Tidak tau mengapa, tiba-tiba lagu itu sudah terbesit di otak Ayana tanpa diperintah.

"Ikuti Mama Aviola," Ayana berlari dan melompat ke atas ranjang. Membuat perut Aviola sedikit menggelitik, melihat Mamanya bertingkah seperti itu.

"Sorry Sorry Sorry Sorry
Naega naega naega meonjeo
Nege nege nege ppajyeo
Ppajyeo ppajyeo beoryeo baby," tangan Ayana seolah-olah menirukan gerakan dance Super Junior, mengatupkan kedua tangan menjadi satu, dan menggoyang-goyangkan tangannya. Aviola yang berdiri di belakangnya pun ikut menirukan.

"Soli Soli Soli nega nega nega pocong nega mizon mizon bebeh," sahut Aviola seraya menggoyang-goyangkan pinggulnya.

Ayana tampak terkekeh saat Aviola salah menirukan gerakannya. Bukannya menirukan gerakan Ayana, Aviola malah menirukan gerakan penyanyi dangdut yang ia tonton bersama neneknya kemarin malam.

"Anak gue kenapa jadi biduan dangdut gini, sih?" gumam Ayana seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.

Aviola mensejajarkan tangannya dan meluruskan ke depan. Jari telunjuknya ia letikkan, dan pinggulnya ia goyang-goyangkan ke kanan kiri, "Soli Soli Soli nega nega, hem mbus hem mbus, nega nega bebeh!"

"Yey,"

"Holee!"

"Tetteteretrettt tetet,"

"Tetetetelelet leletetet!"

"Ma, setelah lagu Soli Soli. Telus lagu Kaltoyono, ya?" teriak Aviola yang masih asik menggoyang-goyangkan pinggulnya.

🌸🌸🌸

"Bubur kamu nggak kamu makan, Mas?" Ayana mengikat rambutnya ke belakang, dan menyisakan beberapa anak rambut yang jatuh di samping telinganya. Membuat leher jenjangnya terlihat bebas oleh Jefri.

Jefri mengangguk. Ia beranjak duduk di tepi ranjang, "Udah,"

"Udah minum obatnya?" tanya Ayana lagi seraya naik ke atas ranjang, menatap suaminya yang sudah bersandar di kepala ranjang sembari masih memijit-mijit pelipisnya pelan.

"Udah,"

"Minyak angin?"

"Belum," Jefri menggeleng. Tangannya menepuk-nepuk pundaknya seolah-olah mengisyaratkan Ayana untuk memijitnya di bagian itu.

"Manja!"

"Itung-itung bayar, kamu tadi udah ngerusakin kasur ini sama Aviola. Suami lagi sakit, malah konser sama anak di kasur," tangan Jefri menarik hidung Ayana sampai istrinya itu meringis kesakitan.

Tangan Ayana spontan menarik kasar pinggang Jefri yang tertutup kaus hitam tipisnya, "Nggak usah kebiasaan tarik-tarik hidung orang. Kalo hidung istri kamu putus, mau ganti?" gerutunya sebal ke arah Jefri. Suaminya itu memang tidak tau diri. Dari dulu kebiasaannya tidak pernah berubah. Dan Jefri hanya membalasnya dengan kekehan geli karena istrinya memberengut kesal.

Dreett...dreett...dreettt....
Ponsel Ayana berdering di atas nakas membuat Jefri ikut menoleh ke arah ponsel itu. Selarut ini, kenapa ada yang menelfon istrinya?

"Siapa?" Jefri penasaran saat istrinya tak menjawab pertanyaan yang ia ajukan.

Tangan Ayana meraih ponselnya yang terletak di atas nakas. Bola matanya berputar saat membaca nama yang tertera di layar ponselnya. Perlahan mau tak mau ia harus menjawab sambungan telepon dari ponselnya, "Ada apa Bapak Dito yang ganteng? Tengah malem telepon istri orang, bagus banget ya Pak?" sindirnya sebal karena teman satunya itu tak tau waktu, kalau berniat menghubungi seseorang.

Jefri menghela napas lega saat sepasang telinganya mendengar nama 'Dito' yang tengah menghubungi istrinya. Setidaknya ia tau teman istrinya itu. Ia tak perlu khawatir dan memikirkan hal yang tidak-tidak.

"Hallo Ay. Ganggu gak nih?"

"Ganggu," sahut Ayana cepat.

"Ya maaf Bu Ayana yang terhormat," jawabnya santai dan masih terdengar kekehan ringan dari sambungan telepon.

"Mau ngomong apaan? Cepet!"

"Galak amat lo, kayak Kudanil mau kawin aja buru-buru,"

Bola mata Ayana melebar saat mendengar jawaban Dito, "Nggak usah lama-lama kalo ngomong, suami gue orangnya cemburuan." ujarnya melirik Jefri sekilas, yang membuat Jefri ikut terkekeh.

"Songong banget mentang-mentang lo udah kawin lama, Gue telfon lo, mau ngomong penting,"

Netra Ayana beradu pandang dengan Jefri beberapa detik, "Apa?" tanyanya pada Dito.

"Anak lo mau jadi model nggak?" tawaran yang tak masuk akal tiba-tiba keluar dari mulut Dito, yang membuat Ayana dan Jefri mengerutkan dahinya secara bersamaan.

Ayana sedikit menggeser tubuhnya mendekat ke arah suaminya. Dan menempelkan kepalanya di pundak Jefri. Ponsel yang ia genggang ia dekatkan ke arah bibirnya, "Maksud lo apa? Nyuruh anak gue jadi model?" tanyanya ragu.

"Anak lo kan lucu-lucu kembar, apalagi yang laki, ganteng macem gue! Nah, gue mau nawarin buat jadi model brand milik gue sendiri yang beberapa bulan ini mau rilis produk. Mau nggak?"

Tawaran Dito semakin membuat Ayana ragu. Dito kan memang dari dulu tidak meyakinkan, "Produk apaan?"

"Popok,"

"Popok apaan?"

"Ya popok anak-anak lah bego. Masak popok lansia. Popoknya tipis tapi bisa menyerap berkali-kali lipat air kencing bayi dan anak-anak. Anti bakteri sama iritasi. Harganya kisaran lima ribu per biji,"

Ayana menggeleng cepat. Dibilang juga apa? Produknya tidak jelas kan? Bisa-bisanya Ayana meladeni Dito, "Nggak, gue nggak ngizinin, anak gue umur tiga tahun, sekarang udah nggak ngompol. Lagian, nanti kalo nggak cocok sama produk lo, pantat anak gue bisulan, lo mau tanggung jawab?"

"Besok gue ke rumah lo deh, bawa popoknya. Biar lo tau sampel kualitas produk gue,"

"NGGAK! SUAMI GUE NGGAK NGIZININ. PRODUK LO NGGAK JELAS," teriak Ayana sebal pada Dito yang terus-menerus membujuknya untuk menyetujui permintaan aneh itu.

"Ay, jangan gitu lah sama temen sendiri,"

"Lo aja yang jadi modelnya,"

"Yang bener aja lo Ay,"

Helaan napas panjang terdengar dari sambungan telepon, "Pak Jefri, mau nggak Pak? Sekali-kali jangan nurut sama istri Bapak, nurut sama saja aja."

Jefri mengambil ponsel Ayana dalam genggaman istrinya. Membiarkan Ayana menggerutu sebal, namun kepalanya masih betah menempel di pundaknya, "Dit, besok ke rumah saya saja. Saya mau bicara sama kamu,"

Reflek Ayana mengangkat kepalanya, sedikit mendongak menatap Jefri yang tiba-tiba mengizinkan Dito untuk datang ke rumah, "Kok kamu izinin?"

"Bener Pak?" tanya Dito penasaran sekaligus kegirangan dalam sambungan telepon yang membuat Ayana mendengus sebal.

"Pokoknya kamu ke rumah saya aja dulu. Saya tutup telfonnya ya?"

"Iya Pak, terima kasih." sahut Dito cepat sebelum sambungan telepon itu terputus.

Tangan Ayana memukul lengan Jefri pelan. Bibirnya mengerucut, dengan perasaan sebal yang menggenang dalam hatinya, "Kamu mau Aidan sama Aviola bisulan, Mas?"

"Nggak," jawab Jefri santai.

"Terus kenapa kamu ngizinin Dito?"

Bibir Jefri mendarat di bibir Ayana yang sedari tadi menggerutu sebal. Dan hanya ulasan lembut dari bibir suaminya yang bisa menghentikan gerutuan dari Ayana, "Lihat besok aja. Sekarang udah malem. Ayo tidur!"

To Be Continue ...

Si Bapak mau ngapain Dito? Wkwkwk

Akhirnya, aku update 😭😭 makasih udah nungguin. Kemarin mau update tapi masih di kota orang. Gak sempet nulis sama edit. Gas pol sekarang. Sampai jumpa setelah tanggal 17 ya? Tanggal 17 kan wattpad lagi perbaikan lagi. Jadi setelahnya aku bakal balik lagi.

Kasih tau typo dan kalimat rancu ya? See you 🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top