DAVID PETERSON


Suasana ruangan kesehatan sangatlah hening. Lyra yang lelah belum juga bangun dari tidurnya.

Sedangkan Nuca dan Lisa, mereka berdua tak saling bicara setelah obrolan mereka yang membahas tentang Rose.

Tangan besar milik Nuca tak hentinya menggenggam erat telapak tangan Lyra, netranya sesekali terpejam karena tak habis fikir dengan tingkah Rose terhadap pacarnya.

"Lyr, bangun," ucapnya pelan sambil membelai pipi putih milik Lyra.

Beberapa saat setelah itu, Lyra mengerjapkan matanya perlahan. Lisa yang melihat Lyra sudah bangun segera bergegas mendekat ke sebelah nakas.

"Kau sudah bangun, Lyr?" tanya Lisa dengan senyum lembut dan tulusnya.

Lyra yang mendapati Lisa tersenyum balik. Hingga saat ia merasa ada tangan yang memeganginya, ia menoleh dan mendapati Nuca sedang menatapnya cemas.

Lyra tak tahu harus berekspresi seperti apa, pasalnya hubungan ia dan Nuca sejak kemarin tidak begitu baik.

Lisa yang menyadari Nuca ingin berbicara kepada Lyra berdua saja, ia pun memutuskan untuk membeli jus di kantin kampus. "Lyr, kamu haus? Aku akan ke kantin beli jus," tanpa menunggu jawaban dari Lyra, Lisa langsung keluar dari ruangan kesehatan. Dan tinggalah Nuca dan Lyra.

***
Lyra menyandarkan tubuhnya, rasanya ia ingin sekali meminta Nuca untuk meninggalkannya sendiri di ruangan itu. Karena melihatnya membuat Lyra sangat sakit.

"Lyr, maafkan aku yang sudah buat kamu jadi seperti ini," ucap Nuca. Lyra tak bergeming sedikitpun.

"Lyr, Rose adalah temanku dari kecil, hingga saat dia SMA, dia menganggap aku adalah pacarnya," lanjut Nuca menjelaskan.

Lyra yang mendengar itu menatap datar ke arah Nuca. "Orang tuanya teman orang tuaku, dan satu tahun lalu ia pindah ke Australia. Sebelum itu, ia berkata kalau ia adalah tunanganku setelah aku dan ia lulus."

"Hah? Tu-tunangan?" Lyra sedikit kaget denggan apa yang ia dengar. "A-apa apaan dia," batin Lyra.

Nuca tersenyum tipis melihat wajah Lyra yang kesal, ia kembali melanjutkan penjelasannya. "Awalnya aku memang tidak mempermasalahkan dia menganggapku pacar atau tunangannya. karena kukira ia hanya main-main, hingga pada saat malam pertama setelah kita pacaran, dia kirim pesan kalau dia akan pulang dan kami akan segera bertunangan." Nuca menunduk dan menata nafasnya sedikit.

"Tentu saja aku tidak mengubris pesannya, dan saat aku menjenguknya di kafe, itu karena perintah Papa, katanya aku harus bicara baik-baik dengan Rose. Dan tentu saja saat pertemuan pertama itu Rose tidak kemberiku kesempatan."

Lyra hanya diam mendengar penuturan Nuca. Ia sudah bisa membayangkan apa yang sebenarnya terjadi antara Nuca dan Rose.

Dasar, seenak jidat ngecap orang sebagai tunangannya. Emang dia siapa? Lyra membatin dalam hati.

"Sekali lagi aku minta maaf ya, Lyr." Nuca kemabali menggenggam tangan Lyra.

Dan kini, Lyra mengangkat kedua sudut bibirnya dan tersenyum. "Iya." jawabnya sambil mengangguk.

Nuca pun tersenyum riang melihat kekasihnya itu kini sudah tersenyum. Reflek ia pun mengecup pelan bibir ranum Lyra yang tidak terpoles lipstik atau apalah itu.

Lyra langsung memerah saat mendapat perlakuan itu, pasalnya ia sangat terkejut sekali.

"Aku lihat, lho!" Lisa masuk sambil membawa satu jus jeruk segar di tangannya.

"A-apa sih, Lis!" Lyra salah tingkah karena ucapan Lisa. Sontak Nuca dan Lisa tertawa berbarengan karena tingakah lucu Lyra.

"Kamu sudah baikan?" tanya Lisa.

Lyra mengangguk mengiyakan, "Iya, pulang ke kelas yuk," ucapnya.

"Yuk," Lisa menginstruksikan pada Nuca untuk membantu Lyra berdiri. Dan tanpa cuap-cuap apapun, Nuca segera membantu Lyra untuk berdiri.

"Terima kasih, Nu." Lyra tersenyum tipis ke arah Nuca.

Nuca hanya mengangguk mengiyakan ucapan pacarnya itu. "Kamu pulang sama Lisa, Lyr?"

"Iya, aku pulang sama Lisa aja," balas Lyra.

"Kalau begitu hati-hati ya, nanti kalau sudah pulang langsung pulang ke rumah," Nuca mengacak rambut Lyra dan mencubit pipinya gemas.

Mereka bertiga berpisah di lorong kampus. Pasalnya, kedua ruangan mereka tidak satu arah. Nuca yang sudah mulai masuk semester 3, ruangannya berada di gedung yang berbeda.

***
Di perpustakaan kampus, mahasiswa tahun pertama berbondong-bondong mengantri untuk pembagian buku. Tidak terkecuali Lyra dan Lisa yang juga mengantri.

Keduanya berbaris di antrian yang mereka nilai tidak terlalu panjang, padahal kenyataannya sama saja.

Setelah giliran mereka berdua tiba, petugas perpustakaan memberikan mereka list buku-buku yang harus mereka cari di rak perpustakaan.

"Yuk, Lis. Raknya sebelah sini!" ajak Lyra.

Lyra dan Lisa mulai mencari buku-buku yang mereka butuhkan. Perpustakaan universitas itu sangat luas, hanya saja mereka tidak kesulitan mencari buku karena di list mereka sudah dijelaskan tempat di mana mereka bisa menemukan buku yang mereka butuhkan.

"Kamu sudah semua Lyr?" tanya Lisa yang kini sudah memegang buku yang begitu tebal di kedua tangannya.

"Belum Lis, satu lagi!" jawab Lyra.

"Yaudah, aku tunggu di meja baca ini ya, cepat sana cari!"

"Iya-iya!"

Lyra sedikit kesulitan menemukan buku terakhir yang ia butuhkan. Pasalnya, judul buku itu bukan ditulis dengan bahasa Inggris, melainkan bahasa Yunani.

"Aduh, kok tulisannya gini? Hem, rak C-107?" Lyra berjalan menuju rak C-107 seperti yang ditunjukkan oleh listnya.

Dan saat sudah sampai di rak yang ia cari, kepalanya kembali pusing, karena sekitar 500 buku yang ada di sana, semuanya berbahasa Yunani. "Dih, gimana nyarinya ni?" Lyra menggaruk kepalanya kasar.

Hanya saja, di tengah kegundahannya, Lyra dikagetkan dengan suara berat seorang laki-laki. "Ada yang bisa saya bantu, Nona?" tanya laki-laki itu.

Lyra menoleh ke sebelahnya dan mendapati sosok tinggi dan ramah sedang tersenyum ke arahnya. "A-anu, saya cari buku ini," ucap Lyra sambil menunjukkan list bukunya.

Laki-laki itu tampak membaca sekilas judul buku yang dimaksud Lyra, dan mengambil satu buku berukuran sedang di rak buku yang ada di depannya.

"Ini buku yang kamu cari," ucapnya sambil memberikan buku kepada Lyra.

"Wah, terima kasih!" Lyra merasa senang sekali sudah menemukan buku yang dicarinya itu.

"Saya David Peterson, kamu boleh panggil David. Ruangan kita sebelahan," ungkap David.

Lyra mengangguk mengiyakan ucapan David. "Saya Lyra," jawabnya.

"Lyra? Nama yang bagus." puji David.

Lyra hanya mengangguk dan tersenyum tipis. "Saya harus pergi, terima kasih sudah membantu!" Lyra berbalik meninggalkan David.

Ia tersenyum menatap Lyra yang berlalu pergi. "Cantik," ucapnya lirih.

***
"Lama banget Lyr!" Lisa mengerucutkan bibirnya ke arah Lyra. "Ya bentar kok. Yuk balik ke kelas," ajak Lyra pada Lisa.

Keduanya berjalan berbarengan dengan buki-buku yang membuat tangan mereka kesakitan karena sangking banyak dan beratnya.

"Duh untuk ruangan kita di lantai dua!" ucap Lisa dengan nafasnya yang tersenggal.

"Iya, kalau lantai lima sudah mati aku," ujar Lyra yang membuat dua sejoli itu tertawa berbarengan.

BERSAMBUNG...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top