10 🌹Semakin Menjadi🌹
Pov Wilya
Aku yang merasa tidak enak badan, seharian ini memang hanya bergulung dalam selimut di tepat tidur. Sehingga meski suamiku belum pulang, aku tetap menunggunya sambil berbaring di atas tempat tidur yang biasa kami pakai untuk beristirahat dari rutinitas kehidupan ini.
Belakangan ini aku merasa ada yang tidak wajar dengan Noah, karena kebiasaannya pulang tepat waktu ke rumah sudah berubah. Aku ingin bertanya, tapi aku tahu Noah tidak suka kalau aku bertanya yang menyinggungnya. Aku jadi serba salah, apalagi tadi sudah bertanya kepada Aldi.
Deru mesin mobil membuat hati ini lebih tenang, meski air mata ingin jatuh begitu saja. Aku memaksa kaki ini terulur menyentuh lantai, hanya diam di depan pintu kamar menanti suami yang jam satu pagi baru kembali.
Ketika pintu terbuka, aku menatapnya dengan perasaan tidak berdaya. Sementara dia tersenyum seperti sangat menyesal. "Maaf, aku terlambat pulang. Ponselku juga kehabisan daya," katanya kemudian memeluk tubuhku. Aku tidak tahu harus percaya atau tidak dengan apa yang dia ucapkan.
"Aku tidak suka kamu terus pulang larut seperti ini, jika memang banyak pekerjaan bukankah biasanya kamu memilih lembur dirumah?"
"Masalahnya aku harus bertemu orang, bukan berkas."
"Siapa orang itu? Apakah wanita," kataku membuat Noah mengeraskan rahangnya. Namun, matanya kembali menatapku penuh penyesalan. "Noah aku tidak suka kau seperti ini, aku gelisah menunggu mu. Jadi aku harap kau tidak lagi mengulanginya, jika pekerjaan mu belum selesai katakan kepada teman bisnis mu itu kalau ada istri yang menunggu mu dirumah. Pekerjaan kalian bisa dilanjutkan esok harinya," ujarku yang dijawab dengan anggukan kepala Noah.
"Ayo, kita tidur. Besok pagi aku ingin dibuatkan nasi goreng seperti kemarin," pinta Noah yang aku tidak duga. Apa ini artinya memang dia tidak macam-macam diluar sana? Sifatnya tidak acuh seperti tadi pagi, dan dia masih bersikap hangat kepadaku.
Setelah Noah membersihkan tubuhnya, dia ikut naik ke atas tempat tidur. Memeluk aku yang membelakangi tubuhnya, hati ini benar-benar lemah olehnya. Di perlakukan seperti ini saja aku sudah sangat bahagia, dan melupakan yang tadi terjadi padaku.
***
Noah bangun dari tidurnya, saat dia melihat jam di dinding kamar dia langsung tersentak. Sudah pukul delapan pagi, tapi Wilya tidak membangunkannya. Dia melihat ke sisi sebelah tempat tidur, pantas istrinya itu tidak membangunkannya. Wilya masih terlelap tidur, dia menggelengkan kepala karena kelakuan Wilya ini.
Bangkit dari tempat tidur Noah buru-buru bersiap pergi ke kantor. Mandi secepat yang ia bisa, kemudian memilih pakaiannya sendiri. Mungkin karena keributan kecil yang ia lakukan itu Wilya bangun. "Sayang," panggilnya dan Noah hanya berdeham saja.
"Maaf aku terlambat bangun," katanya lagi langsung mendekati Noah. Sebisa mungkin Noah menahan kekesalannya kepada Wilya, dia tersenyum tipis kemudian mengusap kepala Wilya.
"Tidurlah jika masih ingin, tapi kau harus tahu aku tidak suka pagiku di mulai dengan hal yang berantakan seperti ini." Noah kembali tersenyum, tapi meninggalkan perasaan bersalah yang teramat dalam di hati Wilya.
Wilya mencoba membantu dengan memakai- kan dasi Noah, tapi karena degup jantung yang sudah tidak teratur Wilya hanya bisa membuat simpul yang salah. Noah menepis tangan Wilya sambil berdecak "aku bisa lebih baik melakukannya sendiri." Setelah itu dia pergi dari kamar, mengambil ponsel dan juga kunci mobil.
Wilya merutuki kebodohannya, dia harusnya bangun lebih awal untuk membuatkan nasi goreng yang Noah minta. Wilya menghembuskan napas lelah, masuk kedalam kamar mandi untuk bergegas turun ke lantai bawah. Dia berpikir mungkin lebih baik menebus kesalahannya dengan membawakan bekal makan siang untuk suaminya itu.
Di perusahaan Noah, wanita cantik dengan balutan gaun santai bercorak bunga-bunga biru itu sedang menandatangi kontrak kerjanya lagi. Lina managernya tersenyum puas karena Gilsha akhirnya sudah mengambil keputusan yang tepat.
"Lin, aku ke ruangan Noah sebentar. Kau bisa jelaskan mengenai jadwal pemotretan padaku nanti malam saja."
"Jangan lama, kita harus segera pergi ke puncak."
"Ya, aku tahu."
Langkah kaki Gilsha yang menggunakan sepatu bertumit tinggi itu begitu anggun. Aldi sekretaris Noah yang berada diluar ruangan tertegun melihat Gilsha yang memang sangat cantik. "Nona Gilsha, ada yang bisa saya bantu?"
"Noah ada didalam? Apa dia sibuk?"
"Iya ada, Pak Noah sedang meninjau beberapa laporan. Sebentar saya tanya apakah Anda bisa bertemu atau tidak," ujar Aldi sopan dan Gilsha mengangguk.
Aldi masuk ke ruangan Noah, wajah pria itu kusut karena banyaknya kesalahan dalam data yang ia terima. Bahkan saat berbicara dengan Aldi dia tidak menatap wajah sekretaris-nya itu. "Ada apa?"
"Ada Nona Gilsha_____,"
"Suruh saja masuk," jawab Noah langsung padahal Aldi belum siap berbicara. Dia mengangguk meski Noah tidak melihatnya, Gilsha masuk ke dalam ruangan setelah Aldi mempersilakannya.
Gilsha tersenyum, Noah yang dia kenal dulu tidak berubah. Masih saja pekerja keras, padahal dia sudah ada didalam ruangannya tapi wajah Noah tidak berpaling dari kertas-kertas tersebut. Gilsha melihat pintu sudah tertutup sempurna, dia mendekati Noah dengan hati-hati memeluk kekasihnya itu dengan lembut. "Aku rindu," bisiknya pada Noah yang tersenyum. Kalimat Gilsha bagaikan percikan api yang menyulut semangatnya.
Noah langsung menarik pinggang Gilsha, mendudukkan wanita itu di pangkuannya. "Noah, bagaimana kalau ada orang diluar yang melihat."
"Tidak ada yang bisa melihat kedalam ruangan ini," katanya kemudian memeluk tubuh Gilsha dengan gemas. Wanita itu tertawa geli karena Noah mencoba meraih lehernya. Setelah puas membuat Gilsha tertawa, Noah menghentikan kegiatannya itu dia kini menatap mata Gilsha.
"Andai waktu bisa diputar kembali, kita sekarang pasti sangat bahagia." Gilsha mengatakannya dengan satu tangan terulur mengusap rahang Noah. Paham Noah tidak bisa memutuskan hubungan terlarang mereka berakhir seperti apa diwaktu yang secepat ini, Gilsha memulai pagutan bibir mereka berdua.
Noah seperti kerasukan saat ini, dia mencium bibir Gilsha dengan sangat menggebu. Pikiran kotor memenuhi kepalanya, ditambah Gilsha yang lihai membuat dia lupa diri dengan pergerakan tubuh Gilsha di atasnya. Gilsha tahu dia harus mengontrol dirinya dengan baik, agar semua rencana yang ia inginkan berjalan dengan baik.
Tangan Gilsha menuntun tangan Noah mendekap pinggulnya, posisi dia kini juga sudah benar-benar bebas berada di atas pangkuan Noah. Gilsha menghentikan ciuman itu, senyumnya terukir begitu manis sambil merapikan rambutnya ke samping. Leher jenjang dan kulitnya yang putih bersih menggoda Noah tanpa henti, dengan cepat Noah mengecup bagian leher dan bahunya itu. "Noah, kita harus berhenti."
Mendengar itu Noah mengehentikan kegilaannya, dia melihat jam di pergelangan tangan yang sudah masuk jam istirahat. "Ayo kita makan siang," ajaknya pada Gilsha.
"Aku tidak bisa lama, karena harus pergi ke puncak."
"Ya sudah kita makan, lalu aku antar dirimu ke puncak."
"Kau serius?"
"Iya sayang," jawab Noah kemudian mengecup hidung mancung Gilsha. Wanita di hadapan Noah saat ini begitu menyilaukan hati dan pikiran Noah. Mereka bergandengan tangan saat pertama keluar dari dalam ruangan Noah.
"Aldi kau bisa pulang, jika Wilya bertanya padamu katakan kita ke luar kota ada pertemuan dengan rekan bisnis ku."
"Maksudnya bagaimana Pak?" tanya Aldi kemudian dia melihat Gilsha yang begitu dekat dengan bosnya.
"Gil kau bisa turun lebih dulu, aku akan berbicara dengan sekretaris ku." Gilsha paham, dia menuruti keinginan Noah tersebut. Sementara itu, Noah menepuk pundak Aldi ketika mereka berdua sudah kembali masuk ke ruangannya.
"Aldi kau sudah lihat Gilsha bukan?" pertanyaan itu dijawab dengan anggukan kepala Aldi.
"Begini, Gilsha adalah kekasihku." Mata Aldi melebar setelah mendengarnya.
Bersambung....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top