Bab 3 - Makan Siang Bareng



Setelah kepergian Abel, Malik memaki dirinya sendiri. Ia tidak paham bagaimana bibirnya bisa berucap setajam itu. Seperti belati yang telah menusuk organ bagian dalam.

Malik ingin menghela langkah Abel, namun dirinya terlalu fokus pada kedekatannya dengan Roni. Bukan haknya melarang Abel dekat dengan siapa pun, ia tak memiliki wewenang atas diri Abel karena hanya atasan dengan bawahan. Ia sadar itu, tapi hati dan pikiran tidak bisa berjalan sesuai keinginan lisannya.

Malik keluar ruangan mencari Jojo. Masih jam istirahat makan siang, ia mencari ke tempat langganan yang berada di sebelah gedung kantornya.

“Jo, saya pengin ngomong sama kamu.” Malik duduk dan meminum minuman Jojo hingga tandas. Naura dan Sinta hanya bengong melihat atasannya seperti kerasukan makhluk astral.

“Ada apa, Pak? Apa ada masalah dengan kerjaan?”

“Bukan. Apa salah kalau saya memberi gelar semua wanita akan mau bersama pria tampan, mapan dan juga kaya? Termasuk Abel?”

Malik masih belum menyadari jika ada Naura dan Sinta di sebelahnya. Ia hanya fokus pada Jojo, sehingga tidak tahu di sebelahnya ada siapa saja.

“Ya jelas salah, lah, Pak. Anda menyebut semua wanita seperti itu, sedangkan Abel tidak seperti yang Anda bicarakan.” Sinta terlihat marah nama temannya disebut wanita yang mudah menerima pria seperti yang Malik sebutkan.

“Mungkin anda memang atasan yang baik, tapi anda bukan seorang teman yang bijak, Pak.” Naura memberi uang berwarna merah pada Jojo, dan menarik Sinta untuk pergi meninggalkan mereka.

“Lah, kenapa tidak bilang kalau mereka ada di sini?” Netra hitam Malik melihat ke arah Naura dan Sinta pergi, lalu memukul lengan Jojo pelan.

“Aaaww. Bapak tidak tanya. Tadi datang langsung tanya dan minum minuman saya seperti kerasukan makhluk lain.” Jojo menjelaskan yang Malik lakukan.

🍁🍁🍁

Abel langsung keluar dari ruangan Malik. Menetralkan perasaannya agar tidak terlihat jika sedang kecewa dengan atasannya.

“Udah?” tanya Roni yang duduk di tepi meja Jojo. Abel mengangguk lalu memasukkan USB ke dalam tasnya.

“Ayo!” ajak Abel.

Mereka berjalan bersisian. Roni yang hendak meraih tangan Abel tetapi ia urungkan karena tangannya bersedekap di depan.

“Makan di mana, Bel? Ke tempat yang dulu, mau?”

“Boleh,” jawab Abel singkat. Ia sedang tidak ingin mengobrol ataupun berinteraksi dengan siapa pun jika sedang marah. Karena terlanjur janji dengan Roni maka ia mau tidak mau berjalan dengannya.

Mereka menuju ke kawasan Tebet. Di sana terdapat bubur ayam Sukabumi, yang terkenal endolita dan menjadi santapan kesukaan Abel, Roni  dan Devan sewaktu mereka masih bersama dulu.

“Wah, mantap, nih,” ucap Roni ketika buburnya sudah tersaji di meja makan. Bubur ayam spesial, yang bawahnya diberi kuning telur mentah.

“Ini juga enak,” bela Abel pada makanannya. Bubur ayam seafood adalah kesukaannya. “Harusnya Bang Devan ikut, jadi bisa nostalgia,” ucap Abel mengingat jaman dulu mereka bertiga pergi untuk membeli bubur ayam.

“Seneng, ya, Bel, bisa kayak dulu lagi?”

“Iya. Kita bareng-bareng pas makan doang, tapi seru, sih.”

Roni menghentikan makannya, memegang tangan Abel yang sibuk menyuapkan bubur ke mulutnya sendiri. “Bel,” panggil Roni pelan.

“Iya,” jawab Abel sambil menarik tangannya, tapi dipegang lagi oleh Roni. Abel pun pasrah. Ia berpikir ini ada yang salah.

“Apa waktu bisa diputar lagi biar kebersamaan kita sama kayak dulu lagi? Kita yang selalu pergi bareng meskipun hanya makan doang, tapi aku seneng,” jujurnya pada Abel.

“Lah, gue juga seneng, Bang. Apalagi makan gratis begini. Makin seneng,” serunya menunjukkan kalau ia senang yang gratisan. Tangannya ia tarik dari genggaman Roni.

“Nanti makan siang bareng gue aja terus, makan sepuas dan terserah Lo. Gimana?”

Abel membelalakkan matanya, terkejut. “Emang nggak sibuk? Pak Direktur ‘kan biasanya sibuk, Bang.”

Free buat Abel, mah. Gue selalu ada waktu buat Lo,” gombal Roni. Ia hanya ingin menunjukkan perasaannya pada Abel.

“Preeettt.... Gombal. Udah, ah. Balik, yuk, Bang. Udah jam satu lebih, nih!” ajak Abel seketika melihat jam di ponselnya.

Ada pesan dari Sinta dan Naura di grup WA namun ia abaikan, ia tidak ingin membahas masalah dirinya dengan Malik. Membuat dirinya terbakar amarah yang semakin menjadi.

“Besok ada acara?” tanya Roni yang sudah membayar bill-nya lalu berjalan menuju mobil diikuti Abel di belakangnya.

“'Kan udah bilang, besok rapat ke Surabaya, Bang. Ada apa?” Abel duduk di kursi sebelah kemudi, mengaitkan seatbelt-nya.

“Oh, iya. Nanti setelah pulang dari Surabaya ikut gue, ya?!” Roni menjalankan mobilnya menuju kantor.

“Ke mana?”

“Ada lah, nanti. Rahasia,” ucap Roni membuat Abel sedikit penasaran. Ia hanya manggut-manggut tidak ingin bertanya lebih.

Perjalanan selama dua puluh menit menuju kantor, ia terlambat sedikit namun pergi dengan Bos tidak membuat Abel kena tegur.

Setelah parkir, Roni mengantar Abel hingga ke tempat kerjanya. Banyak pasang mata yang melihat Roni dengan kekagumannya. Pria tampan, yang hobi olahraga tenis dan renang membuat lengannya kekar. Tingginya sekitar seratus delapan puluh itu, menebar senyum gantengnya pada setiap karyawan, terutama karyawati. Abel hanya menunduk, malu jika menjadi bahan gunjingan para karyawati.

“Abel,” teriak Sinta setelah melihat Abel keluar dari lift.
Abel memegang telinganya. Tidak heran jika Sinta seperti ini. Ia memang ratu toak saat memanggil lawan bicaranya.

“Tadi Lo nggak apa-apa?” Sinta yang tidak tahu tempat atau Abel yang tidak tahu permasalahannya.

Abel hanya tidak ingin permasalahan ini semakin melebar jika Roni mengetahui kelakuan Malik tadi saat ia mengambil USB di ruang kerja Malik.

“Enggak, kita bicara entar aja, ya, Sin,” ucapnya lalu menarik lengan Sinta. “Bang, Bang Roni langsung balik aja nggak apa-apa. Gue udah sama Sinta.” Abel menyuruh Roni berbalik menggunakan satu tangannya yang bebas dari membungkam bibir Sinta.

“Okey. Kalo ada apa-apa bilang ke gue, ya!” perintahnya yang langsung diiyakan Abel.

Melihat Roni sudah tidak terlihat, Abel melepaskan tangannya dari bibir Sinta. “Gila, Lo, ya. Kalo sampe Bang Roni tau, bisa abis Pak Malik. Lo nggak kasian sama jabatan yang belum lama dipegang Pak Malik?” berondong Abel memarahi Sinta.

“Lo yang gila. Udah dikatain begitu masih aja suka sama dia,” balas Sinta lalu pergi meninggalkan Abel sendirian. Abel menyusulnya, mengikuti Sinta ke tempat kerja.

“Bel,” panggil Malik tiba-tiba yang sudah berdiri di sebelahnya.

#Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top