Part 20.
AN; Hai! Makasi yang udah mau mampir :) 💜borahaeeee! Ada yang kangen sama Jk dan Nalaaa?
🍑Semoga teman-teman sehat selalu yaaa🐰💛
___
Menyakitkan rasanya saat kata-kata itu keluar dari mulut Jungkook. Hati Nala seperti dibelah dua, sesak dan menusuknya tepat di ulu hati. Tercekik rasanya.
"Ya, aku tahu kok kalau dia kekasihmu..." Nala menunduk dengan pandangan lemah. Kalau Jungkook sudah menyebut status, Nala memang kalah jauh.
Jungkook menangkup dagunya dan mengecup Nala dengan lembut. Kalau saja dia tahu kupu-kupu di perut Nala sedang bertarung dengan air mata yang kini mencekiknya.
Gadis itu menatap Jungkook lalu menutup jarak di antara mereka. Setidaknya lelaki di depannya sudah menjadi inspirasi dan penghiburnya di kala sedih selama sepuluh tahun lalu.
Tak mungkin dia meminta lebih dari itu, bukan?
"Ayo tidur, sudah malam sayang..." Jungkook mengistirahatkan kepala di bahu Nala, menyusup manja.
Malam yang sempurna bagi sepasang kekasih, di bawah selimut tebal hangat, lalu kulit yang bersentuhan buat Nala susah untuk memejamkan matanya. Lagipula hari esok tinggal beberapa jam lagi.
Dia memerhatikan Jungkook yang tertidur pulas, berimajinasi tentang apa yang akan dilakukannya besok. Nala terlalu takut membaca bukunya lagi, takut jika harus menerima kenyataan bahwa tulisannya bisa menjadi bumerang ataupun mimpi buruk.
Sudah pasti Nala akan menyesali semuanya jika dia semakin tenggelam dalam pesona Jungkook. Sulit rasanya untuk melepaskan diri, jika lelaki itu kini ada di pelukannya. Seakan Nala terantai dan Jungkook yang membawa kuncinya.
Matahari pagi mulai menampakkan diri saat dia baru tertidur beberapa jam saja, Jungkook sudah pergi entah kemana. Suara air dari kamar mandi mengundang Nala bergabung di dalamnya.
"Jungkook, kau di dalam?" dia mengetuk pintunya.
"Ya sayang, masuklah..."
Terbelalak dengan pemandangan di depannya. Gadis itu kini sudah harus mulai biasa dengan kehadiran Jungkook yang dulu hanga bisa dia lihat di layar kaca.
Siluet Jungkook terbentuk nyata dari dalam kaca tinggi yang mengelilinginya. Nala melepaskan kimono piyama yang membalut tubuhnya semalam, membiarkan kain itu tergantung rapi pada tiang di depannya.
Lelaki itu tersenyum senang, melihat gadis lugu yang semakin berani dan percaya diri, atau bahkan bisa jadi sosok tokoh yang dia baca dibuku erotis itu.
Aktivitas mandi yang panas, karena kedua orang yang tak berhenti bersentuhan, juga karena tekanan yang diciptakan keduanya.
Asap mengepul ketika pintunya di buka, membiarkan Nala yang terbalit handuk untuk keluar dan merapihkan barangnya, sembari menunggu Jungkook yang sedang memasak untuk sarapan.
Gadis itu bahkan sudah memakai lingerie terbaik, kalau-kalau Jungkook ingin melakukannya di meja makan pagi ini juga. Nala harus bersiap dengan semua ide gila Jungkook.
Nala menatap tubuhnya di cermin, bertanya pada dirinya sendiri apakah tubuhnya cukup indah untuk dipamerkan saat Jungkook membuka kimono piyamanya nanti.
Wajah Jungkook berubah cerah saat Nala memasuki ruang makan. Hanya memakai celana pendek saja lelaki itu mengikat rambutnya ke atas lalu tersenyum menggoda ke arah Nala.
"Pagi, "
"Sudah lapar?" godanya lagi.
"Sudah," Nala mengambil tempat duduk tepat di belakangnya, cukup strategis untuk memandangi punggung indah Jungkook saat memasak.
"Kau pintar memasak ya?"
Pertanyaan Nala hanya dibalas kekehan kecil dan wajah yang bersemu. "Ya... sedikit..."
"Aku sudah terbiasa tinggal sendiri..." ujarnya. "Ada kalanya aku yang memasak makananku sendiri," jelasnya.
Senyum manis terukir di wajah Nala. Aroma daging asap memasuki penghidunya, namun lelaki di depannya terlihat lebih menggiurkan daripada makanan yang dipegangnya.
"Sehabis sarapan aku harus pergi," Jungkook menghidangkan sandwich serta telur yang dibuatnya di depan Nala.
"Pergi ke mana?" tanyanya penasaran.
Wajahnya merengut, sedih dan juga kecewa. Nala kira sehari penuh akan dihabiskannya bersama Jungkook.
"Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan..." jawabnya singkat.
"Kenapa?" Jungkook menggigit makanannya yang masih panas.
"Tak apa, aku hanya bertanya Jungkook..." menunduk sedih lalu menghabiskan makannya sedikit, demi sedikit.
Yang ada di pikirannya hanya Lily. Dia tahu Lily mungkin menetap di New York selama beberapa hari dan Jungkook harus menemuinya.
"Aku harus bergegas, kau mau pergi ke mana hari ini?" tanyanya.
"Mungkin makan siang nanti..." Nala menjawab lesu.
"Baiklah, kabari aku jika kau ingin keluar ya..." Jungkook mengecup bibir Nala cepat dan membersihkan piring kotornya.
Dalam sekejap mata, Jungkook sudah siap dengan jaket kulitnya serta rambut yang diikat ke atas. Tampannya semakin menjadi-jadi. Awalnya Nala takut jika bertemu dengan Jungkook cintanya perlahan memudar, namun yang terjadi malah sebaliknya.
Dia memerhatikan punggung Jungkook yang perlahan menjauh, dan menghilang meninggalkannya sendiri, lagi.
Tidak, Nala tidak berniat untuk menguntit Jungkook seperti penggemar yang menyeramkan. Tidak separah itu kan?
Tatapan memelasnya tertuju pada dinding putih polos di depan ruang tamu, terpaksa membuka laptopnya dan melanjutkan beberapa pekerjaan untuk mengisi waktu.
Nala penasaran pekerjaan apa yang Jungkook lakukan, apakah dia mempunyai wanita lain, ataukah ada penggemar yang diperlakukan sama sepertinya.
Suara-suara di kepalanya mulai mengacaukan perasaan nyaman yang baru sempat ada beberapa waktu lalu. Kini Nala dipenuhi pikiran-pikiran aneh kalau-kalau keberadaannya tidak sepenuhnya aman.
Cermin di samping kirinya juga tidak membuat keadan menjadi lebih baik. Pantulan wajah lelahnya serta piyama kimono yang membalut lingerie di dalamnya cukup menunjukkan betapa Nala rela memberikan semuanya demi pria bernama Jungkook.
Gadis muda yang kini menatap wajahnya menyedihkan mulai menitikkan air mata menuruni pipi halusnya. Pengakuan Jungkook tentang Lily masih terngiang jelas dan enggan beranjak dari ruang telinganya.
Dia membuka lagi buku yang ditulisnya. Bukannya sudah jelas kalau Nala menumpahkan segala hatinya ke dalam buku itu? Bahkan khayalan yang tidak masuk akal sekalipun.
Lagipula sejak awal dia pasti sudah menyadari kalau hubungannya tak akan berujung kemana-mana, tak akan berakhir baik seperti buku fiksi yang ditulisnya.
Terlalu indah, beberapa kejadian yang ditulisnya berujung kenyataan seakan dia punya bayangan tentang masa depan.
Tak mungkin sepertinya memaksakan Jungkook untuk jatuh cinta padanya seberapa keras pun dia mencoba.
Bayangkan saja, Jungkook rela menemui kekasihnya malam-malam. Tak mungkin Nala diam saat dibakar api cemburu melihat lelaki yang baru saja memberikannya ciuman pertama harus pergi menemui kekasihnya.
Suara perutnya sendiri membuyarkan lamunannya. Seharusnya sekarang Nala sudah menyantap makan siangnya, bukannya meratapi nasib sambil duduk di lantai kediaman Jungkook. Sepertinya waktu berbaik hati padanya, detik demi detik berjalan cepat.
Nala memakai dress kasual dengan jaket denim, serta menyampirkan tas kecilnya, tidak lupa mengirim pesan pada Jungkook bahwa dia akan meninggalkan rumah, Nala menaiki taksi yang dicegatnya di pinggir jalan, Nala berniat mencari restoran enak yang sudah sempat dicarinya melalui google.
Kata orang pizza di restoran yang di datanginya itu enak, dagingnya banyak serta kejunya lezat.
Terbiasa sendiri, Nala sudah tak takut berpergian sendiri, memesan makanan atau sekedar membeli kopi di cafe. Lirikan aneh para pengunjung tak lagi mengejutkannya.
Waiter membawakannya menu lalu menjelaskan beberapa hidangan best seller yang mungkin akan dipesannya.
Setelah beberapa jam bertarung dengan pikirannya sendiri, Nala butuh comfort food. Otaknya yang memanas perlu didinginkan dengan segelas soda dingin yang segar.
Anehnya, dimanapun dia berada, Nala selalu merasa bayangan Jungkook ada di sekitarnya, menaruh perhatian pada Nala dan gerak geriknya. Padahal kenyataannya dia belum tentu peduli.
Aroma parfumnya, serta suara khas Jungkook tak pernah lelah menghantuinya. Mungkin halusinasi, atau sekedar beban pikiran saja, Nala takut kalau-kalau lelaki itu duduk di belakangnya, atau dengan diam - diam memasang alat untuk mengontrol perilakunya.
Nala memilih menutup telinga untuk meredam halusinasinya sendiri. Dia duduk di pojok sendiri, ponsel yang sengaja dia matikan, dekat jendela yang menghadap ke luar.
Saat itu dia tahu persis sosok pasangan yang masuk ke restoran itu,
dan kini bukan halusinasinya belaka.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top