PERTANYAAN & PERNYATAAN
LYRA POV
Hatiku terasa tertusuk dengan pisau kala mengacuhkan Nuca. Memang benar kalau aku sangat sakit karena melihatnya memeluk wanita lain. Hanya saja, di suatu sisi hatiku juga menangis kala bibir ini tidak sanggup menyapanya.
***
"Lyr. Nuca mana? Kok belum turun?" tanya mama. Aku yang sedang menatap piring di depanku kini tersentak kala mendengar pertanyaan itu.
"Eh? Ma-masih mandi kayaknya, Ma." jawabku gelagapan. Dan tercetaklah rasa curiga dari raut wajah Mama. Dan hal itu membuatku sedikit gugup.
"Ya sudah kalau gitu mama panggilin dulu." finalnya.
Aku menyeka dahiku. Mencoba memasukkan sendok demi sendok ke dalam mulutku. Pikiran tentang Nuca yang memeluk Rose kubuang dahulu.
Beberapa saat setelahnya, Mama Valeri datang bersama anaknya yang tampan itu. Aku hanya tertunduk, tidak menatap Nuca.
Nuca mendudukkan dirinya di sampingku. Kini aku masih diam. Beberapa kali Mama bertanya padaku hanya kujawab seadanya.
"Lyr. Nanti kita jalan-jalan habis ini ya." tiba-tiba saja wajahku memanas. Tanpa menoleh Ke arah Nuca, aku mencoba menjawab setenang mungkin . "Iya." jawabku singkat.
Raut wajah Nuca menampakkan sedikit keheranan. Hanya saja, aku tetap pada piring dan sendokku. Tanpa sepatah kata-pun, aku menghabiskan makananku.
***
Seusai makan, aku berencana hendak duduk di taman rumah. Hanya saja, Nuca sudah mencengkram tanganku. Tubuhku terhenti.
Aku menoleh sang empu tangan itu, "Kenapa?" tanyaku datar. Nuca yang mendapati pertanyaanku itu seketika raut wajahnya berubah.
"Kan tadi sudah dibilangin, sudah makan kita jalan-jalan," ucapnya sedikit dengan nada tinggi. Tentu saja, hal itu membuatku sedikit takut.
Tetapi, aku tidak mau terlihat takut. Rasa kesalku terhadapnya memberikan keberanian lebih. Kutatap mata laki-laki itu dengan wajah yang tak berekspresi. "Ah, harus ya?"
"A-apa?" Nuca tersentak mendengar penuturanku. Tentunya, kini wajahya sedikit masam. "Kamu kenapa Lyr?" tanyanya lagi.
"Nggak, aku cuman mau sendiri aja." jawabku cepat.
"Kamu nggak mau jalan-"
Belum sempat menyelesaikan perkataannya, aku sudah memotong perkataan Nuca. "Enggak."
"Kamu kenapa Lyra? Aku ada salah apa sama kamu?" kini Nuca melepaskan tangannya. Dan kuakui, kini hatiku terasa sedikit sakit. Dadaku sesak. Dengan rasa tak bersalah ia menanyakan itu padaku.
"Salah kamu? Kamu nggak salah tuh!" jawabku.
Nuca tampak kesal sekali saat ini. Hanya saja, perasaan kecewaku padanya menolak tubuhku untuk menenangkannya.
"Aku nggak tahu kamu kenapa, aku juga nggak tahu salah aku apa. Dan kamu, kamu ngecewain banget Lyr." kini Aku terpaku mendengar penuturan laki-laki yang sekarang berbalik hendak melangkahkan kakinya meninggalkanku.
"Kamu siang tadi ke mana?" tanyaku tiba-tiba. Membuat langkah Nuca terhenti. Kini ia kembali berbalik menghadapku dengan wajah kesalnya.
"Aku main sama temanku di-" perkataannya menggantung, kala melihat pertahananku runtuh. Air mata mengalir dari sela pelupuk mataku.
"Aku kira kamu benaran mau pacaran sama aku. Tapi nyatanya, kamu malah peluk-peluk sama cewek lain!" aku tertunduk, malu memerlihatkan wajahku yang menangis. Hanya saja, amarahku pecah seketika.
Kulihat Nuca terdiam mendengar pernyataanku. Dan yang membuatku sangat kecewa, ia tak memberikan pembelaan atau penjelasan apapun. "Kau bodoh Nuca!" umpatku dalam hati.
"Lyr, aku tidak punya perasaan apa-pun sama Rose. Dia hanya teman." Nuca mendekat, kini nada bicaranya tak seperti tadi.
"Aku baca chat kalian saat di apartement. Dan aku lihat sendiri, kamu tidak menolak saat dia meluk kamu!"
"Lyr tenang. Rose memang seperti itu, semua orang pasti akan berpelukan jika sudah lama tak bertemu. Lagian itu berlaku untuk semua orang. Ah, apa jangan-jangan di indo-"
"Cukup! Ya benar. Di tempatku, hal seperti itu tabu. Kau puas?" aku kembali memotong pernyataan Nuca tentang hal yang disebutnya 'biasa' itu.
Tanpa berkata, aku berlari masuk ke dalam rumah. Menaiki anak tangga dan mengurung diri di kamarku.
Aku terisak menangis. Hatiku sangat perih. "Ma, Pa, ini sakit banget," ucapku di sela tangis.
Kudengar ada orang yang mengetuk pintu. Itu Nuca. Aku tak menghiraukannya. Aku perlu istirahat. Aku tak ingin bertemu dengannya.
***
Keesokan harinya
Author Pov
Hari ini hari pertama Lyra akan menjad mahasiswa. Ia bangun sedikit lebih pagi untuk menyiapkan segala keperluannya untuk ke kampus.
Semalam ia sudah menelpon Lisa agar menjemputnya. Ia memutuskan untuk tidak pergi ke kampus bersama Nuca.
Hari ini ia menggunakan gaun selutut berwarna putih lengkap dengan pita hitam. Favorit nya.
Merasa sudah selesai dengan riasannya. Ia kembali menghubungi Lisa.
"Sudah siap ni Lis, aku tunggu ya." Lyra mengambil tas ransel hitamnya. Kini berjalan keluar sambil tetap menelpon Lisa.
"Okede. Tunggu ya 10 menit sampe ni!"
Lyra menutup sambungan telponnya. Kini ia sedang berpamitan dengan Valeri yang tengah menonton televisi.
Setelah usai berpamitan, Lyra melangkah ke luar dumah untuk menunggu Lisa.
"Awas aja kalau tuh anak lama." Lyra membuka kembali ponselnya. Kini ia tengah melihat-lihat isi galeri hpnya. Dan, foto bersama Nuca di Acropolis masih ada. Hal itu membuat hatinya sedikit sedih.
Beberapa saat setelah itu, sebuah mobil hitam berhenti di depan gerbang rumah. Lyra berdiri untuk memastikan. "Itu Lisa ya?" tanyanya heran. Pasalnya, mobil itu ia rasa bukan milik Lisa.
Setelahnya, keluarlah seorang perempuan dengan wajah khasnya. Ia tampak berbincang dengan satpam rumah. Dan berlenggang masuk ke pekarangan hingga tiba di hadapan Lyra.
"Kamu siapa ya? Kok aku baru lihat. Nuca ada?" ya, tidak salah lagi. Dia Rose.
Lyra diam sejenak. Baru hendak menjawab, Nuca keluar dari daun pintu rumah. Kini keduanya merasa canggung.
"Rose?" ucap Nuca saat melihat kehadiran Rose di rumahnya. Lyra yang mendengar itu hanya diam. Sedangkan Rose, ia langsung menyambar Nuca dengan pelukannya.
"Ah Nuca! Akhirnya keluar juga. Mama sama Papa mana?" Rose sedikit mengendurkan pelukannya. Kini, Lyra merasakan panas pasa wajahnya.
"Kamu kenapa kesini Rose?" kini Nuca kembali bertanya. "Aku mau antar pacar aku ke kampus!"
Mendengar penuturan Rose, Lyra reflek bicara. "Pacar?" tanyanya heran. Nuca yang mendengar pertanyaan Lyra sedikit tersentak. Pasalnya, ia tahu kalau Lyra sedikit tersentil.
"Ah, iya kamu tadi siapa ya? Aku kok baru lihat." kini Rose beralih pada Lyra yang ada di sebelahnya. "Kamu cantik banget ya. Sepupu kamu Nu?"
Nuca tidak menjawab pertanyaan dari Rose. Kini netranya terpaut fokus menatap Lyra yang menampakkan raut wajah sedih.
Lyra rasa ia hendak menangis. Ia berharap dirinya hilang dari bumi detik itu juga. Karena akan memalukan sekali jika Rose dan Nuca mendapatinya sedang menangis.
Dan tuhan berbaik hati. Lisa membunyikan klakson mobilnya di depan gerbang. Tanpa bicara sepatah kata-pun, Lyra berlari meninggalkan Nuca dan Rose.
"Siapa tuh Lyr?" tanya Lisa langsung saat Lyra sudah masuk ke dalam mobilnya.
"Rose."
Lisa hanya diam. Ia langsung menghidupkan mobilnya dan berlalu dari rumah mewah itu.
***
"Rose, hari ini kita perlu bicara." Nuca yang sedari tadi diam kini buka suara. Rose yang mendapati pernyataan itu hanya menoleh dan mengangguk.
"Dia Lyra. Pacarku." kini Nuca menatap lekat Rose yang wajahnya langsung berubah 180 derajat.
"A-apa? Pacar kamu? Nuca pacar kamu itu-"
"Tidak Rose. Kamu sendiri yang men-klaim kita pacaran. Dan kamu tahu? Aku menganggap kamu tidak lebih dari seorang teman masa kecil. Dan Papa Stev juga tak melarang aku menolak untuk di jodohkan denganmu."
Kini Rose merasa terpukul. Ia tak menyangka akan mendapat perkataan seperti itu. "Shit! Kau tidak bisa begitu Nuca. Aku pulang dari Amerika hanya untuk menemuimu. Kita akan menikah!"
"Maaf Rose. Kurasa kau tahu jika aku tak pernah mengatakan kalau aku akan menikahimu."
Rose terkekeh mendengar perkataan Nuca. Kini matanya membulat sempurna. "Tidak semudah itu Nuca. Kau akan mendapatkan balasannya. Urusan kita belum selesai." Rose menghentakkan kakinya kasar. Ia pergi meninggalakan Nuca yang mematung.
Valeri dan Stev yang mendengar keributan kini ikut keluar. Mereka mendapati Rose yang sudah berjalan keluar dadi pekarangan rumah mereka.
"Ada apa Sayang?" tanya Valeri.
Nuca menatap mamanya. "Rose tidak terima ma. Aku mencintai Lyra." Jawab Nuca dengan lesu.
"Kau harus berjuang Sayang. Mama yakin kamu bisa nyelesaian masalah kamu."
Nuca menghela nafasnya. Ia meraih ponselnya di dalam saku. Hanya saja, yang keluar malah box berukuran oersegi panjang. Dan ia baru ingat, kalau itu adalah kalung untuk Lyra yang dibelinya kemarin. Ia segera meraih ponselnya. Menelepon Lyra berkali-kali.
GIMANA CERITANYA? LANJUT NGGAK NIH???🥰🥰
Oh iya. Nih bagi yang kepo sama Castnya Rose. Author kasih fotonya ya🎉🎉🎉
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top