Migrasi
Apa yang lebih mengasyikan selain berbaring di atas rerumputan hijau terbentang, setelah lelah berlarian menuju bukit, sore itu? Sambil memandang langit yang beranjak jingga, dan burung yang berarak di atas sana.
Kata Levie, burung-burung itu akan pergi menuju ke sebuah tempat. Bermigrasi. Saat kutanya migrasi itu apa, eh dia hanya tertawa.
Dasar gadis konyol! Sok-sokan menyelipkan kata migrasi, padahal dia tidak mengerti. Katanya sih baca dari ensiklopedia binatang. Lalu kutanya apa itu ensiklopedia, eh lagi-lagi si rambut ikal itu cuma tertawa-tawa. Kutebak, pasti dia juga tidak paham artinya.
"Andromeda!"
Aku melirik, lalu mengikik. Tadi aku tanya apa? Hal yang lebih mengasyikan dari pada berbaring setelah lelah bermain? Ha ha ha ....
Baru sadar, melihat Levie yang terengah muncul dari balik bukit, ternyata lebih menyenangkan sampai-sampai perutku geli luar biasa.
Bagaimana tidak? Rambut ikalnya mencuat ke mana-mana, peluh di keningnya mengalir deras, mulut dengan bibir kemerahan itu membuka lebar, terengah dengan suara yang lumayan kencang.
Levie mmembungkuk, menatapku dengan pandangan sengit.
"Jahat! Andro jahat!" Dia memekik terlihat nyaris menangis. Umurnya delapan tahun, dua tahun di bawahku.
Tawaku tambah tidak karuan, geli. Aku sampai berguling-guling di rerumputan.
Lalu kaki gadis itu mengentak-entak, membanting bokongnya ke rumput yang terasa empuk. Dan dia benar-benar menangis.
Kemudian, aku yang kelimpungan. Serta merta tawaku terhenti. Menghampirnya yang mulai menjerit. Levie memang selalu berlebihan.
"Jangan nangis ...," kataku panik, seraya mengusap pundaknya. "Aku minta maaf, cuma kamu emang keliatan lucu, Vie." Tawaku terkulum lagi. Jangan sampai lepas, atau kenangan kami hanya berujung tentang aku yang menjahilinya.
"Andromeda!" Dia menjerit, sepertinya tidak terima kubilang lucu. Padahal dia memang terlihat menggemaskan.
"Iya, iya maaf ...." Kuusap lagi pundaknya, setelahnya menggenggam jemari-jemari kecil berwarna putih itu. "Ayo! Istirahat di sana," ajakku sembari menunjuk tempat di mana aku berbaring tadi.
Levie mengusap air mata dengan punggung tangannya yang bebas. Dia bangkit dan mengikutiku dengan patuh. Tidak lama kemudian, kami sudah berbaring menatap langit yang jingganya mulai pekat.
"Andro, itu burungnya lagi migrasi!" Ditunjuknya langit. Tapi aku lebih tertarik melihatnya yang tersenyum dari pada kawanan burung-burung yang tidak penting. Mulai besok, aku tidak akan bisa melihat gadis ini lagi. Seperti burung-burung itu, dia juga akan bermigrasi.
"Migrasi artinya apa?" tanyaku pelan, masih menatap sisi wajah yang tiba-tiba berubah. Bibir yang tadinya tersenyum, tiba-tiba mengerucut. Dia pasti sedang berpikir, karena matanya turut menyipit.
Tiba-tiba wajahnya bergerak menoleh, membuatku buru-buru menatap langit. Enggan terlihat sedang memindai wajahnya. Semoga dia tidak lihat.
"Kayak aku, pindah ke tempat yang lebih baik!' Dia berseru.
Sungguh, ada kecewa ketika Levie mengatakan itu. Apakah artinya bersamaku selama ini, tidak baik?
"Di sini enggak baikkah?" tanyaku tanpa melepas pandangan.
"Selalu baik kalau sama Andromeda. Tapi kata Ibu, kami harus pindah. Kalau terus di sini, semua akan semakin buruk."
"Apanya?"
"Akunya ...."
Astaga! Rasanya mataku memanas sekarang. Aku paham, kalau masih terlalu kecil untuk memahami debar di dada saat ini. Tapi ....
"Andromeda, kita bikin janji aja ...."
Aku menoleh, dan terkejut melihatnya yang terlihat berkaca-kaca. Pantas tadi suaranya terdengar sedang menahan ingus. Levie memang sedang meneteskan air mata.
"Apa?" Kuulurkan tangan untuk mengusap air matanya.
"Setiap sepuluh tahun sekali, kita ketemu di sini ya ...."
Dan pelupukku tidak sanggup lagi menahan air mata. Sepuluh tahun sekali ... itu lama, 'kan?
💕💕
"Andromeda!"
Aku menoleh. Gadis ikal yang rambutnya terkuncir rapi, muncul dari balik bukit. Membuat debar yang tak kuasa ditahan bertalu-talu.
Levie, cantik sekali.
Aku masih mengenalinya dari garis wajah yang tidak berubah, bibir yang masih sama merahnya, serta senyum yang sama manisnya. Sama seperti sepuluh tahun lalu, dia masih menggemaskan.
Yang berbeda hanyalah, lekuk tubuhnya sebagai gadis delapan belas tahun. Dia terlihat ... seksi. Astaga!
"Andromeda!" Tiba-tiba dia berlari mendekapku. "Kangen!"
Dia juga menjadi kuat. Napasnya tidak terengah menaiki bukit. Atau bukit jadi terasa rendah, ketika tubuhnya meninggi?
"Masih kenal?" tanyaku sembari menarik diri, hendak menatap wajahnya lebih dekat.
"Masih, dong! Itu lesung pipit kamu enggak bisa bohong!" Dia menekan lesung di pipiku dengan kedua telunjuknya. "Aku akan selalu ingat ini." Dia tersenyum, membuatku turut tersenyum lebar.
Tidak lama kemudian, kami sudah berbaring kembali di rerumputan, sama seperti sepuluh tahun lalu. Kembali menatap jingga di langit. Tidak ada yang berbeda, kecuali pepohonan di sekitar yang semakin tinggi dan menua. Sama seperti kami, meninggi dan menjadk dewasa.
Sampai akhirnya pertanyaan terlontar dari bibirku. "Apa kabar?"
"Baik."
Aku menoleh, dia sedang menatap langit.
"Semakin baik?" tanyaku.
"Sepertinya begitu ...." Kulihat dia menepuk dada kirinya.
"Bagus kalau begitu. Enggak sia-sia kamu bermigrasi ...." Aku terkekeh, membuat Levie menoleh dan memberikan cubitan di pinggangku. Tawa seketika berubah menjadi pekikan. Cubitannya, lumayan juga.
"Pasti belum ada cowok yang mau sama kamu!" sindirku sambil mengusap bekas cubitan. "Sangar begini ...."
"Ada!"
"Siapa?"
"Kamu!"
Lagi, jantungku berdebar cepat. Apa perasaanku begitu mudah ditebak?
Debarannya semakin menguat ketika Levie tiba-tiba mendekatkan wajahnya. Lalu tanpa kuduga merapatkan bibirnya di bibirku. Rasanya jantung ini berhenti berdetak sesaat. Pikiran seketika mengacau, sementara mata membelalak tidak siap.
Dan ketika bibir itu ditarik mundur, terdengar dia berkata, "Sepuluh tahun lagi. Di sini. Jangan lupa ...."
"Vie ...." Suaraku gentar.
Namun Levie segera melempar pandangannya ke langit. "Burung-burung itu, enggak pernah lelah bermigrasi, Andro. Hebat ya ... sayapnya enggak pernah capek ...."
Otomatis aku melempar pandangan ke langit. Terlihat kawanan burung di atas sana sedang terbang berkelompok.
Kurapatkan diri ke tubuh Levie, membiarkan bahu dan lengan kami bersentuhan. Dengan berani kuselipkan jemari di antara jemarinya, bersama memandang langit dan kawanan burung.
"Sepuluh tahun lagi. Jangan lelah ...," bisikku, sembari mengeratkan genggaman.
💕💕
Dan sekarang aku di sini, mengharap derap langkah yang seperti biasa, selalu datang terlambat.
Menatap jingganya langit sambil duduk di rerumputan yang terasa empuk di bokong. Menatap burung yang terbang berarak untuk bermigrasi.
Sampai jingga berubah menjadi hitam, aku masih bertahan. Levie si bodoh, entah bagaimana dia bisa terlewat untuk menatap keindahan alam kesukaannya. Apa sepuluh tahun terasa begitu berat untuk dipenuhi?
Kurogoh ponsel dari saku celana, membuka video yang tersimpan di salah satu folder. Dengan gemetar ibu jariku bergerak menekan salah satu video yang tersimpan.
Ada Levie di sana, dengan infus dan selang di sekujur tubuh. Wajahnya pucat sama sekali, bibir merahnya benar-benar berubah menjadi seputih kapas.
"Hai Andromeda! Greeting from Singapore!" Dia berusaha ceria meski suaranya terdengar serak.
"Hai, Levie ...." jawabku pelan, seolah dia ada di hadapan.
"Semuanya tidak berjalan semulus itu ternyata. Hati ini, sepertinya menjerit-jerit luka karena tidak berada di sisi kamu, Andromeda!" Dia terkekeh. "Padahal, sudah kubilang, hati ini bakal selalu baik jika bersama Andromeda ...."
"Kalau begitu, kenapa pergi kalau bersamaku kamu akan selalu baik?" Aku mendengkus kecewa.
"Kamu tahu, kali ini sepertinya aku bakal bermigrasi lebih jauh lagi ... untuk janji setiap sepuluh tahun, sepertinya aku ...."
Cepat kusentuh layar, membuat video itu ter-pause. Aku hanya tidak merasa sanggup lagi mendengar si bodoh yang sok ceria, padahal dia menahan sakit. Hatinya sudah tidak sanggup lagi bertahan beberapa waktu lalu, membuatnya tidak mampu memenuhi janji sepuluh tahun sekalinya.
"Kamu sungguh bermigrasi jauh ya, Vie ...." Kuusap wajah dengan kasar, kemudian melempar pandang ke langit yang dipenuhi bintang malam ini. "Apa kabar di sana? Bisa titip satu tempat untukku? Tepat di sebelahmu kalau boleh ...."
.
Depok, 9 Desember 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top