BAGIAN 37 - GARA-GARA BU DHE

Nggak terlalu panjang. Cuma 2200an kata, semoga suka. Karena ini mau ending tinggal 4 part lagi. Aku nggak terlalu menuntut harus nargetin komen dan vote ya? Kalau suka tancap gas vote langsung dan komen keluh kesal, seneng sedih apapun itu disini waktu baca Macarolove.

Aku akan kembali lebih cepat asal komennya lucu-lucu dan menghibur wkwk 🤣

💰💰💰

"Perempuan yang Mas kamu nikahi itu nggak bener. Keluarganya aja udah nggak ada yang bener semua. Seharusnya dia nggak masuk di keluarga Al-Haqq. Makanya Bu Dhe sampai kapanpun nggak setuju Mas kamu sama dia. Al-Haqq itu keluarga baik-baik, nggak seharusnya tercemar kabar buruk cuma gara-gara satu kesalahan fatal dari salah satu anggota keluarga," ujar Bu Dhe seraya sibuk bersendekap dada. Sesekali netra tajamnya mengarah ke Ayana yang masih terbaring disana.

Begitupun juga dengan Rania. Pikiran jernihnya telah tercemar ujaran kebencian dari Bu Dhe. Rania yang tadinya tak mengetahui apa-apa mengenai masalah pernikahan Jefri, kini ia seakan-akan sangat tahu sisi kelam Ayana sebagai istri Jefri. Otak Rania seolah-olah teracuni semua omong kosong perempuan paruh baya itu, "Iya Bu Dhe, Rania juga was-was. Takut tiba-tiba istrinya Mas Jefri melukai-"

"Siapa yang nggak pantas masuk di keluarga Al-Haqq?" Ucapan Rania tiba-tiba dipotong oleh Jefri. Deretan kalimat panjang yang Bu Dhe lontarkan tadi masih melekat di telinga Jefri. Sangat jelas. Jefri sengaja keluar dari balik tembok penghalang itu. Ia berjalan mendekat ke arah Bu Dhe dan Rania.

Guratan amarah menyeruak di wajah Jefri. Ia sudah sangat lama bersembunyi disana. Usai mengadzani bayi kecilnya, Jefri sengaja cepat-cepat menyusul Ayana. Tapi tadi ternyata langkahnya terhenti saat dua orang manusia tengah membicarakan hal buruk tentang istrinya. Jefri sengaja tak menegurnya langsung. Ia ingin tahu sejauh mana dua perempuan itu membicarakan istrinya.

Dan amarah Jefri meledak. Percuma saja Jefri membiarkan dua orang itu membicarakan istrinya. Mereka tak akan pernah berhenti menjelek-jelekkan istrinya. Jadi Jefri memutuskan untuk menghampiri mereka berdua. Terserah apa yang nantinya akan terjadi. Saat ini kewajibannya adalah membela Sang Istri lebih dari ia membela dirinya sendiri.

Mata Bu Dhe membulat sempurna saat keponakannya itu tiba-tiba berdiri di belakangnya dengan mata yang berkilat tajam, "Je-Jefri?" ujarnya setengah terperanjat.

Sorot mata Jefri masih menajam sempurna. Tangannya mengepal keras dan netranya tak berhenti menatap tajam Bu Dhe dan Rania secara bergantian, "Jefri tanya siapa yang nggak pantas masuk di keluarga Al-Haqq?"

Mendengar pertanyaan dari keponakannya, bibir Bu Dhe berangsur menampilkan senyum kikuknya. Sebisa mungkin ia bersikap biasa saja ke arah Jefri agar Jefri mau menurunkan amarah terhadapnya, "Sejak kapan kamu disini, Nak? Anakmu sudah selesai kamu adzani?" tanyanya lembut berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Jawab! Nggak perlu berkelit mengalihkan pembicaraan. Jefri tanya siapa yang nggak pantas masuk di keluarga Al-Haqq? Ayana? Iya?" Jefri terus saja mendesak Bu Dhe agar perempuan paruh baya itu mau mengakui kesalahannya.

Namun Bu Dhe tetaplah Bu Dhe. Perempuan paruh baya itu tak ingin mengakui bahwa dirinya yang salah. Tubuh dan pikirannya sudah terbalut gengsi dan gila hormat. Menganggap seakan-akan dirinya paling disanjung di lingkungan sekitar. Dan ia menganggap bahwa ia tak bisa disalahkan siapapun termasuk keponakannya sendiri.

"Kenapa kamu lihat Bu Dhe kayak gitu? Mana tata krama yang Bu Dhe ajarkan waktu kecil kalau kamu nggak seharusnya menatap tajam orang yang lebih tua seperti itu. Kamu udah dewasa, seharusnya kamu tahu tata krama yang baik untuk orang yang lebih tua, belajar dari mana kamu? Sikap kamu ke Bu Dhe udah kayak narapidana yang minim etika," ucap wanita paruh baya itu sedikit menyindir Ayana namun hanya sekilas.

Sungguh. Jefri kali ini sangat geram dengan anggota keluarganya sendiri. Di depan orang lain mereka seolah-olah menampakkan keluarga yang terpandang. Tapi di dalam keluarga sendiri, seakan-akan mencerminkan titisan iblis yang sangat gila hormat. Jefri benar-benar tak habis pikir.

"JAWAB PERTANYAAN JEFRI! SIAPA YANG NGGAK PANTAS MASUK DI KELUARGA AL-HAQQ?" bentak Jefri pada Bu Dhe ataupun Rania sampai keduanya terlonjak kaget karena ucapan Jefri.

Rania menarik tangan Jefri menjauh dari kamar Ayana. Bu Dhe pun ikut berjalan mendekat ke arah mereka. Bibir Rania ikut bergetar dan netranya sedikit berkaca-kaca karena Jefri berani membentaknya untuk pertama kali, "Mas Jefri! Rania nggak nyangka Mas Jefri jadi sekasar ini sekarang," ucapnya pelan.

Jefri memutar bola matanya malas. Ia muak dengan sikap Bu Dhe dan Rania. Terserah orang lain bilang apa tentang dirinya, yang terpenting Jefri sudah melakukan kewajibannya untuk melindungi istrinya.

"Kalau memang menurut Bu Dhe Ayana nggak pantas masuk di keluarga Al-Haqq, berarti Bu Dhe juga menganggap bahwa Jefri nggak pantas masuk di keluarga Al-Haqq. Jefri udah bilang berkali-kali kalau memang nggak ikhlas datang menjenguk Ayana. Nggak perlu kesini! Jefri nggak butuh bantuan Bu Dhe sedikit pun. Jangan mengotori rumah sakit dengan mulut tajam Bu Dhe yang Bu Dhe lontarkan tadi di depan kamar Ayana! Jefri udah mendengar semua," tutur Jefri menggebu-gebu menahan amarahnya di depan keluarganya sendiri.

Plakk!!

Sebuah tamparan keras melayang di pipi Jefri. Tamparan itu datang dari tangan Bu Dhe yang mendarat disana. Mungkin bagi Jefri ini tak sebanding dengan rasa sakit istrinya yang telah dihujat oleh perempuan paruh baya itu. Tamparan itu tak berarti banyak bagi Jefri.

"Kamu udah berani sama Bu Dhe. Bu Dhe kesini datang baik-baik, menjenguk istri kamu, anak kamu. Datang jauh-jauh dari Malang, balasan kamu selalu aja menganggap Bu Dhe sendiri orang paling jahat. Padahal udah jelas-jelas istri kamu yang paling nggak bener di keluarga Al-Haqq. Racun apa yang diberikan istri kamu sampai kamu bisa ngelawan orang tua kayak gini, Jef!" Bibir ranum milik wanita paruh baya itu sedikit bergetar karena menahan amarahnya pada Jefri.

Jefri menghela napas panjangnya. Batinnya bergulat terputar kenangan buruk yang pernah ia torehkan pada Ayana di dalam kapal pesiar beberapa tahun yang lalu sampai membuat Ayana mengorek luka lamanya. Dan saat ini? Jefri tidak akan membiarkan luka itu terbuka lagi.

"Jefri membela Ayana bukan karena Ayana yang menyuruh. Tapi memang Bu Dhe yang salah sejak awal. Bu Dhe nggak pernah sadar dari awal sampai saat ini masih menghujani lontaran kebencian di depan maupun di belakang Ayana dan berdalih mau melindungi Jefri. Apa yang mau Bu Dhe lindungi? Nggak ada yang perlu dilindungi," tegas Jefri dengan mata yang berkilat tajam.

Jefri tak peduli banyak orang berlalu lalang di sekitarnya, memperhatikannya yang tengah menahan amarahnya. Yang jelas saat ini Jefri benar-benar muak dengan sikap Bu Dhe yang dari dulu tak pernah menyukai Ayana.

"Yang seharusnya Bu Dhe lindungi itu mulut Bu Dhe sendiri. Ayana nggak sekeji yang Bu Dhe pikirkan. Jangan membanding-bandingkan Amira dan Ayana. Belum tentu juga kalau misalkan Jefri menikah dengan Amira, Amira akan setulus Ayana saat dia mencintai Jefri," tambah Jefri lagi menegaskan ke arah Bu Dhe.

"Kamu bener-bener mengecewakan Bu Dhe, Jef!"

Kalimat Bu Dhe seketika dipotong oleh Jefri dengan penegasan yang membuat Bu Dhe tak bisa berkutik sedikitpun untuk membela dirinya, "Kalau aja Abi nggak mendidik Jefri dengan baik. Tangan Jefri sudah mendarat di pipi Bu Dhe. Sayangnya Abi nggak mengizinkan Jefri bersikap kasar ke orang lain,"

"Dan sekali lagi Jefri peringatkan kembali ke Bu Dhe, Abi selalu mengajarkan Jefri tata krama dan ajaran agama yang menurut Beliau itu benar, Beliau juga yang mengizinkan Jefri menikah dengan Ayana. Beliau nggak pernah mempermasalahkan wali. Karena pendapat ulama yang Abi anut memperbolehkan wanita yang Jefri nikahi menggunakan wali hakim untuk menikah. Ayana punya alasan untuk itu. Dan alasan itu karena wali nikahnya sulit untuk dicari," tambahnya lagi.

Jefri menghela napas sebelum melanjutkan kalimatnya yang sudah ingin terlontar dari bibirnya, "Beda cerita dengan wanita yang dinikahi punya wali. Walinya masih hidup. Walinya ada di samping wanita itu. Meskipun wali itu sangat buruk kelakuannya, tetep, wanita itu harus menggunakan wali Ayahnya sendiri. Kalau memilih wali hakim yang menjadi walinya padahal ayahnya ada. Berarti menyalahi aturan agama. Pernikahannya tidak sah," jelas Jefri.

Bu Dhe terlihat ingin mengumpat. Tapi umpatannya itu masih tertahan di bibirnya. Ia mengepalkan kedua tangannya. Tapi tangannya tak mampu melayang di depan wajah Jefri.

Jefri sedikit terlihat mengatur napasnya sebelum kalimat-kalimatnya terluap lagi, "Tapi Ayana? Mana Ayahnya? Waktu Ayana menikah aja berita mengejutkan itu datang. Ayahnya ternyata buronan narapidana pembunuhan. Dan tak lama kemudian ternyata polisi menemukan jasad ayahnya ditemukan gantung diri,"

"Jefri sudah menanyakan ke Tante Ratna kenapa Ayana tak diizinkan bertemu ayahnya? Karena ayahnya telah tiada juga sama seperti Mamanya
Kalaupun ayahnya masih hidup, hidup Ayana nggak pernah tenang," lanjutnya lagi.

"Terus Ayana harus meminta siapa yang jadi walinya? Dia nggak punya saudara laki-laki. Dan ayahnya anak tunggal. Kakeknya udah meninggal. Saudara lelaki seayah seibu, saudara lelaki seayah, anak lelaki saudara lelaki seayah seibu, anak lelaki saudara lelaki seayah, paman dari pihak ayah, dan anak lelaki paman dari pihak ayah. Semuanya Ayana nggak punya. Dan wali hakim yang akhirnya memutuskan," jelas Jefri dengan penuh amarah yang membuat Bu Dhe tak bisa membantah lagi.

"Waktu menikah, Jefri memang tak mengetahui keberadaan ayahnya. Tapi Umi dan Abi tahu mengenai ini. Makanya dia setuju. Waktu tahu kasus ayahnya yang sangat berat. Ayana masih bersikap biasa saja sama seperti orang-orang pada umumnya di depan kita. Tapi dalam hati kecilnya kita nggak tau dia menjerit, dia terluka. Nggak ada orang yang tahu. Dan Jefri tanpa sengaja pernah menyakitinya. Tapi dia dengan tulus memberi kesempatan kedua untuk Jefri kembali," tuturnya lagi membungkam mulut Rania dan Bu Dhe.

Apa yang mengganjal di bibir Jefri telah ia lontarkan. Ia sangat geram terus-menerus mendengar desas desus mengenai istrinya. Istrinya yang tak salah sedikitpun bisa menjadi korban kejahatan mental orang-orang di sekitarnya.

"Semua luka yang Ayana telan telah ia lalui. Dan Bu Dhe masih menganggap bahwa Ayana orang paling jahat? Bu Dhe sama aja seperti iblis. Tolong bedakan mana yang benar dilakukan dan tidak benar dilakukan. Bu Dhe lebih dewasa dari Jefri. Seharusnya Bu Dhe tau sikap yang akan Bu Dhe ambil tanpa menyakiti hati Ayana," Tanpa sengaja kelopak mata Jefri mengeluarkan cairan bening samar-samar. Tapi masih bisa ditahan Jefri untuk keluar.

Tangan pria dewasa itu mengusap kasar wajahnya sebelum ia melemparkan tatapan tajam ke arah orang yang telah melukai hati istrinya, "Kalau sampai Ayana kenapa-napa karena mendengar omongan Bu Dhe yang nggak penting itu. Jefri sendiri nggak akan tinggal diam,"

"Coba Bu Dhe bayangkan di posisi Ayana. Nggak ada perempuan yang mau di posisi Ayana. Nggak ada perempuan yang ingin menikah tanpa wali Sang Ayah. Bu Dhe sendiri juga belum tentu sanggup kalau di posisi Ayana. Yang jadi narapidana ayahnya tapi yang dibenci anaknya. Padahal dia sama sekali nggak punya salah sama Bu Dhe," ucapnya lagi.

Plaakk!!

Kedua kalinya pipi Jefri menangkap tamparan keras dari tangan Bu Dhe. Perempuan paruh baya itu memang kehabisan kata-kata. Tapi tangannya tak pernah tinggal diam untuk ikut campur.

"KAMU BENER-BENER BERUBAH, JEF! KATAKAN SAMA BU DHE RACUN APA YANG ISTRI KAMU BERIKAN SAMPAI KAMU NGELAWAN ORANG YANG LEBIH TUA?" ucapnya frustasi dengan napas yang tersengal-sengal saat menahan amarahnya.

"Jefri yang Bu Dhe kenal nggak seperti ini dulu," ucap Bu Dhe seraya terisak.

Netra Jefri yang sedari tadi menajam kini beralih menatap ke arah kamar Ayana. Dari kejauhan matanya menangkap beberapa suster yang masuk disana. Dan bayi kecilnya digendong suster untuk menerima Asi dari Ayana. Jefri sedikit lega karena Ayana ada yang menjaga. Jadi ia bisa menyelesaikan masalahnya untuk memberi peringatan pada Bu Dhe dan Rania.

"Jefri udah mendengar semua yang Bu Dhe katakan dari awal. Kalau memang Ayana nggak pantas di keluarga Al-Haqq. Dan seluruh keluarga Al-Haqq nggak menyetujui Ayana ada disana. Jefri dengan senang hati keluar dari keluarga Al-Haqq. Nggak perlu menjelaskan ke Abi, Jefri sendiri nanti yang akan menjelaskan ke Beliau tentang masalah ini," tegas Jefri berkali-kali.

Bu Dhe tampak terisak. Tak menyangka Jefri bisa semarah ini. Ia salah menganggap Jefri akan membelanya. Padahal Jefri saat ini lebih membela istrinya. Ia salah Jefri akan kembali pada Amira. Padahal mereka berdua telah memiliki kehidupan rumah tangga masing-masing. Tak mungkin juga Jefri menuruti permintaan gila Bu Dhe-nya untuk menjadikan Amira sebagai istri, "Keterlaluan. Kamu lebih mementingkan orang lain dari pada keluarga kamu sendiri. Bu Dhe bener-bener nggak nyangka. Bu Dhe kecewa sama kamu," ucapnya di sela-sela ia terisak.

Rania ikut membuka mulutnya. Terlalu banyak sisi kecewanya pada Jefri saat ini. Padahal Jefri bersikap semestinya. Hanya saja ia terbakar emosi karena omongan miring yang terlontar untuk istrinya, "Rania nggak nyangka Mas Jefri bisa sekasar ini sama keluarga sendiri,"

"Kamu nggak perlu ikut campur, Ran! Kamu nggak tau apa-apa. Dan jangan coba-coba ikut campur urusan rumah tangga orang lain kalau kamu sendiri nggak tau kebenarannya," tandas Jefri cepat.

"Pulang! Karena aku nggak butuh orang-orang yang nggak penting menjenguk istriku," ucap Jefri meninggalkan keduanya yang masih mematung di tempat.

Jefri cepat-cepat kembali berjalan menuju ke kamar Ayana. Namun langkahnya tertahan saat beberapa suster terpontang-panting keluar dari kamar Sang Istri. Dalam batin Jefri masih bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya terjadi dengan istrinya? Mengapa beberapa suster terlihat bingung saat keluar dari kamar istrinya?

"Pak Jefri. Bu Ayana Pak—" salah satu suster menghampiri Jefri dan spontan mengadu.

"Ada apa? Istri saya kenapa?" Jefri ikut bingung dengan keadaan yang baru saja tertangkap sorot matanya.

"Setelah sadar dari pingsannya, Bu Ayana langsung menjerit ketakutan. Dan bayinya belum sempat menerima Asi. Yang saya takutkan, kalau Bu Ayana menangis terus, akan berpengaruh pada lamanya kesembuhan luka jahitan pasca operasi. Dokter sedang memeriksa Bu Ayana sekarang Pak," jelas salah satu suster itu ke arah Jefri yang membuat Jefri mengusap wajahnya kasar.

Belum selesai satu permasalahan. Dan kenapa harus secepat ini muncul masalah baru lagi? Bahkan Jefri saja belum selesai menyelesaikan masalah keluarganya. Ayana kenapa lagi? Ada apa dengan istrinya? Kenapa takdir harus menghujani ribuan luka pada istrinya?

Bersambung...

Akhirnya update. Maap malam-malam baru update ya? Aku nyiapin kue lebaran wkwk dan baru selesai sekarang.

Happy Ied Mubarak bagi yang menjalankan. Mohon maaf lahir dan batin untuk semuanya. See you 💓

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top