Bab 6 - Rapat bulanan
“Abel. sama siapa ke sini?” tanya Roni yang celingukan melihat ke kanan dan ke kiri.
Menunjukkan senyumnya yang menawan, Abel berpikir Roni akan membelikannya baju sebagai kejutan saat kencan nanti. “Sama temen-temen kantor. Kamu kok di....sini?” Ucapan Abel sempat terhenti ketika melihat seorang wanita berjalan mendekati Roni.
Roni terlihat sedikit gugup. “Kenalin, dia sepupu aku.”
“Desta.” Wanita yang menyebut namanya Desta menyodorkan tangannya, dengan senyum yang terlihat sangat cantik. Rambut sepunggung, berkulit putih susu, lebih tinggi dari Abel, berwajah bulat dan memakai makeup, sangat berbeda dengan Abel yang tanpa makeup. Hanya fondation dan liptint sudah cukup.
Abel menyambut uluran tangan Desta dengan seulas senyum, “Abel.” Menarik tangannya kembali, “aku harus balik ke kantor, temen-temen udah pada nunggu.”
“Baiklah, hati-hati, ya.” Abel berbalik menuju teman-temannya.
🍁🍁🍁
Rapat dengan Direktur dan para Manager, Malik yang ditunjuk sebagai pembicara membahas banyak hal tentang penjualannya. Dari penjualan bulan ini yang turun, dan juga acara launching motor baru pertengahan tahun depan.
Banyak masukan dari para Manager dan juga Direktur, semua Malik tampung guna memperbaiki penjualan bulan depan.
Menggunakan jas keluaran Nevada berwarna hitam, dengan sepatu hitam mengkilap, Malik tampak gagah dan berwibawa dalam memandu jalannya rapat dengan berdiri.
“Showroom yang berada di Surabaya baru sampai tahap perincian pembangunan, mungkin minggu depan sudah mulai mengerjakan pembangunan.” Malik memindahkan kursor ke samping, guna melihatkan tanah di sana dengan luas seperti GOR, tidak luas namun tidak juga sempit.
“Di sana masih ada pedagang kaki lima yang berdagang? Di lihat dari foto Anda, Pak Malik.” Manager Personalia yang bertanya.
“Benar. Kemarin saya bernegosiasi dengan para pedagang yang bermukim di sana, mereka akan pindah saat pengerjaan showroom selesai. Karena lapak yang mereka tempati nanti akan digunakan sebagai tempat loket parkir keluar dan masuk,” jelas Malik.
Kembali pada foto-foto yang Malik unggah, dan memberitahukan pada para anggota rapat termasuk foto yang Abel desain, untuk launching motor pertengahan tahun depan.
Semua bertepuk tangan atas apa yang Malik sampaikan, terutama Pak Direktur—Johan Sandjaya—merasa kagum dengan divisi Malik.
“Bagaimana dengan outbond bulan depan? Bukankah bagian divisi Pak Malik?” tanya Pak Johan, seketika semua melihat ke arah Malik menunggu jawabannya.
“Iya, Pak, benar. Saya mempunyai rencana akan outbond ke Tanah Tingal, daerah Ciputat.”
“Oh, bagus itu. Tempatnya sejuk, banyak pepohonan, gamesnya juga edukatif.”
“Iya, Pak. Karena outbond kali ini, saya mengusung tema kerja, bersaudara, keluarga. Dari teman di tempat kerja, sehingga bersaudara, dan menjadi keluarga. Semoga dengan outbond kali ini akan lebih menumbuhkan rasa persaudaraan di divisi saya.”
“Bagus itu.” Pak Johan melihat ke semua anggota rapat. “Semuanya, silakan contoh Pak Malik dalam mengayomi divisinya. Anggaplah sebagai keluarga supaya dalam mengerjakan pekerjaan tidak ada rasa takut ataupun benci. Kita dalam satu keluarga besar otomotif, yang di dalamnya akan ada keluarga kecil yang disebut divisi atau bagian lain.” Semua anggota rapat hanya menganggukkan kepala. Pak Johan berdiri, menghampiri Malik. “Saya bangga pada Anda, Pak. Rencana tanggal berapa outbond akan dilaksanakan?” ucapnya sambil menepuk punggung Malik.
“InsyaAllah tanggal 15 Desember , Pak.” Pak Johan kembali ke tempat duduknya.
Rapat bulanan yang diadakan setiap enam bulan sekali itu berakhir dengan tepuk tangan dari anggota rapat yang hadir. Semua memuji Malik dan divisinya yang sangat mengedepankan kekeluargaan.
Malik membereskan dokumen rapat dan bersiap kembali ke ruangan kerjanya. Saat keluar dari ruang rapat, Manager Personalia—Ibu Devi— mengajak bicara Malik.
Sesama manusia yang belum ditakdirkan menikah, Ibu Devi memiliki ketertarikan dengan Malik. Namun, Malik hanya menganggapnya sebagai rekan kerja, tidak lebih.
“Pak Malik, saya sangat kagum dengan presentasi anda tadi.” Sambil berjalan menuju lift untuk turun, karena rapat diadakan di lantai 16. Ibu Devi selalu membicarakan topik yang tidak terlalu penting.
“Terima kasih, Bu.” Sambil menekan tombol lift ke lantai 15 saat lift terbuka.
“Pak Malik dengan siapa saat rapat ke Surabaya kemarin?” Ibu Devi mengikuti Malik hingga di depan ruangannya.
“Dengan Abel, Bu.” Sudah sampai di depan ruangan Malik, “saya permisi, dulu. Mau masuk ke ruangan.” Malik menunjuk ruangannya dengan ibu jari.
“Oh, silakan, Pak Malik.” Ibu Devi kemudian berbalik menuju ruangannya setelah Malik tak terlihat dari bilik pintu.
Malik mengelus dada setelah menutup pintu ruangannya. Ibu Devi, wanita yang berusia di kepala empat dengan dandanan emak-emak lenong, lipstik merah menyala, bedak tebal dan alis cetar membahana memang terkenal selalu mengejar Malik.
Menaruh berkas ke meja kerjanya, Malik kembali ke luar, ke tempat kerja para divisinya.
Melihat Jojo sedang fokus dengan komputernya, begitu pun dengan yang lainnya. Sepertinya mereka sedang ngebut mengerjakan laporan akhir bulan.
“Jo,” sapa Malik yang langsung duduk di samping tempat kerjanya, menggunakan kursi Akmal. Karena Akmal sedang tidak di tempat.
“Iya, Pak.” Jojo kaget tiba-tiba Malik datang dan menyapanya. Matanya langsung fokus melihat Malik, tangannya mengelus dada.
“Santai, Jo. Kaget gitu. Akmal ke mana?” Basa-basi Malik sebelum mengumumkan outbondnya.
“Ke toilet, Pak. Diare katanya.” Jojo langsung melanjutkan pekerjaannya.
“Saya mau mengumumkan acara outbond divisi kita. Apa nanti kamu saja yang bilang ke mereka?” Lagi, mata Malik sesekali melihat ke arah Abel.
“Kapan? Yaudah, sekarang saja, Pak, pengumumannya!”
“Akmal belum datang.” Matanya terus melihat ke arah Abel.
“Hemmmm. Mau nunggu Akmal apa mau melihat Eneng Abel, Pak?”
Merasa tersindir, Malik langsung melihat ke arah Jojo. “Kamu ini.” Tangannya langsung menepuk lengan Jojo. “Abel gimana, Jo?” bisiknya.
“Bapak serius sama Abel? Dia jomblo sih, Pak. Tapi, jangan sampai nyakitin dia kalo Bapak serius ingin deketin dia. Abel itu terlalu baik, Pak,” balas Jojo sambil berbisik.
Akmal berjalan ke tempat kerjanya, “Udah, Mal?” tanya Jojo sambil melihat ke Akmal.
Malik berbalik, ikut melihat ke arah pandang Jojo. Akmal hanya menganggukkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Jojo. Terlalu lemas efek diare.
“Udah ke Dokter, Mal?” tanya Malik. Merasa kasihan melihat Akmal yang sedikit pucat. Malik berdiri, memberikan kursinya ke Akmal.
“Belum, Pak. Nanti pulang kerja baru mau ke Dokter.” Akmal duduk di kursinya, melanjutkan pekerjaannya.
“Mau ijin pulang sekarang? Biar bisa langsung ke Dokter.”
“Enggak, Pak. Nanti pulang kerja saja.”
Malik mengiyakan dan langsung memberikan pengumuman kepada divisinya. Meja kerja Abel yang diubah menjadi di depan Akmal, depan Jojo ada Sinta, depan Ridwan ada Naura. Di belakang ada Ayu dan Retno.
“Perhatian semuanya,” Suara Malik membuat para karyawan melihatnya. “Ada pengumuman, nanti tanggal 15 Desember, bulan depan, divisi kita mendapat jadwal outbond dan kali ini diadakan di Tanah Tingal, daerah Ciputat.” Karyawan divisi Malik bersorak, mengungkapkan kegembiraannya. “Ada yang mau ditanyakan?” Malik melihat satu per satu ke karyawannya, berdiri di samping meja kerja Jojo.
“Boleh bawa pacar, Pak?” tanya Naura yang langsung disoraki yang lain. Ia langsung mencebikkan bibirnya.
“Tidak boleh, karena dalam acara outbond ini kita mengusung tema kerja, bersaudara, keluarga. Dari teman kerja bisa menjadi saudara, lalu seperti keluarga. Tapi, khusus untuk Retno boleh membawa keluarganya karena kita akan mempererat tali persaudaraan kita dengan acara outbond ini.” Malik melihat ke arah Abel. “Ada lagi yang mau ditanyakan?”
“Tidak ada, Pak,” jawab hampir semua karyawannya, ada beberapa yang hanya menyimak.
#Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top