Part 6.

AN; Hai guys! Gimana kabarnya? Aku lupa nulis di cast kalo Jackson yang aku maksud di sini itu Jackson Wang 😂, Semoga tetap sabar menantikan mereka bertemu ya!

Terima kasih bersedia mampir ke sini❤ Ayo guys di tonton We Are Bulletproof the Eternal, aku udah nangis kejer semalem tapi ku ulang-ulang walaupun gak kuat nonton😣sayang BTS sayang Army! Borahae
💜

___

Kim Nala

Nala mengunyah serealnya sembari terisak melihat berita Jungkook dan Lily yang tertangkap kamera sedang bergandengan tangan keluar dari restoran semalam. Foto itu terpampang di mana-mana, di semua media sosial, di laman terdepan pula!. Nala hanya bisa menatap lesu pada layar, meratapi nasibnya yang belum juga berubah. Dia hanya seorang penggemar yang menikmati ketampanannya dari kejauhan.

Nala tahu dia tidak mungkin bisa menggenggam tangan Jungkook seperti Lily, atau mendapat tatapan penuh cinta seperti itu. Hatinya sakit. Jungkook adalah patah hati pertamanya.

Dalam beberapa hari lagi dia mungkin berkesempatan untuk memberi Jungkook hal yang berarti untuknya, bukunya sendiri. Kesempatan yang tidak datang dua kali, Nala tak mau menyia-nyiakannya begitu saja.

Buku yang ditulis dari hasrat, dan juga segala keinginan terpendamnya. Kini Nala tahu apa yang harus dia tambahkan, cinta.

Nala ingin ceritanya punya makna, punya perasaan. Nala menuangkan segala sakit hatinya pada buku itu. Entah bagaimana caranya dia mencampur erotis, cinta dan sakit hati menjadi satu, dia harus menyelesaikan buku itu cepat, tetapi sempurna.

Dia berkhayal, kalau saja Jungkook hanya beberapa meter jauhnya, kalau saja Jungkook dengan mudah digapai, dia rela memberikan segalanya untuk Jungkook.

Jungkook boleh memilikinya, menahannya agar tidak pergi, atau menghancurkannya di ranjang, Ya itu sih memang impian Nala. Nala mau membuat Jungkook merasakan kenikmatan yang selama ini Nala rasakan hanya dengan membayangkan kedua kulit mereka bertemu. Kalau Jungkook ingin memberikan itu kepada Nala, dia tambah senang lagi.

Setelah bersiap dan merias wajahnya, Nala hadir di tempat kerjanya untuk terakhir kali sebelum keberangkatannya ke Amerika. Vincent sudah menunggu di depan ruangannya sembari tersenyum. Baju satin berwarna biru itu memeluk tubuh kencangnya secara indah, menampilkan lekuknya dari balik kain itu.

"Hey, aku suka sepatumu!" Vincent menunjuk sepatu pump tumit tinggi  berwarna merah mengkilat, cocok dengan lipstick merah menyala yang dipakai oleh Nala.

Dia pikir bibir seperti itu apa bisa menggoda seorang Jungkook? Namun kenyataannya bibir Nala lagi-lagi membuat Vincent mempertanyakan seksualitasnya. Dia sudah tidak tahu apa yang dia inginkan sekarang, bibir Nala, atau lipsticknya.

"Thank you Vincent" Nala melewati lelaki itu, duduk di kursinya sambil merapikan rok pendeknya yang terlipat, mata Vincent masih memperhatikan lutut mulus Nala yang mengintip malu-malu, juga kerah baju Nala yang sedikit terlalu rendah. Dipastikan tuan Lee akan menatapnya terlalu lekat-lekat hari ini.

"Ada perlu apa?" Tanya Nala, tangannya masih merapikan tumpukan kertas dan majalah di atas meja.

"Aku mau menyerahkan ini" Vincent memberinya tiga lembar kertas.
"Kau akan bertemu dengan tuan Lee kan?"

"Ya" Nala mengangguk. "Baiklah, manti aku berikan ya..." Ujarnya lagi.

Vincent enggan beranjak, dia menyandarkan tubuhnya di ambang pintu, memperhatikan Nala yang sibuk berkerja. Apa dia akan merindukan gadis itu saat dia pergi?

"Ada lagi?" Nala menolehkan kepalanya, menemui mata kehijauan Vincent, masih bingung mengapa orang Prancis-Amerika sepertinya bisa berbahasa Korea dengan lancar.

"Tak ada..." Vincent mendekati Nala. Tatapannya fokus pada bibir gempal Nala yang merekah dengan lipstick merah menyala, dia ingin sekali mengacak-ngacaknya dengan jarinya, atau menciumnya hingga bibirnya terkena noda merahnya juga.

"Kau wangi sekali sih!, aku selalu bisa mengenali aromamu saat kau melewatiku, parfummu apa?"

"Ini racikanku sendiri, produk lokal, sistemnya pesan online, nanti aku kirimkan linknya padamu" Nala tersenyum, sudut bibirnya meruncing.

Racikan sendiri? Vincent menghela napas, Dia jadi memikirkan apakah Nala seseksi aromanya, dibalik tumpukan baju dan rok itu.

"Kau suka wanginya?" tanya Nala.

"Iya, suka sekali. Manis, seksi juga" Vincent merasa bodoh. Dia memang tidak pernah mencoba menggoda seorang wanita seumur hidupnya.

"Variannya banyak sekali, bunga, buah, kayu-kayuan" Nala menyisir rambutnya, bersiap untuk pergi ke ruangan tuan Lee.

"Wah ba-"

"Hmm... Aku harus menemui tuan Lee sekarang Vincent, talk to you later" Nala menepuk pundak Vincent, jemarinya yang panjang seakan menyusup masuk kedalam lapisan kain satin yang tipis itu, bertemu dengan kulit Vincent. Dia hanya mematung membiarkan Nala pergi, berlenggak-lenggok di depannya.

Perempuan itu tidak mengerti mengapa tuan Lee gemar sekali memanggilnya. Pekerjaannya tidak memerlukan tuan Lee, hanya butuh persetujuan Nyonya Daisy dan sudah semua dapat terselesaikan. Topik yang dibicarakan lelaki itu juga tidak penting, Nala kadang takut pintu itu terkunci dan tuan Lee melakukan hal yang tidak seharusnya.

"Selamat pagi tuan Lee" Nala mengetuk pintu.

"Nala, Nala, Nala" Lelaki itu memainkan gelas di genggamannya. "Sudah siap semua untuk pergi ke Amerika?"

"Sudah tuan" jawab Nala.

Wajahnya menegang, saat Nala menyerahkan tumpukan kertas di genggamannya. Mata Jackson Lee turun pada paha mulus Nala yang kini ditutupi canggung menggunakan tangannya.

"Ini tulisanku untuk April's issues dan beberapa kertas dari Vincent, tuan"

Lelaki itu hanya diam, menyimpan kertas itu dalam foldernya.

"Pastikan tidak ada yang tertinggal ya Nala..." Ujarnya.

Nala mengangguk. Terbesit ide cemerlangnya,

"Tuan Lee..." Nala berkata lirih, mengirim tubuh Jackson dalam keadaan membeku, terbayang suara Nala menyerukan hal yang lain.

Matanya mengunci, Kini Jackson kehabisan kata-kata. Suara Nala terdengar sangat indah di telinganya, kotor, merdu, melengking, lembut, mendesah...

"Tuan?" Nala memanggil bossnya yang sedang terbang ke alam lamunan, membuyarkan khayalan penyebab lelakinya menegang di bawah sana, terhalang meja kerjanya itu.

"Ya Nala?"
"Kau mau bicara apa? Ka-katakan saja" Dia berdehem, menelan saliva yang membendung dalam mulutnya, menatap Nala bagai santapan lezat sekarang ini.

"Apa aku boleh ambil cuti setelah NYFW?" Nala menggigit bibirnya, membuat Jackson Lee salah fokus.

"Cuti? NYFW?" tanyanya.

"Iya, aku akan-" Nala memutar otaknya, memikirkan alasan yang cocok. "Berlibur selama beberapa hari untuk bertemu dengan temanku yang bersekolah di New York..." Dia menekan bibirnya hingga menjadi satu garis tipis.

"Berapa hari?"

"Aku mungkin akan mengambil sisa cutiku" ujarnya. "Dua minggu" ujarnya. Tekadnya memang sudah bulat. Nala mempertaruhkan jatah cutinya demi mendekati superstar yang tak akan dimilikinya. Nala sudah gila!

"Lama juga ya..." Lelaki itu mengusap dagunya, merasakan janggut tipis yang mulai tumbuh di sana.

Nala mengangguk lagi.

"Oke, baiklah, sertakan surat ijin saja ya..." Ujar tuan Lee. "Namun setelah itu kau harus cepat pulang  dan kembali bekerja" ujarnya.

"Baik tuan, pasti" Nala tertawa kecil. Dia senang sekali. Jackson jadi menyesali perbuatannya, kini lelakinya terus menegang di bawah sana mendengar tawa Nala yang lucu itu. Sial.

"Ada projek dan pengambilan gambar"  tuan Jackson membuka kalendernya.

"Saya ikut pengambilan gambar tuan?"

"Ya, Yoongi akan mengambil gambarmu" Tuan Lee tersenyum.

"Apa?" Nala spontan membuka mulutnya.

"Kau akan masuk dalam salah satu spread sebagai Employee of the year tahun lalu."

"Oh ya Nala..."

"Ya Tuan?" Matanya menatap lugu,

"Aku akan menaikkan jabatanmu menjadi Manajer pribadiku"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top