BAGIAN 17 - JANGAN BERAKHIR

Yuk vote dan komen sebanyak-banyaknya. Pencet bintang dan ramein komennya ayok. Buat semangatin aku update cepet wkwk

🎂🎂🎂

Segenggam telapak tangan bertengger di atas paha laki-laki dewasa berusia tiga puluh tahunan itu. Siapa lagi kalau bukan tangan Ayana. Ia duduk di kursi ruang Dokter Anggi bersama Jefri, suaminya untuk konsultasi program hamil. Tangan lembut itu tak lepas dari genggaman Jefri. Sesekali jari jemari laki-laki itu mengusap-usap pelan punggung tangan Ayana.

Pendengaran keduanya menajam memperhatikan Dokter Anggi yang memberi saran mengenai program hamil. Dokter paruh baya itu tampak bersemangat seperti biasanya saat ia memberi arahan untuk pasiennya. Wajahnya tampak berseri. Tak pernah menampilkan wajah masam. Kerutan di wajahnya juga bahkan hampir terlihat samar, karena ia termasuk salah satu dokter paling ramah di rumah sakit itu. Tak heran jika ia sangat murah senyum.

"Untuk mengembalikan kesuburan Bu Ayana cuma perlu menghentikan konsumsi pil KB saja kok Bu. Untungnya Bu Ayana juga pakai metode kontrasepsi jenis pil. Jadi untuk mengembalikan kesuburannya lebih mudah dibanding yang suntik ataupun bentuk implan." jelasnya pada Ayana.

Bibir dokter paruh baya itu terajut garis lengkung simetris sebelum mengeluarkan rentetan kalimat penjelasnya lagi, "Kesalahan terbesar beberapa orang memang mereka tidak memperhatikan kapan waktu ovulasi. Jadi saya sarankan untuk selalu cek masa subur dengan menggunakan alat test kesuburan atau bisa juga menggunakan aplikasi sebagai pengingatnya,"

"Setelah lepas pil KB, tunggu waktu masa menstruasi berjalan dengan normal. Biar tau kapan masa subur dan jadwal ovulasinya. Dokter Jefri kemarin sudah saya sarankan begitu, beliau katanya sudah mengerti kapan waktu untuk memanjakan istri," lanjutnya diiringi kekehan ringan senada dengan tawa Jefri yang baru saja keluar dari bibirnya membuat Ayana menoleh ke arah suaminya beberapa detik sebelum pandangannya beralih ke Dokter Anggi lagi untuk menyimak saran-saran lainnya.

"Pokoknya selalu makan makanan yang mengandung serat, folat, dan beberapa makanan tambahan untuk menjaga keseimbangan gizi. Sering melakukan hubungan ketika waktu ovulasi berlangsung. Dengan cara yang saya sarankan ini, saya harap Ibu Ayana dan Dokter Jefri bisa cepat memiliki momongan lagi,"

Ayana mengangguk diikuti Jefri yang juga ikut mengangguk mengerti. "Terima kasih Dok,"

"Iya sama-sama, Si kembar nggak diajak, Dokter Jefri?"

"Mereka sama neneknya," jawab Jefri dengan iringan senyum simpulnya. Hampir satu jam lamanya, Ayana dan Jefri berkonsultasi untuk melakukan program hamil. Jefri juga tak segan untuk menemani istrinya kapanpun akan berkonsultasi. Jika jadwal tugasnya di rumah sakit tak terlalu padat, ia adalah orang nomor satu yang akan menemani istrinya untuk melakukan konsultasi ke Dokter Anggi demi kelancaran program hamil istrinya.

🐣🐣🐣

📍Kafe Macarolove

Decakan langkah dari dua bocah mungil itu menghambur ke arah orang tuanya yang baru saja turun dari mobil yang terparkir di area kafe Macarolove. Keduanya saling kejar-kejaran satu sama lain. Seolah-olah signal kedua orang tuanya itu adalah candu. Setiap kali mereka berpisah hanya beberapa jam saja. Keduanya sudah tak sabar memeluknya, "Papaaa!" cicitan itu keluar dari gadis kecil bersurai hitam yang tergerai bebas dengan pita berwarna merah muda yang bertengger di rambutnya.

"Mamaaaa!" panggilan-panggilan kecil itu juga meluap dari bibir anak laki-laki yang memanggil Ayana dengan sebutan Mama. Aidan lebih dulu memeluk Ayana sedangkan Aviola terhenti saat sebuah sisa permen karet menempel di alas kakinya. Ia tampak masih sibuk dengan sandalnya yang menginjak sisa permen karet itu. Membuat bibirnya mengerucut kesal karena sisa permen karet itu tak kunjung menghilang dari alas kakinya, "Sandal Apiola ada pelmen kaletnya," rengeknya.

Ayana terkekeh pelan saat melihat anak perempuannya itu masih sibuk menggesek-gesekkan sandalnya di lantai. Ia lantas mengisyaratkan Jefri untuk beranjak mendekat ke arah Aviola. Sedangkan ia menggandeng Aidan.

Jefri berjalan mendekati anak perempuannya diikuti Ayana yang juga berjalan di belakangnya. Tak butuh waktu lama, dengan bantuan batu kecil tangannya menyingkirkan sisa permen karet yang merekat di bawah alas kaki anaknya. Aidan yang melihat adiknya memberengut kesal, bibirnya ikut tertarik membentuk senyum simpul sesekali seulas senyum itu berubah menjadi tawa ringan karena sandal Aviola terkena permen karet.

"Udah selesai," ucap Jefri seraya memakaikan sandal milik putrinya usai ia bersihkan.

Tangan Aviola melingkar di leher Jefri mengisyaratkan ia ingin digendong Sang Papa. Jefri yang terlalu peka dengan kode anaknya lantas menggendong Aviola dengan satu lengan kanannya, "Apiola buatin Mama sama Papa cupcakes," serunya pada Jefri dan Ayana.

"Cupcakes?" Dahi Ayana berkerut saat mendengar kalimat kecil dari putrinya. Biasanya kalau di Macarolove, anak-anaknya selalu bersemangat membuat kue macaron, dan bukan Cupcakes. Ah, mungkin Umi sedang mencoba resep baru untuk menu kafe. Ayana juga belum tau.

"Yang buat kuenya kan Nenek. Apiola tadi cuma main-main tepung," protes Aidan dengan putaran bola mata malas menatap Adiknya yang bergelayutan manja di gendongan Papanya.

Mendengar barisan kalimat yang mencuat di bibir Aidan, Aviola lantas mendelik ke arah kembarannya itu, "Tapi Apiola ikut buat juga. Aidan nakal," tandasnya.

Jefri yang melihat kedua anaknya saling melempar tatapan tajam, reflek mengecup pipi anak perempuannya itu dengan lembut, "Nggak boleh gitu," pintanya pada Aviola yang sedang bersendekap seraya mengunci mata tajamnya menatap Aidan.

"Mana kuenya?" Ayana ikut menimpali dan mencoba mengalihkan pembicaraannya agar kedua anaknya itu tak saling mencibir.

"Dibawa Nenek," sahut Aidan dengan tangan yang mulai menggandeng Ayana untuk ikut beranjak dan melangkah ke arah kursi yang ada di kafe. Pun Jefri yang menggendong Aviola juga ikut beranjak menyusul istrinya.

"Mama, Aidan punya hadiah buat Mama," seru Aidan mencoba memberitahu Ayana saat Ayana mulai duduk di salah satu kursi yang ada di kafe. Dan dia, duduk dipangkuan Ayana seraya memangku robot kecil berwarna merah.

"Apa?"

Sorot mata terangnya menatap Ayana, dengan tangan yang masih sibuk memegang robotnya, "Tadi Aidan minta Mbak Laisa masak kue buat Mama, yang ada Chelly-nya,"

"Kue yang ada cherry-nya buat Mama? Kue apa?"

Bibir Aidan merenyahkan tawa kecilnya sebelum ia menjawab pertanyaan dari Ayana, "Cupcakes kecil. Bentuknya kayak pipi Apiola. Gelembung bulat, bundal, lingkalan, telus ada chelly-nya di atas. Tapi Aidan minta Chelly-nya ya? Mama makan kuenya, Aidan makan Chelly-nya."

"Iya," Ayana hanya membalasnya dengan tawa ringan saat anak laki-lakinya itu menjelaskan Cupcakes yang baru saja ia buat bersama salah satu pegawai kafe. Aidan memang tak pernah absen mencibir adiknya, begitupun juga Aviola. Terkadang mereka sama-sama pandai mencibir satu sama lain. Meskipun Ayana dan Jefri sudah sangat sering memperingati keduanya. Hasilnya tetap sama. Mereka tak pernah lepas melempat cibiran satu sama lain.

Pembicaraan Aidan dan Ayana tak lepas dari pendengaran Aviola. Ia sedari tadi memberengut kesal karena Aidan. Jari jemarinya memainkan dasi Jefri yang melingkar di leher Sang Papa, "Apiola juga punya hadiah buat Papa," ucapnya tak mau kalah dengan Aidan.

"Kue juga?" tanya Jefri balik.

Aviola menggeleng. Ia lantas mengeluarkan satu ikat bunga Asoka merah kecil yang telah layu di saku gaun kecilnya, "Ini,"

"Dapat bunga dari siapa?" Jefri mengambil bunga itu dari tangan Aviola.

"Apiola ambil milik olang samping lumah,"

"Milik orang samping rumah?"

Aviola mengangguk cepat. Membuat Jefri mengerti yang dimaksud anaknya, "Aviola udah izin sama yang punya?" tanyanya lagi pada anak perempuannya.

Kepala anak perempuannya itu menggeleng lagi, "Apiola nggak tau siapa yang punya. Telus tadi olangnya  nggak ada. Jadi Apiola ambil banyak-banyak, bial nanti bunganya bisa buat Mama buat Papa buat nenek buat kakek buat Aidan buat Apiola buat—"

Jefri menghela napas. Ia tahu bahwa anaknya belum mengerti membedakan hal baik dan buruk. Tapi kebiasaan seperti itu harus ia hindarkan dari anaknya agar tak terulang yang kedua kalinya. Belum selesai Aviola mengucapkan kalimatnya, Jefri sudah lebih cepat memotongnya, "Lain kali harus izin dulu ya, Nak! Kalau orangnya nggak ada ya berarti Aviola nggak boleh petik sembarangan. Kalau orang yang punya bunga marah gimana? Aviola berdosa juga. Nggak baik. Harus izin dulu. Kalau nggak diizinin, nggak boleh marah. Berarti Aviola tetep nggak boleh petik bunga itu. Ya?"

"Tapi Apiola mau kasih hadiah ke Papa sama Mama," ucapnya kecewa saat mendengar rentetan petuah dari bibir Jefri. Sorot matanya pun kini meredup karena menganggap bahwa hadiahnya tak diterima Jefri.

Ayana yang melihat anaknya dengan tatapan kecewa lantas mengambil bunga yang dipegang Jefri, "Iya boleh. Mama sama Papa terima hadiahnya. Tapi habis ini, izin sama orangnya ya? Kalau diizinin bilang terima kasih karena mengambil bunganya. Kalau orangnya nggak mengizinkan, Aviola minta maaf ya? Karena sudah ambil bunganya,"  jelasnya pada Aviola yang duduk di pangkuan Jefri.

"Aviola ataupun Kak Aidan boleh kasih Mama sama Papa hadiah. Apapun itu. Tapi hadiahnya nggak boleh mencuri milik orang lain lagi ya?" lanjut Ayana lagi memberitahu kedua anaknya.

Gadis kecil berpita merah muda itu mengangguk lagi saat mendengar kalimat panjang dari Ayana. Kali ini sorot mata redupnya sedikit terang. Bibir mungilnya mengulas senyum kecil pada Ayana dan Jefri. "Apiola mau cium Papa boleh?"

"Boleh," jawab Jefri dengan senyum simpulnya. Pipi Aviola spontan mengembang. Pun terdengar suara kekehan kecil dari bibirnya saat Jefri menyerahkan pipinya untuk disapu bibir anaknya. Ayana terkekeh pelan melihat tingkah anak perempuannya yang sangat manja dengan Jefri.

"Aidan juga mau cium Mama," Aidan langsung menghujani kecupan kecil di pipi Ayana. Tak mau kalah dengan adiknya. Kedua tangannya kian mengerat di pinggang Ayana. Seakan-akan tak mau lepas ia terus mengeratkan pelukannya. Membuat Jefri menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah kedua anak kembarnya. Sudut bibirnya ikut tertarik lebar. Dalam benaknya, berkutat pertanyaan yang membuat hati Jefri mengembang. Sebahagia apakah jika ia menambah satu makhluk kecil yang akan ada di perut Ayana? Apakah kebahagiaan terus menyelimuti rumah tangganya?

"Gantian Papa cium pipi Apiola," tagih anak perempuannya itu usai mencium pipi Jefri.

"Yang kanan apa yang kiri?"

Aviola tampak berpikir beberapa detik. Dengan sedikit bergumam kecil, "Eum .... Kanan,"

"Oke," sahut Jefri cepat. Bibirnya menahan senyum saat Aviola menunggu ciuman kecil darinya. Netra Jefri kemudian melirik Ayana sekilas yang juga ikut memperhatikan Aviola dan Jefri yang saling diam dan mengunci pandangan satu sama lain.

Tanpa aba-aba bibir Jefri mendarat di pipi istrinya beberapa detik, sengaja tak ia lepas. Membuat Ayana terperanjat karena kebiasaan Jefri yang menghujani ciuman tanpa meminta izin terlebih dahulu. Jefri melepas bibirnya yang bernaung di pipi istrinya, bibirnya ikut terkekeh melihat Ayana mendelik. Netranya kemudian beralih menatap anak perempuannya yang juga menatapnya dengan dengan sorot mata tajam, "Kok Mama yang dicium?" protesnya.

Jefri terkekeh lagi, ia lantas mendekap Aviola, dan menenggelamkan kepala anaknya di dada bidangnya. Menghujani ribuan ciuman di dahi anaknya. Seraya sesekali tangannya mengacak-acak pucuk kepala anaknya gemas, "Hari ini Mama belum dapat ciuman dari Papa, jadi Papa cium Mama tadi," alasannya menjelaskan ke anaknya.

"Ini Bu, pancake dari Bu Rizka," tanpa Ayana sadari salah satu pegawai ternyata sudah mematung di dekat meja yang ada di depannya. Bola matanya spontan memutar ke arah suaminya karena sedari tadi Jefri melayangkan ciuman di tempat umum. Benaknya membayangkan rasa malu jika banyak orang melihat kelakuan suaminya itu. Tapi Sang tersangka malah memasang raut wajah tak berdosa. Jefri memang tak tau malu.

"Ah, ma-makasih ya?" sahutnya singkat pada pegawai kafenya. Dan dibalas dengan anggukan pelan sebelum pegawai itu kembali lagi ke dapur kafe.

Aidan dan Aviola lantas memposisikan tubuhnya menghadap meja yang dipenuhi beberapa cupcakes yang sudah matang. Ia sudah bisa menebak, kue itu yang tadi ia buat bersama neneknya. Terhitung ada tujuh cupcakes kecil dengan hiasan Cherry merah di atasnya memberi aksen cupcakes yang menggemaskan, "Mama ambil kue yang ada chelly-nya ya? Telus nanti chelly-nya Aidan yang makan. Mama makan kuenya," seru Aidan memberi tahu Ayana.

"Oke,"

Tangan Ayana yang belum mendarat sepenuhnya untuk mengambil cup cakes, didahului oleh Aviola yang sudah mengambil semua Cherry itu. Dan melahapnya satu persatu dalam mulutnya, "Apiolaaa!!!" sentak Aidan dengan suara yang mengaung seisi ruangan.

Aidan mengerucutkan bibirnya sebal, saat matanya beradu pandang dengan Aviola, "Mama Chelly-nya dimakan Apiola. Apiola nakal,"

"Apiola mau makan chelly juga," jawabnya membela diri.

Ayana menghela napas panjang menatap kedua anaknya yang saling menautkan tatapan tajam lagi hanya karena masalah sepele. Sebenarnya ini bukan kali pertamanya ia melihat kedua anaknya seperti ini. Sampai ia terkadang kesusahan menangani tingkah keduanya, "Ya udah nggak papa, Mama panggil Mbak Raisa biar diambilin Cherry lagi,"

"Aidan kakak yang baik. Nggak boleh marah," ucap Jefri ikut menenangkan anak laki-lakinya.

"Tapi Apiola nakal telus, Pa!"

Mata Jefri beralih menatap anak perempuannya yang ada di pangkuannya, tengah mengerucutkan bibirnya panjang, "Aviola juga, nggak boleh berantem sama Kak Aidan,"

Tangan Aviola melingkar di pinggang Jefri, "Tapi Apiola mau Chelly juga, Pa! Mau Chelly di kue Mama. Aidan malah-malah telus,"

"Tapi itu Chelly-nya Aidan bukan Chelly Apiola," Aidan menyilangkan kedua tangannya di dadanya. Dengan bibir yang juga mengerucut. Sama seperti bibir adiknya.

"Udah besar nggak boleh saling berantem. Nanti Papa kasih hadiah, kalau Aviola sama Aidan nggak berantem." Jefri berusaha menengahi kedua anaknya. Terlepas Ayana yang masih bungkam karena anaknya terus menerus bersikukuh dengan pendapatnya satu sama lain.

"Kalian mau hadiah Adik bayi di perut Mama apa nggak?" tawaran Jefri sukses membuat keduanya melebarkan mata.

Aidan ataupun Aviola tampak meringis kegirangan, "Apiola mau! Apiola mau!" seru Aviola sembari meloncat-loncatkan tubuhnya di pangkuan Jefri.

"Aidan juga mau! Aidan mau. Aidan mau masuk pelut Mama. Mau lihat adek bayinya disana. Mau main baleng-baleng sama adik bayi di pelut Mama," seru Aidan seraya memeluk Ayana erat. Ayana hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah keduanya yang memberi jawaban tak masuk akal itu. Ia juga menatap suaminya yang tengah terkekeh geli.

Melihat suami dan kedua anak mungil yang melengkapi hidupnya setiap hari memang kebahagiaan yang Ayana impikan sejak beberapa tahun silam. Dari kecil ia tak pernah menerima adanya perlakuan seperti ini untuk melengkapi hidupnya. Semesta ingin berbaik hati padanya. Ia tak boleh menyia-nyiakannya. Ia takut jika kebahagiaan hari ini tiba-tiba sirna dalam sekejap. Ia ingin egois setiap hari agar semesta tak mengalihkan kebahagiaanya.

Bersambung....

Akhirnya aku update huwaa ketunda 2 hari 😭 yang kemarin minggu enggak sempet karena aku nggak di rumah. Yang kemarin Senin karena kendala paket data habis. Sampe pakek VPN dong aing 😭😭

Dari aku baca, semua komen di part sebelumnya suudzon ke Amira semua anjirr 🤣 Padahal aku nggak nyinggung nama Amira sama sekali wkwkw. Tapi komennya Amira semua wkwk. Nggak, ini cerita nggak bakal berat banget alurnya. Iya, agak berat. Karena aku harus cari beberapa  permasalahan untuk menguatkan konfik utama. Tapi nggak sampe berat banget. Nggak. Karena hidupku udah berat bor. Nggak bisa nulis sampe berat banget 😭 nyesek gw wkwk.

Semoga suka ya? See you next chapter. Ayok vote dan komen ditunggu wkwk. Dan jangan lupa follow aku yang belum follow. Jangan lupa follow Instagram aku @iimkhoiria41 Instagram Ayana @ayanapamungkas dan Instagram Pak Jefri. Aku lupa uname Pak Jefri apa 😭 akunnya kayak nomor togel banyak angkanya. Dia ada di following Ayana. Cari sendiri deh ya? Wkwkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top