YATIM PIATU

Isak tangis terdengar menggema di langit-langit sebuah rumah di kawasan Pondok Kelapa. Orang-orang ramai berdatangan dengan membawa beras yang mereka simpan di dalam kantong hitam dan mengumpulkannya di tempat yang disediakan.

Tampak dua peti mati berjejer di ruangan keluarga.

Dan tampak, seorang gadis menangis tak henti-hentinya.

Lyra Fernandes, gadis yang malang. Ia kehilangan orang tuanya yang meninggal dunia akibat kecelakan mobil.

"Mama, Papa.. jangan tinggalin Lyra sendiri." ucapnya sambil memeluk tubuh mayat kedua orang tuanya.

"Sudah Lyr, ikhlaskan. Kamu yang sabar." nampak seorang wanita paruh baya menenangkan Lyra yang tak henti menangis

Tibalah saat orang tuanya akan dimakamkan, Lyra tak sanggup berdiri. Ia tidak mau ikut ke peristirahatan kedua orang tuanya. Tetangga rumahnya yang menyaksikan hal demikian, menuntun gadis itumasuk ke dalam kamarnya.

"Lyra, kamu baik-baik saja ditinggal sendiri?" tanya Nina. Tetangganya.

"Iya teh, Lyra baik-baik saja kok."

"Kalau begitu, Teteh pergi dulu ya,"

"Iya,Teh."

Suara di rumah Lyra perlahan sunyi. Orang-orang sudah berangkat. Tinggallah Lyra seorang diri di rumah. Ia menatap ke luar jendela. Memikirkan apa yang akan dilakukannya.

Keluargannya merupakan imigran dari Eropa, tentu saja ia tak punya sanak saudara di tempatnya sekarang, Indonesia. Walaupun punya keluarga di Eropa, hubungan mereka juga tidak baik.

"Ya Tuhan, bagaimana hidupku?" ia menundukkan kepalanya. "Kalau begini aku nggak bakalan bisa lanjut sekolah."

Lyra merebahkan tubuhnya di atas kasu dan menutup mukanya dengan bantal. Namun saat sedang terbuai dalam lamunannya, Lyra dikejutkan dengan handphonenya yang berdering.

Kring...kring...kring..

"Aduh, siapa yang telepon?" Lyra beranjak dari tidurnya dan mengambil handphonenya yang ada di atas meja.

"Nomor siapa ya?" ia melihat nomor tak dikenal meneleponnya. Dan itu merupakan nomor telepon luar negeri.

"Ah sudah angkat saja, siapa tahu penting." ucapnya.

"Halo? Dengan siapa?"

"Ini Lyra?" terdengar suara lembut dari seberang ponsel itu. Seorang wanita.

"Ya, saya Lyra. Ini siapa?"

"Ini Tante Valeri."

"Eh Tante?" Lyra setengah kaget mengetahui orang yang meneleponnya itu adalah Valeri. Teman kedua orang tuanya yang sangat akrab dengannya.

"Lyra, sudah lama ya?"

"Ya Tuhan, tante dapat dari mana nomor Lyra? Oh ya Tan, Mama sama papa sudah.."

"Eits, jangan sedih-sedih lagi. Kan Tante sudah ada buat kamu." ucap wanita itu menenangkan.

"Uh,iya Tan," Lyra berusaha menahan air matanya agar tak jatuh lagi.

"Tante shina sama om Ghil nggak menghubungimu Lyr?"

"Tidak Tan, Nenek saja tidak." jawabnya lesu.

Valeri yang mendengar jawaban dari Lyra juga merasakan sedih.

"Lyr, sebenarnya Tante itu mau ngomong hal penting sama kamu." Valeri berbicara dengan nadanya yang serius

"Ngomong apa Tan?" Lyra sedikit penasaran.

"Mamamu sempat bilang samaTante, jikalau terjadi sesuatu sama Mamamu dan papamu, Mereka minta tolong sama Tante untuk jagain kamu."

Lyra yang mendengar ucapan Valeri menunduk. Ia sedikit sedih mengetahui kalau mamanya dahulu sudah berkata demikian, seakan ia sudah tahu kapan ia meninggal.

"Makasih, Tan. Tante sudah mau perhatikan Lyra."

"Iya Sayang. Tapi Lyr, Tante punya satu permintaan buat kamu."

"Apa itu Tan?" Lyra mengerutkan keningnya.

"Kamu tinggal dirumah Tante, kamu sekolah disini,"

"Eh? Tapi Tan rumah di sini bagaimana?" Lyra mendadak heran.

"Sebenarnya tante bisa saja sekolahin kamu di sana dari sini. Namun, tante nggak mau kamu tinggal sendiri."

Lyra hening seketika, memang beberapa saat yang lalu ia memikirkan bagaimana masa sekolahnya, namun ketika ditawari oleh Valeri, ia rasa sedikit bingung. Ia tak pernah tinggal dirumah orang lain.

"Tapi Tan, Lyra.."

"Lyra nggak mau dirumah tante ya?"

"Bukan begitu Tan, Lyra takut ngerepotin Tante."

"Nggak kok. Ini wasiat Mamanya Lyra. Tante sahabatnya. Tante nggak merasa terbebani sedikitpun."

Lyra menghela nafasnya. Ia mencoba menenangkan hatinya. Ia berpikir, apabila ia tak melanjutkan pendidikannya, mendiang orang tuanya pasti sedih. Dan Lyra merasa tidak enak dengan Valeri yang tulus ingin membantunya.

"Iya Tan, Lyra mau," jawab Lyra dengan nada yang menunjukkan ia bahagia. Walaupun dalam hatinya masih merasa berat.

"Nah begitu dong Sayang. Besok Lyra berkemas ya. Untuk semua urusan biar Tante yang uruskan."

"Iya Tante, terima kasih."

"Iya Sayang, sampai jumpa di Athena ya,"

Lyra kembali terdiam sejenak. Athena? Ia merasa tidak asing dengan nama itu.

"Tante bukan di Jerman?" Lyra bertanya.

"Oh nggak lagi Lyr. Tante di Athena sekarang."

Lyra memegangi kepalanya, hatinya sedikit bergetar. Karena kota itu adalah kota kelahirannya. Saudara dan keluarga-keluarganya banyak di sana. Ia sedikit merasa tak nyaman.

***
Tibalah hari dimana keberangkatannya tiba. Barang-barang tak satupun belum dimasukkan ke dalam koper besar miliknya. Lyra berpamitan dengan tetangga-tetangganya sebelum pergi.

Tepat setelah matahari berada di atas kepala, Lyra tiba dibandara. Ia keluarkan ponsel dari tasnya dan menghubungi Valeri yang sedang menunggunya di Athena.

"Tan, Lyra sudah di bandara," ucapnya sambil menatap-natap suasana sekitar.

"Iya Lyr, kalau sudah transit, kamu hubungi Tante ya. Biar Om Stev yang jenguk kamu di bandara Athena."

"Stev ?"tanya Lyra heran.

"Iya suami Tante, Lyr."

Lyra menyeka senyumnya, ia baru tahu kalau Valeri bukanlah wanita single. Ia menerka mungkin saja ia memiliki anak.

Setelah percakapan itu usai, Lyra kembali memasukkan ponselnya ke dalam tasnya dan berjalan sambil menarik koper besarnya.

Setibanya di dalam pesawat,Lyra menatap ke luar jendela. Ia tak menyangka bahwa ia akan meninggalkan Jakarta, mama dan papanya beristirahat lebih dahulu daripadanya.

"Ma, Pa. Lyra pergi dulu," bisiknya lirih, sedikit sedih saat membayangkan ia melakukan perjalanan juauh tanpa Mama dan Papanya.

Pesawat siap lepas landas, Lyra memejamkan matanya. Ia merasa sedikit gugup. Karena tak pernah baginya berperjalanan jauh tanpa Mama dan papanya. Tak pernah.

Setelah melakukan transit di singapura, dan duduk dalam pesawat selama delapan jam, tibalah Lyra di Athena. Ibukota Yunani.

Ia mengemasi barang-barangnya dan keluar. Ia sedikit memicingkan matanya, di tempat itu, udaranya sangat sejuk. Namun sinar matahari begitu terik.

Lyra menghela nafasnya. Ia tak menyangka ia kembali ke kota itu. Sudah lebih 20 tahun ia tak pulang. Semenjak insiden keluarganya yang tak begitu mengenakkan apabila di ingat.

Alih-alih itu, Lyra langsung menghubungi Valeri. Namun tak ada jawaban dari Valeri. Lyra sedikit bingung.

"Duh, bagaimana ini?" cetusnya.

Lyra berjalan menelusuri tempat itu, ia tak tahu wajah suami Valeri.

Namun, saat gundah dan pasrah bercampur dalam dadanya, seorang laki-laki semampai berambut pirang dan mata biru pekat menepuk punggungnya. Lyra yang kaget langsung reflek menoleh.

"Lyra?" terdengar suara dari laki-laki itu bernada lembut dan kebapakan.

Lyra yang kaget memasang wajah heran ketika melihat laki-laki tersebut. "Iya saya Lyra." ucapnya.

"Saya Stev, Kamu ingat?"

Lyra mengerutkan keningnya, ia tak begitu yakin laki-laki itu Stev, suami Valeri. Lyra hanya diam dan tak bicara karena curiga.

"Lyra? Kamu tidak dengar?" laki-laki itu menatap heran.

"E..eh? Iya? Om Stev?"

"Iya Nak, kamu nggak ingat om ya?"

Lyra hanya diam. Dia bukan hanya tak ingat, namun ragu, apakah benar laki-laki dihadapannya adalah Stev? Karena ia merasa ia sama sekali belum bertemu dengan Stev.

Namun keraguan itu pecah seketika. Beberapa saat kemudian, nampak Valeri berjalan lurus menuju tenpat Lyra dan Stev.

"Lyra sayang." Valeri langsung memeluk tubuh Lyra.

Lyra yang melihat Valeri, merasa legah dan tenang. Ia membalas pelukan hangat Valeri yang diberikan padanya.

"Stev kenapa lama sekali? Aku cemas takut kau tidak mengenali Lyra." wanita itu langsung menghujani suaminya dengan pertanyaan.

"Tidak Val, Sepertinya Lyra yang tak ingat padaku." jawab Stev sambil tersenyum.

"Ma..maaf om, Lyra nggak ingat." jawabnya kaku.

Valeri yang melihat hal itu,tersenyum dan kembali memeluk Lyra. Ia mengajak suaminya dan Lyra untuk segera menuju rumahnya.

"Ayo Sayang, kita bawa Lyra pulang."

Stev menggantikan Lyra untuk membawa koper besar miliknya. Valeri tak henti memegangi tangan Lyra. Sepanjang perjalanan, Lyra merasa nyaman dibuat sepasang suami istri itu.

Mobil Stev melaju dengan santai. Menyelusuri sepanjang jalan dengan terpaan angin sepoi-sepoi. Hal itu membuat Lyra terbawa suasana. Dalam waktu yang singkat itu, ia bisa membuang kesedihannya.

Setelah sekitar sepuluh menit perjalanan dari Bandara, mobil yang dikendarai Stev berhenti di depan sebuah rumah yang besar. Tidak, sangat besar. Bagai istana.

Lyra turun dari mobil. Matanya tak luput melucuti setiap sudut rumah besar itu. Mulutnya sedikit terbuka. Ia tak pernah rasanya melihat rumah sebesar itu di Indonesia

"Kita sudah sampai Sayang. Ayo masuk," Valeri merangkul Lyra dan segera menuntunnya masuk ke dalam. "Oh, Stev. Jangan lupa dengan kopernya Lyra." Lanjutnya.

"Iya Valeri." jawab Stev sambil membuka bagasi mobilnya.

Lyra dan Valeri masuk ke dalam pekarangan. Rumah itu tak hanya besar, juga sangat indah dan tertata. Lyra dibuat sangat takjub dengan hal itu.

Setiba di depan pintu utama rumah, Stev memencet bel rumah mereka. Beberapa saat kemudian, seorang perumpuan bertubuh sedang dengan rambut pirang dan mata biru tua datang membukakan pintu untuk mereka.

"Silahkan tuan," ucap perempuan itu pada Valeri dan suaminya. Lyra yang mendengar hal tersebut langsung mengangguk menyimpulkan perempuan tersebut adalah seorang pelayan.

"Jhon, kamu bawa barang-barang Lyra ya. Dia baru tiba dari Indonesia, butuh istirahat," ungkap Stev pada perempuan itu.

"Baik tuan," balasnya singkat dan segera menarik koper Lyra yang tadinya ada pada Stev. "Ayo Nona, saya antarkan ke kamar Anda," pelayan itu menuntun Lyra ke kamarnya.

Setibanya di kamar, Lyra merebahkan tubuhnya. Menatatap langit-langit.

"Huh.. cukup melelahkan." ucap Lyra menghembus nafasnya kuat. Ia membuka ponselnya, dan melihat-lihat info seputaran Athena.

"Athena banyak berubah nggak ya?" tanyanya dalam hati.

SUDAH DULU YAH, NANTIKAN KELANJUTANNYA 😊😊😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top