Part 3.

AN; Tadi aku ngesave eh ke publish, semoga Nala cepat bertemu dengan Jungkook ya😂❤ (atau enggak?🤔🤔🤔🤔🤔)

____

Kim Nala

Nala terbangun dengan terkejut. Sudah pukul 7, dia harus bersiap untuk berangkat kerja. Sialnya laman web itu menunjukkan berita yang buatnya susah untuk beranjak.

"Henry Stevense? Penyanyi internasional itu?" Nala bergumam. "Astaga! Aku tidak sabar. Dia tampan juga sih, aku yakin pasti kolaborasi mereka akan menembus tangga lagu tertinggi" Ucapnya senang. Seketika dia lupa alasan matanya bengkak semalam. Matanya bengkak menangisi Han Lily dan segala kemungkinan dari kisah cinta idolanya itu. Nala gadis bodoh yang konyol.

Bayangkan saja, rumor kedekatan Han Lily dengan Jungkook sampai terbawa hingga mimpinya semalam. Nala sedih sekali, patah hati, terasa dicabik-cabik, katanya. Saking denialnya, Dia yakin hubungan mereka hanya sebatas publicity stunt dan tidak lebih. Menurutnya Jungkook tidak akan mau mengencani Han Lily yang sudah pernah mempunyai hubungan dengan banyak laki-laki sebelumnya. Jungkook bisa mendapatkan lebih dari itu.

Alarmnya berbunyi. Nala benar-benar akan terlambat hari ini. Dia lekas mandi dan meneguk sekotak susu dalam kulkasnya, lalu berangkat ke kantor. Nala masih gundah hatinya, dia tidak tahu sampai kapan hingga semangatnya datang lagi. Lalu lintas lancar, untungnya Nala sampai tepat waktu, hanya semenit menuju terlambat. Dia berlari dengan sepatu tumit tinggi, naik elevator, lalu membuka pintu kaca bertuliskan 'GORG. Editor'. Rambutnya masih berantakan. Wajahnya belum di poles riasan sedikit pun. Matanya sembab, bibirnya pucat, Nala terlihat tak bernyawa.

Vincent, lelaki tampan bak Gucci berjalan itu berpapasan dengannya, memberi tatapan cemas sekaligus bingung, menyempatkan diri untuk berhenti dan berbalik badan memastikan apakah itu benar-benar Nala yang melewatinya. Setahunya Nala selalu cantik, cantik sekali, hingga seorang sepertinya yang tidak menyukai perempuan juga terpesona melihat kecantikan Nala. Bibirnya, bibir Nala yang penuh dan menggoda. Tidak ada yang tahu apakah Vincent ingin mempunyai bibir seperti itu, ataukah ingin menciumnya.

"Nala?" Vincent meraih bahunya membalikan badan gadis yang berdiri dengan lungai itu untuk menghadapnya.

"Ya?," Nala menatap mata gelap pemuda di depannya. "Ada apa?"

"Kau terlihat seperti hantu" Vincent membelalakkan matanya. "Kau bawa make up tidak?" tanyanya.

"Bawa..." Nala menjawab singkat.

"Cepatlah bersiap, Tuan Lee sudah menunggumu" ujarnya. Vincent malah menggiring Nala menuju ruangannya sambil mendudukkan gadis itu pada kursinya.

"Aku akan bantu merapikan rambutmu, tunggu sebentar..." Dia berjalan keluar ruangan, lalu membawa hair curler dan sisir lengkap dengan hair mousse.

"Vincent... Aku bisa sendiri" Nala meraih alat itu dari jemari panjang pemuda di belakangnya.

"Tidak, kau fokus pada riasanmu saja" ujarnya. "Apa kau mau aku yang meriasmu?" Tanya pemuda yang lantas buat mata Nala terbelalak.

"Tidak, terima kasih" Nala tahu Vincent tidak menyukai wanita, namun belum ada lelaki yang pernah menyentuhnya, kalau dia dipikir-pikir ulang, hanya Jungkook dan Jungkook seorang yang boleh menyentuhnya.

"Baiklah, " Vincent mengangguk, mulai menata rambut panjang milik Nala.Sekitar lima belas menit mereka selesai bersiap, rambut Nala terlihat indah karena hasil karya Vincent.

"Thank you Vincent," Nala menepuk pundak pemuda itu, lalu bergegas dengan pulpen dan buku catatan ke ruangan Mr. Lee.

Jackson Lee, lelaki pemilik GORG. magazine, majalah fashion terkenal ini sedang berdiri merapikan tumpukan majalah di ruangannya. Nala berhenti di depan pintu, mengatur napasnya lalu mengetuk pintu itu.

"Pagi Tuan Lee" Nala menyapa.

"Masuk" Lelaki itu mempersilakan Nala, sambil kembali merapikan majalahnya.

"Ada apa Tuan Lee memanggil?" tanyanya.

"Begini Nala" Lelaki itu berjalan ke mejanya, mengajak Nala untuk duduk di kursi menghadapnya.

"Aku akan mengirimmu untuk meliput New York Fashion Week untuk bulan april" ujarnya.

"New York Fashion Week?" Nala terkejut. "Jadi aku akan hadir di New York Fashion Week?" tanyanya dua kali, masih tidak percaya.

"Ya, aku sudah siapkan semua perlengkapanmu, kau hanya perlu bekerja, oke?" Tuan Lee memang manis perkataannya, tatapannya pada Nala juga selalu penuh godaan.

Nala tersenyum. Dia sudah lama sekali ingin pergi ke New York Fashion Week. Tapi bagaimana dengan Jungkook? Bagaimana jika Jungkook merilis albumnya di Korea Selatan? Bagaimana jika dia melewatkan acara peluncuran hanya karena pekerjaannya?. Dia dengar kolaborasinya akan diluncurkan bulan April, dan dua hari lagi sudah bulan april. Sialnya JEON Ent. belum mau membocorkan tanggalnya.

"Tunggu, tunggu...Tuan sudah siapkan semuanya?" tanyanya.

"Sudah" jawabnya.

"Jadi tiga hari lagi aku berangkat?" ujarnya. Nala menggelengkan kepala. Bisa-bisanya dia disuruh pergi dengan mendadak seperti ini.

"Acaranya ada di minggu pertama bulan April" Tuan Lee berkata lagi. "Kau pasti suka, Nala" ujarnya. "New York itu bagus, kapan-kapan kau akan kuajak pergi denganku ke sana"

Eh? Nala mengerutkan keningnya. Bosnya sudah mulai berbicara asal sepertinya. "Baiklah..." Nala menghela napas.

"Oke, persiapkan semua dengan baik ya" Ujar Tuan Lee lagi.

Nala mengangguk.

"Kau boleh kembali ke ruanganmu" Nala mengangguk sekali lagi, menghela napas panjang ketika meninggalkan ruangan itu. Mau tidak mau dia harus pergi ke New York, lalu bagaimana jika Jungkook-

Seketika muncul ide dalam benaknya. Nala berlari menyusuri koridor, turun ke lantai bawah, lalu menuju ruangan Vincent. "Vincent!" Nala menyandarkan tubuhnya pada daun pintu yang terbuka itu.

Pemuda dengan kemeja V neck berwarna biru muda itu menoleh ke arahnya, menengadah menemui mata lelah Nala. "Ada apa?"

"Aku mau cerita..." Nala merengut.

"Duduklah di sini" Vincent menepuk sofanya.

"Kau tahu tentang New York Fashion Week?" tanya Nala.

"Ya, memangnya kenapa?"

"Tuan Jackson Lee menyuruhku untuk menghadiri NYFW" jawabku.

"Waaahh!" Vincent bergumam. "Lalu? Itu masalah bagimu?" tanyanya.

Nala mengangguk. Vincent langsung menepuk lengannya keras sekali hingga memerah. "Ouch!" Nala meringis kesakitan.

"Kenapa kau menepukku keras sekali?" Perempuan itu mengelus lengannya yang memerah.

"Bukan kah bagus kau dikirim ke New York? Astaga aku ingin sekali, sudah sebulan aku tidak pergi kesana" Vincent mengedipkan matanya.

"Ya, aku tahu.."

"Tapi?"

"Taukah kau jika Tuan Jackson baru memberitahuku hari ini dan aku harus pergi dalam tiga hari?" Nala berseru lantang, lalu menutup mulut setelahnya.

"Hmmm...." Vincent menghela napas. "Memangnya kau ada jadwal acara lain?"

"Uhm, tidak sih" Nala mengulum bibirnya.

"Namun, jika sekiranya aku berhalangan hadir, maukah kau menggantikanku?" Nala membujuk.

"Ya mau saja, tapi Visamu hangus" ujarnya.

"Iya" Nala termenung. "Akan ku pikirkan lagi nanti" ujarnya sambil berlalu meninggalkan Vincent sendiri menatap punggungnya yang menjauh. Nala begitu aneh hari ini, pikirnya.

Perempuan itu termenung, kembali mengetuk-ngetuk pulpen pada mejanya. Dia membuka laptop, membuka dokumen pekerjaan dan melanjutkan sambil mencoba melupakan NYFW, Jungkook dan Lily, juga Kolaborasi Jungkook dengan Henry Stevense. Nala butuh konsentrasi, kalau pekerjaannya tidak selesai apalagi banyak salah ketik, Mrs. Daisy bisa marah seperti singa dan dia sudah terlalu lelah untuk mendengar ocehannya.

Tidak terasa pekerjaannya untuk bulan April sudah hampir selesai. Masih ada sisa lima menit sebelum jam istirahat. Nala membuka dokumen bukunya, merangkai kata-perkata dan mulai menulis. Nala rindu Jungkook, dan menulis buku itu adalah salah satu caranya untuk mengatasi kerinduannya. Dia biasa bertemu dengan Jungkook di sana. Dengan sosok Jungkook yang dia temui dalam versi imajinasinya, dimana Jungkook bukan hanya sekedar impian belaka. Jungkook bisa disentuh, bisa bertatapan mata dengannya.

Cerita yang erotis selalu menjadi ciri khasnya. Paha dalamnya terasa panas sendiri saat dia membaca ulang tulisannya. Nala menarik rambutnya, mengulum bibir, menelan saliva, bersenandung kecil hanya untuk memecahkan ketegangannya sendiri. Alangkah terkejutnya melihat Maureen yang berdiri di ambang pintu hampir membuatnya melompat dari kursinya. Spontan disimpan dan di tutup tulisannya agar tak ada satupun orang yang akan membaca.

"Hai Maureen, ada apa?" Nala menelan saliva, mencoba mengatur napasnya yang masih gugup bercampur kaget, dan canggung karena perempuan itu datang tiba-tiba.

"Mau ke kantin denganku?" ujarnya.

"Boleh" Nala beranjak, mengambil dompetnya dan berlalu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top