Part 5.

AN; Guys maafkan typo bertebaran!
H-berapa menuju US nih guys,
Aku gak sabar Jungkook ketemu Henry ahahhaha😂 semoga gak bosen ya!

Semoga kita semua sehat selalu, borahae💜

____

Jung Jungkook

Jungkook bersiap dengan kemeja dan suitnya. Hari itu dia sudah berjanji akan mengajak Han Lily untuk makan malam. Jungkook tampan sekali, bisa dipastikan perempuan itu meleleh, menggelepar terserang pesonanya.

Jungkook memakai setelan biru gelap, dan rambutnya ditata rapi ke samping. Tidak lupa membubuhkan parfum aroma musk di sudut kerahnya. Dia baru saja bercukur, jadi aromanya musk dan aftershave yang lemon, seksi.

Supirnya sudah menunggu di depan rumah. Entah apakah rumahnya itu masih dapat disebut dengan 'rumah' karena begitu besarnya. Malam itu indah, udara cukup dingin, Jungkook membawa mantel berwarna hitam yang disampirkan pada lengannya, sambil sesekali menengok jam tangan mahal pada pergelangan tangannya.

Semua sudut Jungkook itu indah, urat-urat yang terpahat pada tangannya, lengannya yang kekar, rahang tegas, juga mata gelap yang menarik. Memang beruntung Han Lily bisa berkencan dengan penyanyi papan atas Korea Selatan itu.

Ia sampai pada salah satu restoran prancis termahal di Seoul. Seorang wanita berdiri di depan pintu, mempersilakan masuk."Selamat malam, sudah pesan kursi Tuan?" perempuan itu tersenyum genit saat sadar lelaki yang berdiri di depannya, adalah superstar Jung Jungkook, pun pelayan yang lain ikut berbisik membicarakan betapa ketampanannya itu tidak hanya sekedar ilusi layar kaca belaka.

"Sudah," Jungkook tersenyum dingin, mengencangkan rahangnya. "Atas nama-". "Jung Jungkook". "Baik, sebentar ya Tuan" Perempuan itu menulis namanya pada buku dan menggenggam buku menu pada lengan kirinya. "Sebelah sini Tuan," dia memimpin jalan, menuntun Jungkook untuk duduk di ruangan VIP yang sudah di pesannya sejak beberapa hari yang lalu. Dia menunggu sabar, memainkan ponsel, membuka media sosial, e-mail, melihat jam tangan, begitu terus, hingga sesosok perempuan bertubuh molek mendekati pintu kaca itu dan membukanya perlahan.

"Maaf aku terlambat," ujarnya. 

"H-hai," Jungkook menghampirinya dan memberikannya pelukan canggung. Sebenarnya mereka benar-benar baru berkencan seminggu yang lalu, entah dapat ide dari mana lelaki itu datang pada Lily dan hendak menjadikannya kekasih. Mereka tidak dekat sebelumnya, tidak juga sering menghubungi satu sama lain, hanya beberapa kali bertemu dalam acara dan tidak pernah bertemu lagi. Jungkook berpikiran mungkin Han Lily cocok untuk menjadi pendampingnya, jika dilihat dari karier , hobi, dan fisik mereka yang sama-sama memukau.

"Hai, sudah lama menunggu?" Lily tersenyum canggung, menyingkirkan untaian rambut pirangnya di belakang telinga, dan duduk di kursi berhadapan dengan Jungkook.

Tidak ada kata sayang ataupun ciuman, mereka sepasang kekasih tanpa chemistry, aneh namun faktanya memang seperti itu. Seminggu yang lalu mereka bercinta, tepat setelah Jungkook meminta Lily menjadi kekasihnya. Mungkin terdorong nafsu ataukah ada rasa yang lain, Jungkook mantap membocorkan hal itu ke media hingga mereka tertangkap sedang bergandengan tangan keluar dari hotel beberapa waktu lalu.

Lelaki itu mengerjap, memperhatikan perempuan di depannya, cantik, seksi, namun kosong, hampa, Jungkook tidak juga merasakan cinta walaupun mereka sudah melakukan seks minggu lalu. Bodohnya dia berpikir bahwa cinta dapat tumbuh semudah itu, semudah dia membuat Lily untuk menyerahkan tubuhnya demi seorang Jungkook.

"Kau mau makan apa?" Jungkook menyerahkan buku menu pada Lily, disusul tatapan bingung dari perempuan itu. Lily kira Jungkook sudah memesan makanannya, bukankah itu yang selalu dilakukan laki-laki saat berkencan?

Jungkook memang payah dalam berkencan, tahun-tahun sebelumnya yang dipikirannya hanya kerja, kerja, dan kerja. Dia tidak ada waktu untuk wanita, mungkin banyak orang yang tidak percaya bahwa pria seksi Jung Jungkook sudah melajang selama sepuluh tahun.

Masalahnya hanya satu, hormonnya yang suka melonjak tiba-tiba yang hanya bisa dipuaskan oleh tangannya sendiri. Jungkook tidak membayangkan wanita lain, dia hanya membayangkan sentuhan nikmat daerah wanita yang sempit seerat tangannya sendiri.

Lily memang bukan yang pertama, sebelumnya Jungkook mengakhiri masa perjakanya bersama seorang gadis satu sekolah dengannya. Eksperimen pertama memang canggung, aneh, tapi berkesan. Namun perasaan itu masih ada pada Jungkook sampai sekarang. Bayangkan saja sudah bertahun-tahun tanpa hubungan, pasti canggung sekali. Jungkook cukup ahli dalam mengontrol nafsunya di depan wanita.

Seksnya dengan Lily juga dirasanya biasa saja, hanya sekadar pemuas kerinduannya dalam bercinta, walaupun Lily sudah termasuk ahli dalam bermain. Jungkook butuh wanita yang kompleks, yang membuatnya penasaran, hingga cinta mati.

"Uhm, Escargot saja," ujar Lily. 

"Oke, kau sudah menentukan pilihannya ya," Jungkook mengangkat tangannya, memanggil pelayan yang sudah bersiap di depan pintu ruangannya. "Saya mau pesan," Dia melafalkan katanya, membuat lelaki itu menghampiri mereka dengan pulpen dan buku catatannya. 

"Selamat malam Tuan dan Nona, silahkan mau pesan apa?". ]

"Kita ada best seller untuk-" 

"Saya escargot saja," Lily memotong pembicaraan pelayan itu, tersenyum sinis, membuat Jungkook sedikit risih melihat tingkahnya. Lily menatap Jungkook, mengisyaratkan pesanannya sudah selesai. 

"Hari ini uhm saya sedang bosan makan daging sapi..." Jungkook membolak-balik buku menu di depannya. "Bagaimana kalau daging bebek, apa ada yang recommended di sini?" tanyanya. 

"Bebek, best seller kami adalah Magret de Canard-nya Tuan" Lelaki itu tersenyum membuka buku menu dan menunjukan gambar hidangan yang terlihat lezat menggugah selera.

 "Uhm, aku ini saja ya," Jungkook tersenyum. Pria yang sopan dan tutur katanya juga baik.

Lelaki itu mengulangi catatannya seraya mengambil buku menu dari meja, lalu membungkukkan badannya. "Sudah, tuan, nona, ada tambahan lagi?"."Makanan pencuci mulutnya mungkin?".

"Tidak" Lily menjawab dingin. 

"Itu saja dulu ya," Jungkook tersenyum lagi, agak tidak nyaman dengan sikap wanita di depannya itu. 

"Baik tuan, estimasi hidangan adalah 30 menit, terima kasih" Dia membungkukkan badannya lagi. 

"Baik, terima kasih ya," ujar Jungkook.

Keheningan mengisi ruangan kecil dengan sofa beludru merah itu.

"Jadi, bagaimana kolaborasimu?" Lily memulai. Percakapan ini agaknya seperti rekan kerja, bukan sepasang kekasih. 

"Beberapa hari lagi aku akan pergi ke Amerika" jawabnya. 

"Untuk rilis lagumu dengan Henry?".

"Ya..."

 "Oh," Lily mengangguk. 

"Bagaimana denganmu?" Tanyanya. 

"Akan ada syuting video klip minggu depan" ujar wanita itu.

"Dimana?".

"Belum tau" Lily memutar-mutar rambutnya, pasalnya dirinya sudah teramat basah dan tergoda melihat penampilan Jungkook malam ini. Ingin sekali dia membujuk pria itu untuk bermalam dengannya. 

"Good luck" Ujar Jungkook singkat, tak ada kata manis ataupun pertanyaan lainnya. Jungkook memang payah soal cinta.

"Terima kasih, you too" Lily menghela napas, mencoba menggengam tangan lelaki di depannya.

"Kau akan pergi lama?" tanya gadis itu. Suaranya melembut, berharap Jungkook menangkap sinyalnya, menangkap intensinya untuk menghabiskan waktu bersama namun bodohnya Jungkook tidak mengerti. 

"Ya, sepertinya, aku rindu rumahku di Amerika". Bodoh, Jungkook bodoh, dia malah menjawab betapa dia ingin tinggal di Amerika lebih lama lagi padahal sudah jelas gadis itu tidak mau Jungkook meninggalkannya.

"Uhm, begitu ya" 

"Ya" Jawabnya singkat. Jungkook sibuk mempersiapkan rilis lagu, latihan vokal berjam-jam dan juga olahraga untuk membentuk tubuhnya. 

Sesaat kemudian seorang lelaki datang membawa peralatan makan, garam, merica, serta pesanan mereka. Jungkook sudah merasakan perutnya bergejolak hanya dengan mencium aroma lezatnya. "Maaf aku tidak konsentrasi, aku lapar" ujarnya pada Lily. "Selamat makan Lily" Jungkook mengambil garpu dan pisaunya, bersiap melahap makanan di depannya.

"Selamat makan Jungkook"

Mereka menyantap makanannya masing-masing. Hening sekali, hanya suara Jungkook mengunyah dan suara musik di restoran itu.

 "Kau punya rumah di Amerika?" Lily bertanya. 

"Ya, apartemen. Aku selalu tinggal di sana sewaktu ku berlibur."

"Ada apa?" tanyanya. 

 "Tidak, hanya bertanya saja" Lily meneguk minumnya. "Penggemarmu membenciku" Lily merengut, membuat wajah sedih supaya dikasihani. 

"Tidak, ah".

"Penggemarku tidak seperti itu". Lily tambah merengut.

 "Kau tidak mempercayaiku? Bahkan ada yang mengirimiku ancaman pembunuhan Jungkook!" 

"Mereka hanya belum terbiasa dengan sosokmu di sisiku" Jungkook kembali memasukan potongan daging bebek ke mulutnya.

Lily kesal, Pria itu seharusnya membelanya, kekasihnya, calon istrinya, bukan malah penggemar yang dia tidak kenal. Ya kan?. 

"Kalau aku dibunuh penggemarmu bagaimana?" ujarnya lagi. 

"Jangan berkata seperti itu!" Jungkook menatapnya lekat. Kali ini lumayan serius. Perempuan itu ingin Jungkook membelanya, melindunginya, dan itu tadi, mengajaknya bermalam. Apa masih kurang jelas?

"Aku bisa jamin, mereka tidak seperti itu,"

Lily memutar matanya. "Lalu?"

"Kau kan ada bodyguard. Seharusnya sudah cukup aman

"Oleh karena itu berhati-hatilah kemana pun kau pergi, ke pesta, mabuk, atau apapun itu, berhati-hati saja," Jungkook tahu wanita itu gemar ikut pesta dan mabuk semalaman. Dasar gadis metropolitan.

Ingin rasanya Lily berteriak dalam hati, kekasih macam apa Jungkook itu. Dia kira Jungkook adalah pria romantis seperti lagu-lagunya, ternyata tidak. Jungkook dingin dan membosankan. 

"Ya sudah, setelah ini kau pulang ke rumahmu, dan beristirahatlah, sepertinya kau lelah."

Han Lily tidak menjawab. Kini Jungkook bingung apakah hal seperti ini dapat disebut dengan kencan. Jungkook belum nyaman menceritakan banyak hal pada Lily, perempuan itu juga tak tampak antusias. Mereka menghabiskan makanan dengan keheningan menyelimuti mereka sekali lagi. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top