4 🌹 Mulai Lupa 🌹

Wilya terlihat bersemangat karena pagi ini hasil masakan yang ia buat tidak gagal seperti sebelumnya. "Sayang...," panggil Wilya kepada Noah yang sedang membaca koran di meja makan itu. "Bagaimana rasa nasi gorengnya?" Noah menatap Wilya kali ini. Dia tersenyum, lalu melipat koran yang dia baca tadi. Noah menganggukkan kepala dan memberikan jempolnya, Wilya senang bukan main. Setelah selesai sarapan, Wilya mengantarkan Noah ke teras rumah mereka.

"Kamu jangan pulang lama ya...aku mau minta temani ke swalayan. Kebutuhan rumah sudah habis, jadi harus belanja sore atau malam ini." Noah mengangguk setuju dengan permintaan istrinya itu. Lagi pula dia memang tidak pernah pulang lama dari kantor. Jika sudah jam pulang maka dia akang langsung pulang, jika harus lembur dia akan mengerjakannya di rumah. Mencium kening Wilya dia berangkat meninggalkan rumah yang sudah dua tahun ini ditempati bersama Wilya istrinya.

Sesampainya di kantor pekerjaan sudah menunggu, dia memanggil Aldi sekertarisnya untuk memeriksa kembali jadwal yang ia miliki hari ini dan besok. Itu adalah rutinitas Noah semenjak dia menjabat sebagai pimpinan perusahaan ini. Semua laporan yang Aldi bacakan dia mengerti, hanya satu yang membuat dia resah yaitu, Gilsha melewatkan jadwal pemotretan semalam dan juga hari ini, manager wanita itu sudah mengkonfirmasi perubahan jadwal untuk pengambilan gambar.

"Apa alasan yang manager artis itu berikan?"

"Katanya Nona Gilsha sakit Pak. Jadi belum bisa melakukan pengambilan gambar," jawab Aldi.

"Kirimkan ke saya nomor Gilsha."

"Maaf Pak, tapi hanya ada kontak managernya saja."

"Baiklah kirimkan kontak managernya itu." Noah khawatir mendengar cinta pertamanya itu sakit, apa yang merasuki dirinya. Padahal dia sudah berjanji pada diri sendiri kalau kehadiran Gilsha tidak akan berpengaruh apapun untuknya. Namun, mendengar Gilsha sakit dia jadi cemas seperti ini. Noah berpikir mungkin ini karena dia dan Gilsha dulunya sudah kenal lama, jadi pasti ini hanya perasaan khawatir sebagai teman saja. Noah menelpon Lina dari ponselnya, kemudian dia menelpon wanita itu.

"Halo ini Lina manager Gilsha?" tanya Noah dan Lina membenarkan.

"Saya Noah Oliver, pimpinan Perusahaan Sky Hight. Boleh saya tahu nomor Gilsha? ada yang ingin saya tanyakan secara pribadi kepadanya."

[Oh..ya tentu Bapak Noah, sebentar saya kirimkan. Namun, jika itu untuk masalah pekerjaan yang tertunda saya minta maaf. Gilsha benar-benar sedang sakit, sehingga tidak memungkinkan untuk mengambil gambar kemarin dan hari ini. Mungkin sekitar dua hari lagi, saya akan minta atur jadwal ulang dengan bagian iklan perusahaan Bapak.]

"Oh..iya tidak masalah. Saya teman Gilsha dulunya, jadi saya hanya ingin tahu keadaannya." Setelah mendapat jawaban itu dia mengakhiri panggilan, melihat pesan sudah masuk. Dia langsung menelpon nomor yang Lina kirimkan. Benda persegi panjang berwarna silver itu menempel di telinga Noah. Sudah lima kali dia menghubungi, Gilsha belum juga mengangkatnya. Terpaksa Noah menelpon Lina lagi, dia kali ini bertanya di Rumah Sakit mana Gilsha dirawat. Karena Lina menjawab Gilsha beristirahat dirumah, dia meminta alamat rumah Gilsha. Tadinya Lina ragu, dia bertanya kepada Gilsha yang saat ini sebenarnya ada disebelahnya. Setelah mendapat persetujuan Gilsha, dia mengirimkan alamat lengkap Gilsha kepada Noah.

***

"Gil...dia benar teman mu?" tanya Lina kepada Gilsha yang berbaring. Gilsha tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya.

"Dia mantan kekasih ku, Noah Oliver."

"Astaga..dia pria yang kau ceritakan dulu? cinta pertama yang kau tunggu itu?"

"Aku tidak menunggunya Lina."

"Ya...kau tidak menunggunya, tetapi kau mengharapkannya setiap saat. Bahkan tidak ada pria yang lolos dari seleksi hatimu, karena tidak ada yang melebihi pria itu bukan?" Lina berbicara fakta yang terjadi. Sebagai seorang aktris yang cantik banyak pria yang mendekati Gilsha, alasan Gilsha tidak meresponnya karena tidak menemukan yang benar-benar dia inginkan.

Setelah mengatakan hal itu Lina turun ke bawah, ke ruang kerja dimana pekerjaan Gilsha banyak yang harus dia atur ulang jadwalnya. Dua puluh menit berlalu, bel rumah terdengar. Karena Lina yang dekat dengan pintu utama rumah dua lantai itu, jadi dia yang membukakan pintu. Benar saja Noah datang kesana, Lina memperkenalkan diri setelah dia meminta Noah masuk. "Gilsha sedang beristirahat dikamarnya, apa mau saya panggilkan Pak?"

"Tidak apa-apa, jika boleh saya saja yang melihatnya." Lina menaikkan satu alis kemudian menunjukkan jalan dimana kamar Gilsha, satu persatu anak tangga Noah lalui hingga dia sampai di depan pintu kayu berwarna coklat. Lina membuka pintu itu, hingga Noah melihat ada seorang wanita yang sedang berbaring sambil menutup mata. Wajah Gilsha penuh lebam, tangannya juga di perban begitu juga kaki dan keningnya.

"Kenapa tidak bawa ke Rumah Sakit jika kondisinya parah seperti ini?" tanya Noah menatap Lina. Suara Noah membuat Gilsha membuka matanya, ternyata Noah benar-benar masih mencemaskan dia. Begitulah sorak dalam kepala Gilsha.

"Lina keluarlah, aku akan berbicara dengan temanku." Lina mengangguk, dia meminta pelayan membuatkan minuman untuk Noah. Sementara Noah mendekat ke tempat tidur dimana Gilsha berbaring, wanita yang kini terlihat hancur berantakan dimata Noah itu tersenyum padanya.

"Apa yang terjadi kepadamu Gil?" dia melihat ada bekas cekikan di leher Gilsha. "Siapa yang memukulmu seperti ini?"

"Bukan siapa-siapa. Terima kasih sudah datang melihatku, meski kau tidak membawa apapun." Gilsha tersenyum lagi, tapi Noah menyentuh wajahnya pelan. Hati Noah nyeri melihat Gilsha seperti ini. "Katakan kepadaku, apa pacarmu yang melakukan ini?"

"Itu masalah pribadiku, jangan mencampurinya."

"Astaga Gilsha aku ingin membantumu, jika benar itu pacarmu kenapa kau biarkan? kau bukan wanita lemah. Aku mengenalmu," ujar Noah dia sudah berdiri saat ini. Pikirannya kacau karena tahu apa yang terjadi pada Gilsha.

"Aku tidak punya kekasih Noah," ucap Gilsha kini matanya menatap tajam pada Noah. Pria itu kembali duduk, menggapai wajah Gilsha yang menangis dengan lembutnya jemari Noah mengusap air mata itu. "Aku tidak pernah memiliki kekasih lagi, setelah hubungan kita berakhir."

"Gilsha...maaf."

"Tidak perlu meminta maaf, aku hanya tidak menemukan yang cocok denganku. Bukan karena aku ingin menunggu mu. Jadi jangan merasa bersalah begitu, kau tenang saja." Gilsha menurunkan tangan Noah dari wajahnya. Kemudian mencoba duduk dengan bersandar di kepala tempat tidur itu dengan bantuan Noah. "Kau benar, aku adalah wanita yang kuat. Tidak cengeng seperti ini bukan," gumam Gilsha sedikit terisak.

"Gilsha ku mohon katakan kepadaku, siapa yang melakukan ini kepadamu?"

"Dia teman dekat ku, jangan khawatir semua ini juga salahku. Aku terjebak dengan kehidupan yang begitu aku impikan ini," kata Gilsha. Noah mengusap rambut Gilsha lembut, dia juga tersenyum hangat kepada Gilsha. "Andai aku terus menunggumu, mungkin saat ini kita bisa hidup bahagia bersama, ya kan Noah?" mata Noah memancarkan kerinduan yang sama dengan Gilsha saat ini. Perlahan Gilsha mendekat, dia memeluk tubuh Noah kemudian menangis disana.

"Semenjak Papa dan Mama meninggal, aku merasa sangat menyesal sudah meninggalkan mereka. Papa tidak pernah bercerita jika usahanya bangkrut dan terlilit hutang, kemudian meninggal karena serangan jantung. Mama meniggal dua hari setelahnya, dia over dosis karena meminum terlalu banyak obat tidur. Aku pulang ke Bali setelah mereka di makamkan. Saat itu hanya Dika yang membantuku, aku tidak memiliki siapapun selain dia. Aku berhutang banyak kepadanya, termasuk melunasi hutang Papa di Bank." Noah mengeratkan pelukannya, dia tidak tahu kalau Gilsha mengalami hal seberat ini.

"Maafkan aku karena meninggalkan mu tanpa kabar saat itu Gilsha, aku terlalu egois memang. Sekarang aku berjanji akan menjagamu, aku berjanji akan terus ada disisi mu."

Noah dengan lancar mengatakannya, dia begitu terlena dengan kisah masa lalunya. Lupa, kalau kehidupannya kini sudah berubah. Ada seorang wanita yang menunggu dia dirumah, menunggu kabarnya, berdo'a untuk keselamatannya. Hingga malam menjelang Noah masih disana, dia menemani Gilsha makan, dan juga menemani Gilsha saat terlelap. Semua itu juga atas permintaan Gilsha, terbesit dalam pikirannya tentang Wilya sejenak, tetapi dia tepis dengan dalih Wilya akan bisa menunggu besok untuk pergi berbelanja.

Bersambung...

Minta komen boleh gak sih? Aku heran kenapa kalian diem aja 😅 biasa rame 🤭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top