Part 14

Dering telepon membangunkan Nala yang setengah terlelap. Sebenarnya dia masih terjaga sejak semalam. Mata Nala sayup berkedip. Gadis itu memaksa kedua kelopaknya untuk membuka. Tangannya meraba mencari ponsel yang sedari tadi dalam genggamannya, bergetar berdering tepat di samping selimutnya yang tersibak.

Satu pesan masuk ke kotak pesannya, nomor yang tak dikenal. Siapa gerangan yang menghubunginya pukul 6 pagi?

"Nala..." demikian pesan itu berbunyi. Gadis empunya ponsel malah terpaku berbaring pada ranjangnya, tangannya bergetar hebat.

"Ini siapa ya?" Nala mengetik cepat pada layar.

Tak ada jawaban, Nala bergegas untuk mandi dan merapikan barangnya lagi. Dia memesan roti untuk sarapan lewat layanan kamar lalu meneguk susu hangat serta jus jeruk.

Teleponnya berdering lagi. Lalu mati. Nala merasa seperti dipermainkan. Berdering hingga 13 kali namun tak berhasil di angkatnya.

Gadis itu frustasi. Suara itu terasa terulang di telinganya tanpa henti. Namun tak ada telepon lagi. Hanya pikiran Nala sendiri.

Kini pukul 7, jantung gadis itu berdetak kencang. Mungkin kah Jungkook yang menghubunginya tadi?

Pukul 7 lewat 2 menit, dering telepon memecah lamunannya. Dengan sigap jari mungilnya menekan tombol dan menerima panggilan dari nomor tanpa nama itu.

"Halo?" Suara berat lelaki menyapa, buat Nala membelalakkan mata dan membaca nama yang muncul pada ponselnya.

"Halo, dengan siapa ya?" Nala bangkit, menyandarkan punggungnya pada bingkai ranjang.

Lelaki itu tidak menjawab. Yang terdengar malah suara keran air yang dinyalakan.

Nala merinding, bagaimana bisa nomornya sampai pada orang yang tak dikenal?

"Maaf, aku ulangi,"
"Dengan siapa ya?"

Gadis itu menelan saliva, lalu mengacak rambutnya.

"Uhm—" suara lelaki itu berat, masih bergabung dengan suara air di belakangnya.

"Maaf, anda dapat nomor saya dari mana ya?" Nala kembali menghujaninya dengan pertanyaan.

Panggilan yang sunyi, tak ada jawaban, hanya bunyi tetesan air yang kini menggema, bersamaan dengan derap kaki basah pada ubin.

"Halo, Nala. Maaf aku sedang mandi..."

"Apa?" Reaksi spontan Nala membuat jarinya lantas menekan tombol dan mengakhiri panggilan. Orang gila mana yang nekat meneleponnya saat mandi?

Hari ini dering telepon begitu mengganggunya, sampai Nala mematikan mode suara lalu menggantinya menjadi mode sunyi.

Dia tak mau lagi mendengar suara teleponnya, atau suara lelaki yang masih jelas menggema dalam ruang telinganya.

Suaranya berat, panas, mengingatkannya pada Jungkook. Namun tidak mungkin Jungkook melakukan hal ini padanya bukan?

Layarnya berkedip, dia tahu lelaki itu berusaha menghubunginya lagi. Hatinya menimbang antara iya atau tidak dia akan menjawab teleponnya.

Dan jawabannya tentu ya. Nala mendahuluinya dengan sapaan, "Halo, maaf dengan siapa saya berbicara?"

"Anda sudah beberapa kali menelepon saya namun tidak—'

"Jungkook," lelaki itu menjawab.

Nala terdiam, tangannya berkeringat, ponselnya hampir meluncur jatuh ke bawah.

"Ini aku Jungkook..."

Gadis itu tak seratus persen percaya bahwa Jungkook akan meneleponnya pukul 7 pagi sesuai pintanya.

"Jungkook?" jawabnya.

"Ya, aku Jungkook. Kau menyuruhku untuk meneleponmu pukul 7 pagi kan?" jawab Jungkook. Nadanya menggoda, meledek gadis dengan keringat dingin di sekujur tubuhnya, hampir mati.

"Tidak mungkin Jungkook meneleponku, ha ha..." Nala tertawa sinis, menyesap jus jeruk yang masih tersisa setengah.

"Apa kau menemukan bukuku di tong sampah?" ujarnya lagi.

"Tong sampah? Ini aku Jungkook. Aku menyukai bukumu..." lelaki itu terkekeh. "Kau pintar membuat semua adegan panas itu. Kau buatku penasaran..."

Gadis itu tak tahu kenapa titik pembicaraannya bisa pergi sejauh ini. Dia tak pernah melakukan pembicaraan kotor, yang dia perbuat hanya menulis.

"Maaf, sepertinya anda salah orang..." Nala hampir menutup teleponnya, namun lelaki itu terus berbicara.

"Kau boleh menyalakan kameranya kalau tidak percaya padaku, hmm?" pria itu kembali bercanda. Dia menebak penulis buku itu pasti sama flirtynya dengan bukunya.

"Tidak, terima kasih..." Kalau pria yang meneleponnya adalah orang jahat, bisa-bisa besok dia ditemukan mati di selokan New York dan tak akan kembali ke Korea.

"Ayolah, aku tahu kau sangat cantik. Aku tak peduli dengan riasan atau tidak..." Suaranya mabuk. Mungkin karena itu dia tidak terdengar seperti Jungkook pada saat penandatanganan album. Lelaki ini lebih berani dan gila.

"Maaf aku tidak bisa..." tangannya bergetar hebat. Nala belum mau mati.
"Siapa pun anda, tolong tinggalkan aku. Aku tahu kau bukan Jungkook..." suaranya lirih. Gadis itu meneteskan air matanya.

"Aku Jungkook, percayalah cantik. Aku ini Jungkook..." ulangnya.
"Kenapa kau tak percaya padaku eoh?" tanyanya.

"Tolong tinggalkan aku tuan," ujarnya. "Aku benar-benar ingin pergi sekarang..." Nala mencari alasan yang masuk akal.

Dia hampir lupa kalau sekarang dia berada di New York, dan pria tersebut berbicara dengan bahasa korea fasih. "Bisa saja kan dia Jungkook?" batinnya bergumam, mengkhianati otaknya sendiri.

"Ayolah sayang, apa kau tak mau bertemu denganku? sepertinya kau begitu mendambakanku di buku ini? Mengapa jadi menjauh?" Lelaki itu benar-benar mabuk, kalimatnya keluar tanpa kontrol. Sembarangan.

Nala mengingat Hanson, lelaki Amerika yang fasih berbahasa Korea. Lelaki yang selalu menatapnya di pesawat. Apa Hanson memata-matainya selama ini? Lalu menyamar menjadi Jungkook?

Pikirannya terlalu rumit. Tidak mungkin.

"Tuan, aku benar-benar harus pergi..." gadis itu merengek, namjn tangan enggan mengakhiri panggilan. Ada harapan dibalik ketakutannya, jauh di lubuk hatinya Nala masih berharap Jungkooklah yang meneleponnya sekarang.

"Pergi ke mana? kembali ke korea? Kita belum berbincang banyak, hanya bertatap muka sepuluh menit di penandatanganan album kan?"

"Kau terlihat cantik sekali, kau punya sihir macam apa sih Nala?"

Matanya terbuka lebar. Lelaki ini benar Jungkook, atau seseorang yang bermain peran sebegitu hebatnya.

"Ma-maaf,"
"Aku tak tahu harus memanggilmu siapa, tuan..."

"Jungkook..." ujarnya.

"Kalau memang buku ini dibuang, tolong katakan padaku.."

"Tak ada yang membuang bukumu, aku menyimpannya, dan membacanya semalam sebelum tidur..."

"Lalu memimpikanmu..."

Nala begidik. Suara beratnya terbangkan seribu kupu-kupu pada perutnya. Wajahnya bersemu.

"Aku ingin bertemu denganmu Nala..." ujarnya.

"Ka-kapan?"

Ya, Nala menyerah dibawah pengaruh laki-laki seribu godaan itu. Gadis yang kini terhipnotis, membayangkan sentuhan Jungkook yang sebentar lagi jadi kenyataan.

"Malam ini. Temui aku malam ini..." ujarnya. "Katakan padaku kemana aku harus pergi?" tanyanya lagi.

Dia berbicara tak henti, bersikeras menghendaki pertemuan mereka.

"Hotel Elysee, aku akan pindah ke hotel Elysee..."

Gadis itu menutup mulutnya. Semua sudah terjadi. Dia sudah mengatakannya.

"Oke, Aku jemput di Hotel Elysee pukul 8 ya?" ujarnya.

Nala menjawab "Ya.." lirih. Gadis bodoh, bisa saja lelaki ini hanya predator atau psikopat. Dia tak pernah tahu.

"Jemput? Jemput ke mana?" tanyanya.

"Ke tempatku, tunggu aku ya sayang..."

Panggilan mereka terputus.
Nala bertaruh sekali lagi. Dia hanya berharap tidak mati konyol malam ini.

____

An; Hayooo, siaposeh yang nelpon Nalaaa? Jungkook apa om om gila? Mau double up ga??? Makasi ya guys yang udah baca, semoga hari kalian menyenangkan,💜💜borahe!
____

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top