Adios
"Sudah malam, Bee." Aku menutup pintu kamar, melirik ke atas ranjang, kemudian berjalan perlahan ke kamar mandi.
Kubasuh wajah yang terlihat sembab pada pantulan cermin. Sesaat memejamkan mata, sebelum menghela napas kasar, dan kembali beranjak ke dalam kamar.
"Hari ini sungguh melelahkan, Bee." Lagi kumelirik ke atas ranjang. Piama Abee tergeletak begitu saja di sisi ranjang bagiannya. Dia lagi-lagi tidak mau berganti pakaian sebelum tidur.
"Kebiasaan!" gerutuku, lalu mengabaikan.
Dengan perlahan kutanggalkan gaun yang terpakai seharian ini. Membiarkan tubuh telanjangku bermanja dengan dinginnya pendingin ruangan, sebelum memutuskan untuk memakai daster yang kuambil dari dalam lemari.
Setelahnya aku beranjak ke atas ranjang, merangkum piama Abee dan menariknya ke sisi bagianku.
Lama aku berbaring telentang, menatap langit-langit kamar yang kosong melompong, bersamaan dengan hati yang tersiksa. Kudekap piama lekat di dada, sebelum memutuskan untuk berbaring miring demi menatap ranjang bagiannya.
"Bee," bisikku memanggil. Tapi tidak juga dijawab. Tanganku menyelisik gelisah. Kosong. Tentu saja kosong.
Kutarik lagi tangan dengan cepat. Dekapan pada piama semakin mengerat, bersamaan dengan sesak yang semakin meremas. Sungguh, wanginya masih terasa nyata. Kuhirup dalam-dalam aroma tubuh yang masih menguar, ditutup dengan bulir air mata yang menetes tanpa diminta.
Semakin lama, rasanya semakin meyesakkan. Kurangkum wajah dengan piama dalam genggaman, terisak di sana sampai helai kainnya benar-benar basah.
Rasanya ingin menampik, benci mengucapkan selamat tinggal karena aku tidak rela.
Tapi seharian tadi, aku menangis di kuburnya. Dan sekarang ... kulanjutkan isak, bersama piamanya dalam dekapan.
Under My Blanket, 26 Apr 2019
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top