Part 5.

AN; Short Chapter, aku bakal update lagi hari ini.. makasi kavittaaaa pita sayang sudah menunggu #menanges 😭😭 aku seneng lho kalau ditungguin heuheu, nanti malem kuupdate lagi.

___

"Selamat malam Cezanne..."

Tuan Junghae duduk pada sofa di depan elevator.

"Aku menunggumu tiga jam di sini."

Untungnya apartemen Cezanne merupakan apartemen mewah yang cukup terkenal di kota itu, kalau tidak, bisa dipastikan Junghae enggan duduk di sofanya dan memilih berdiri selama tiga jam penuh.

"Astaga, Tuan Junghae!" Cezanne memegangi dadanya yang hampir meledak tadi. Napasnya tersengal-sengal. Dia tidak jadi mengantuk karena melihat lelaki berjas hitam duduk membuka kedua kakinya lebar-lebar.

Cezanne menelan salivanya, menatap lelaki yang kini mengulum bibirnya sendiri, siap menerkam Cezanne bulat-bulat.

"Ma-mau apa kau datang kemari?" Cezanne mundur beberapa langkah, menyandarkan punggungnya yang bergetar saking gugupnya.

Junghae beranjak, mendekati Cezanne yang sedang membeku di hadapannya. Gadis itu benar-benar merasakan detak jantung di dalam mulutnya. Terlalu kencang, dia benar-benar memohon agar Junghae tidak berbuat jahat padanya.

Lelaki itu berjalan semakin dekat hingga ujung sepatu mereka bersentuhan. Dada Cezanne naik turun, Junghae semakin gemas ingin merasakan lekuk tubuh gadis itu dalam genggamannya.

Napasnya berat, Cezanne hilang dalam tatapan mata gelap Junghae. Lelaki gila seperti Junghae bisa melakukan hal cabul dimana saja, di depan elevator dan koridor apartemen sekali pun.

"Kalau kau mau tahu seharusnya kau angkat teleponku tadi..." Junghae tersenyum sinis. "Bukan begitu manis?" Junghae menyapukan ibu jarinya pada bibir gadis itu, siap melumat bibir ranum yang memanggil-manggil napsunya.

"Tuan... aku mohon..." Cezanne berbisik lirih, takut suaranya di dengar oleh tetangganya di apartemen. Namun suara seksi Cezanne malah memperburuk nasibnya. Junghae semakin menegang dibawah sana. Dia sudah berniat membuat gadis itu membayar tiga jamnya yang hilang begitu saja.

"Maafkan aku..." Cezanne berbicara diantara telunjuk dan ibu jari Junghae yang masih menempel tepat pada bibirnya, merasakan setiap gerakan saat gadis itu berbicara.

"Apa yang kau lakukan sehari penuh?" Junghae berjalan semakin dekat, hanya menyisakan dua puluh centimeter diantara mereka.

"Sibuk" Cezanne menjawab singkat. Matanya enggan menatap manik gelap Junghae, takut menyerah akan kuasanya dan malah membalas ciumannya.

Cezanne bergerak tidak nyaman, mencoba menghindari tubuh besar lelaki di depannya. Menundukan pandangan pada sepatu mahal milik Junghae naik hingga ke paha kencang dengan otot terlihat jelas dari kain yang memeluknya.

"Sibuk apa?" Junghae bermain jahil dengan rambut gadis itu, membawa temperatur memanas dan spontan mengigit bibirnya gugup. Lagi-lagi Cezanne salah langkah. Tatapan Junghae jatuh pada bibirnya, memerhatikan setiap perkataan yang keluar dari mulutnya.

"Sibuk. Temanku Ricky mengajakku pergi..." Cezanne berbohong, tidak mau lelaki itu mengetahui bahwa dia baru saja dikontrak untuk sebuah project yang melibatkan BXT Ent.

"Kau dibayar juga oleh Ricky itu?"

"Huh?" Cezanne menatap lurus. Dia tak mengerti maksud Junghae. "Dibayar apa Tuan?" tanyanya lugu.

"Ricky itu membayarmu sehingga kau memilih untuk bertemu dengannya daripada menjawab teleponku, iya?" Junghae menegangkan rahanya. Dia terlihat seksi dan bahaya.

Lelaki seperti Junghae sudah terbiasa dituruti kemauannya. Terbiasa memimpin, sehingga ditolak oleh gadis biasa seperti Cezanne membuat kepalanya terasa seperti terbakar.

"Ricky itu sahabat saya Tuan" Cezanne menjawab dengan suara sekecil mungkin. Sekarang Cezanne merasa bodoh karena menceritakan tentang Ricky kepada Junghae.

"Ikut aku sekarang!" Junghae menarik  tangan gadis itu hingga dia menyernyit kesakitan.

"Tidak!" Cezanne melepaskan cengkraman tangan Junghae, namun lelaki itu malah mendekat, mengunci pergerakannya dengan kedua tangan di kiri-kanan tubuhnya, siap menerkam Cezanne.

"Kau ini, untuk apa takut padaku?"
"Kau pikir aku orang gila?" Junghae menatap gadis yang berjarak 10 cm di depannya. Matanya masih terus memerhatikan bibir yang merengut kebawah. Ekspresi Cezanne terlihat seperti dia bertemu hantu.

"Ikut aku!" Junghae menarik Cezanne masuk ke dalam levator. Tangan mungil itu masih terus menggeliat mencoba melepaskan genggaman Junghae yang begitu erat. Cezanne tak tahu kemana Junghae akan membawanya.

Mereka masuk ke dalam elevator, berdua bersama Junghae memang tidak membantu. Dia malah takut terjebak di ruangan sekecil ini bersama pria menakutkan itu. Junghae melepaskan tangannya, dan merangkul pinggang kecil Cezanne seraya mendekatkann tubuh mereka agar bersentuhan.

Mata Cezanne mengisyaratkan lelah dan ketakutan. Tak disangka kabar baik hari ini harus tergantikan dengan kehadiran tuan Junghae yang memuakkan.

"Nanti aku jelaskan semuanya, tetapi malam ini kau harus menemaniku-"

Pintu elevator terbuka. Sesosok familiar berdiri di hadapan mereka.

"Glenn Muller?"  Cezanne dan Junghae berkata bersamaan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top