Bab 22 Terbongkar

“Berani-beraninya kamu bilang mau menimang Abel? Apa enggak lihat di depan kamu? Jelas-jelas Roni sudah bilang pada saya jika dia akan menikahi Abel.”

“Bisakah Abel yang memutuskan?” Tangannya masih berpegang erat dengan tangan Abel. Tak mau melepaskan tangan kekasihnya itu, meskipun sang ayah berada di depan mereka.

“keputusan saya udah mutlak. Abel, masuk kamar!” ucapnya bernada tinggi, tangannya menyuruh Abel masuk ke kamarnya.

Tangannya tetap dipegang erat, tidak terlepas meskipun Jordan sudah menyuruhnya masuk kamar. Malik tetap pada pendiriannya, memperjuangkan Abel.

“Abel,” serunya lagi, dengan emosi yang menguasai.

Abel hanya bergeming mengeratkan pegangan tangannya pada Malik. Baru kali ini ia membangkang, menolak keputusan Jordan untuk masa depannya. Bukan maksud ingin menjadi anak durhaka, tapi keputusan masa depan ada di tangannya buka tangan kedua orang tuanya.

Jordan menyuruh Devan agar menarik Abel ke kamarnya, namun Abel tidak mau, tangannya masih menyatu dengan Malik. Devan sengaja menarik tangan Abel yang berpegangan agar terlepas.

Sudah terlepas, Abel kini diajak paksa ke kamar oleh Devan. “Apa, sih, Kak? Abel enggak mau.” Berusaha melepaskan tarikan tangan Devan, Abel meronta. Hingga terjadi tarik ulur di sana.

“Ayo, ke kamar! Jangan sampe kakak hilang kendali, Bel.”

“Bukankah dari awal ngenalin Roni ke Abel, Kakak udah hilang kendali? Ke mana Kakak Abel yang sayang ke Abel? Selalu bela Abel kalo Papah lagi emosi? Ke mana?” teriak Abel, emosi.

Dari kecil, Devan selalu menyayangi Abel. Membela jika ayahnya sedang emosi, marah ke Abel karena hal sepele, peduli pada Abel. Sekarang tidak ada lagi Devan yang peduli dan menyayangi Abel. Semua kata Jordan ia turuti, hingga Abel merasa anak Jordan hanya Devan.

“Diem di kamar, jangan keluar sebelum kakak ke sini lagi!”

Devan mengunci pintu kamar Abel dari luar, sehingga Abel hanya bisa teriak dari dalam. Devan kembali ke ruang tamu, baru sampai bawah tangga Yuri datang dari dapur.

“Abel kenapa? Kenapa di kunci dari luar?”

“Biar enggak keluar lagi, Mah.”

“Sini kuncinya? Biar mamah ke kamar Abel!”

Devan memberikan kuncinya pada Yuri, lalu melenggang ke ruang tamu. Di sana, Malik masih berdiri karena belum dipersilakan tuan rumah. Jordan masih tampak emosi dari perkataannya yang mengusir Malik.

“Adik aku enggak bakalan nikah sama kamu! Dia akan nikah sama Roni. Jelas Roni dari keluarga terpandang seperti keluargaku, sedangkan kamu?” Dengan senyum mengejek, Devan melirik Malik lalu duduk di tempatnya tadi.

“Jika Anda masih memiliki harga diri, seharusnya sedari tadi Anda pergi dari sini karena penolakan yang Tuan Rumah berikan pada Anda!” ujar Roni, terlihat santai tapi menusuk.

“Saya akan melepas Abel jika itu permintaan dari dia, bukan Mas Devan atau Pak Jordan, terlebih Anda, Pak Roni,” ucap Malik tegas, matanya melihat Roni penuh kebencian. “Yang akan saya nikahi Abel, bukan kalian. Permisi,” pamitnya, lalu pergi meninggalkan rumah Abel.

“Pergi, kek, dari tadi,” tutur Devan, lega.

Malik telah meninggalkan rumah Abel. Dirinya merasa dua kali menerima penolakan dari keluarga Abel, ditambah Roni. Itu tidak membuat Malik menyerah. Masih ada waktu hingga dirinya benar-benar diterima di keluarga Abel.

Bukan sekarang, mungkin besok, lusa, tulat, tubin bahkan sebulan atau mungkin berganti tahun, Malik akan tetap menunggu Abel. Cinta yang benar dimulai dengan benar. Cinta tidak akan salah, ia tahu ke mana harus singgah. Hatinya telah terpatri dengan nama Abella Natasha.

Di kamar Abel, Yuri masuk setelah mendapat kunci dari Devan. Abel melihat ke pintu kamar, lalu berhambur memeluk Yuri. Dengan sama erat, Yuri membalas pelukan anak perempuannya.

Dengan rasa sayang yang ia curahkan, Abel adalah anak emasnya. Ia tidak rela jika kakak bahkan papahnya menjadikan Abel seperti pertukaran barang.

Sebelum ke kamar Abel, Yuri menguping di ruang tamu setelah Malik pergi. Ia mendengar jika berhasil menikahkan Roni dengan Abel, maka jabatan Devan sebagai Manager Keuangan akan naik menjadi Direktur Keuangan. Hal itu membuat Yuri ingin marah tapi ia ingat jika Abel yang harus ia beri tahu lebih dulu sebelum melabrak Roni dan Suami juga anak laki-lakinya.

“Bel, jangan pernah putusin Malik. Apa pun yang papah kamu bicarakan, jangan pernah didengar. Mamah enggak mau kamu sama Roni karena kakakmu yang menjadikan kamu seperti pertukaran barang.”

“Maksud, Mamah?”  Abel melepaskan pelukannya, melihat ke arah Yuri.

“Roni meminta biar bisa nikah sama kamu dengan imbalan Devan akan naik jabatan. Makanya Devan gencar jodohin kamu sama Roni, 'kan? Pengin mamah labrak tapi mamah inget sama kamu,” terang Yuri, merapikan anak rambut Abel.

Mereka berjalan ke sofa dekat ranjang, duduk berdua di sana menceritakan apa yang Yuri dengar di ruang tamu. Yuri jugsa menceritakan masa kecilnya, Abel dan Devan. Bagaimana kasih sayang Devan ke Abel, bagaimana perhatiannya, sifat protektifnya, semua mencakup Abel, dia akan maju yang terdepan untuk melindungi Abel.

Jam sepuluh malam, setelah Roni pulang, Devan ke kamar Abel sendirian. Yuri masih di sana, mereka bercerita saat Abel masih kecil. Saat melihat pintu kamar terbuka, Yuri langsung berdiri dan menghampiri Devan. Tangannya melayang, menampar pipi kiri Devan.

“Ada apa, Mah?” tanya Devan, tidak tahu apa sebabnya ia ditampar.

“Ada apa kamu bilang? Apa harga diri adikmu hanya seharga jabatan yang Roni tawarkan buat kamu?” Emosi Yuri menggebu, suaranya meninggi.

“Mah,” ujarnya terbata-bata.

“Pergi dari kamar Abel sekarang juga! Jangan pernah merasa punya adik kalo niat kamu cuma jadikan Abel sebagai barang yang ditukar dengan jabatan!”

Abel diam di belakang Yuri tanpa mengatakan apa pun. Ia ingin marah namun tidak bisa, ingin mencaci tapi kakak kandungnya. Bagaimana pun juga, Devan adalah orang yang selalu sayang pada Abel.

“Bel,” ucapnya lirih, berjalan ke arah Abel.

“Pergi! Abel enggak mau dengar apa-apa lagi.” Abel menutup kedua telinganya. Matanya terpejam, kepalanya menggeleng.

“Maaf,” sesalnya lalu pergi meninggalkan kamar Abel.

Yuri berbalik, memeluk Abel erat. “Mamah akan bilang ke Papahmu, ini tidak benar, Bel.”

#Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top