-Dua-

"Kamu apa kabar, Lun?"

Suara Aaditya membuyarkan kenangan Luna akan pertemuan pertama bersama mantan suaminya.

Luna menoleh sebentar kemudian kembali menunduk jalanan basah oleh hujan pagi tadi. "O-oh, baik," sahut Luna terbata.

Mereka sedang berjalan menuju jalan depan kompleks perumahan. Tadi setelah mengantarkan gaun Maya, Luna langsung pamit. Hanya saja ia sempat terkejut saat Aaditya bersikeras mengantar Luna hingga depan kompleks. Luna sempat menangkap gestur jengah dari Maya sehingga ia menolak. Meski hatinya berkata lain, ia rindu Aaditya setelah sekian lama tak bertemu dan bertegur sapa barang melalui ponsel pun. Ada sedikit rasa perih saat tahu perkembangan hubungan Aaditya dan Maya. Sepertinya ... mereka berdua telah menjalin hubungan yang lebih serius.

"Kenapa bisa kamu yang nganterin gaun Maya?" tanya Aaditya, berusaha mencari kesempatan untuk mengobrol lebih lama.

"Itu ... aku sekarang bekerja di butik," terang Luna seraya meremas selempang sling bag-nya.

Aaditya menghentikan langkah, menatap Luna dengan tatapan heran. "Tidak bekerja di perusaahan Papa lagi?"

Luna masih tertunduk dan menggeleng pelan. Ia memberanikan diri mendongak menatap Aaditya. "Dit," lirihnya.

"Mm?"

"Aku minta maaf," lanjut Luna. Sedikit lega saat ia sudah mengucapkan maaf pada laki-laki berparas Asia di depannya.

"Untuk?"

Luna menggeleng pelan. "Untuk semuanya," sambung Luna dengan suara melirih.

Aaditya terdiam. Beberapa detik kemudian tangan kanannya terulur hendak mengusap puncak kepala Luna. Namun, urung saat Luna tiba-tiba kembali mendongak dengan mata berkaca-kaca sembari menarik napas dalam.

"Aku pulang, ya? Terima kasih sudah mengantar sampai depan kompleks," pamit Luna sembari menganggukkan kepala kemudian berlalu tergesa.

Luna sempat mendengar Aaditya kembali memanggil namanya, tetapi Luna berusaha tak menggubris dan berlari menjauh. Ia yakin ini hanya masa lalu yang lewat saja dan akan berakhir setelah ini.

~o0o~

Aaditya membungkuk, memungut gantungan kunci. Gantungan kunci itu terdapat sebuah kunci. Entah kunci apa, tapi Aaditya yakin itu kunci rumah. Fokus Aaditya tertuju pada gantungan kunci Kate Spade berbentuk high heels glitter. Ya, ini gantungan kunci yang mereka beli semasa honey moon dulu. Ia tersenyum menyadari Luna masih menyimpannya dengan baik.

Ada baiknya setelah ini ia antarkan pada Luna. Luna bisa saja kelimpungan karena ceroboh menjatuhkan kunci rumah.

"Kamu nganterin Luna sampai mana?" tanya Maya saat Aaditya kembali ke rumahnya dan berniat langsung pulang.

Aaditya menoleh. "Sampai depan kompleks. Aku pulang, ya?"

"Kamu masih mau peduli sama Luna? Kamu nggak inget gimana dia ngrendahin kamu di depan papanya?" Maya mulai menguak masa lalu.

"Apaan, sih, May? Aku cuma nganter dia sampe depan kompleks, itu pun jalan kaki." Aaditya merasa terusik dengan cara Maya mengungkap kembali masa lalunya bersama Luna.

Maya mencekal lengan Aaditya saat ia hampir beranjak. "Apa kamu masih megharapkan Luna kembali?"

Aaditya menghela napas sejenak sebelum menoleh ke arah Maya. "Aku nggak mau berdebat, Maya. Aku pulang dulu," pamit Aaditya.

Maya melepas cekalan. Ada sedikit gejolak dalam batinnya melihat reaksi Aaditya. Maya pikir satu tahun sudah cukup memberikan waktu pada Aaditya untuk berdamai dengan masa lalunya.

~o0o~

Pertama kali bertemu dengan wanita penyandang gelar Ratu Hedon layaknya Maya bilang waktu itu. Aaditya seperti menemukan sosok lain Luna. Hanya saja, orang tak akan mungkin bisa memahami apa yang Aaditya rasakan. Di balik tatapan Luna yang tampak angkuh, wanita itu menyembunyikan sesuatu.

Kala itu Aaditya sedang menemani Tiara - mamanya, ke sebuah panti asuhan. Tiara memang kerap mendatangi panti asuhan dan menyisihkan sebagian materi yang ia miliki untuk berbagi. Aaditya tersenyum saat segerombolan anak-anak memberikan sekuntum bunga padanya sebagai ucapan terima kasih.

"Kamu tahu tidak, si Ratu Hedon hari ini pasti datang lagi. Aku jamin, dia akan tetap cantik meski cuma pakai sandal dan setelan kaus serta celana jeans."

Aaditya yang sudah duduk di sebuah gazebo menoleh saat mendengar dua orang pengawas panti asuhan saling mengobrol. Ratu Hedon?

"Ya, iyalah! Sandal yang dia pakai harganya aja jutaan!" celetuk pengawas berbadan gempal seraya menepuk lengan pengawas di dekatnya.

Aaditya hampir mendekat saat Tiara menepuk bahu mengajaknya pulang. Yang ditepuk hanya nyengir sembari mengusap belakang leher.

"Aku nanti deh, Ma, pulangnya. Ada perlu," ungkap Aaditya.

Tiara mendesah, namun tak bisa menolak permintaan putranya. Ia hanya menggeleng tak mengerti dan berlalu pulang bersama sopir pribadinya.

Aaditya cukup bersabar menunggu, ia sibuk mengamati beberapa anak yang sibuk membuat prakarya dibimbing dua orang pengawas. Ada pula beberapa anak yang lain tampak sibuk berkejar-kejaran di halaman.

Satu jam menunggu, Aaditya hampir menyerah. Akan terasa aneh bila ia meluapkan rasa ingin tahunya terhadap Luna pada beberapa pengawas di sini.

"Hai, Sayang!" pekik seseorang dari arah pintu masuk.

"Kak Luna!" seru semua anak-anak berhamburan.

Aaditya tertegun, ia menahan senyum saat melihat Luna yang kerepotan menurunkan banyak paper bag ke lantai. Semua bergantian memeluk Luna. Aaditya bilang juga apa, ada sesuatu yang menarik dari gadis bernama Luna Sasmita. Siapa sangka si Ratu Hedon ternyata sedermawan dan sehangat ini dengan panti asuhan.

Rambut bergelombang Luna tergerai, bergerak lembut mengikuti pergerakan Luna yang antusias. Dua pengawas panti asuhan semakin kesulitan mengontrol anak-anak agar tak berebut saat Luna membagikan aneka bingkisan.

Aaditya terperanjat saat seseorang berwajah sendu menepuk bahunya.

"Mas Aaditya belum pulang?"

Aaditya tersenyum dan menggeleng. "Belum, Bu," jawabnya.

Maryam—wanita berumur enam puluh tahun itu—adalah pemilik panti asuhan ini. Cukup mengenal keluarga Aaditya dengan baik, mengingat Tiara merupakan penyumbang rutin di panti asuhan binaannya.

"Ada Luna kalau mau kenalan. Mari," ajak Maryam ramah.

Aaditya mengikuti langkah Maryam di belakangnya. Mereka belum sampai ke tempat Luna bersimpuh bersama kerumunan anak-anak. Luna sudah berdiri dan menghambur ke arah wanita bersanggul di depan Aaditya itu.

"Aku merindukanmu," ucap Luna seraya memeluk erat Maryam.

Andai saja Maryam tak siap, mungkin mereka berdua bisa jatuh terjengkang karena pergerakan Luna yang tiba-tiba itu.

"Sudah sebesar ini tapi masih sama seperti anak kecil," protes Maryam. Sebelah tangan Maryam menepuk-nepuk punggung Luna.

Luna asyik berpelukan, hingga tatapannya bersirobok dengan Aaditya.

"Hai, apa kabar?"

Luna yang terbiasa bersikap anggun di depan semua orang tersenyum masam, melepas pelukan sembari merapikan rambutnya yang baik-baik saja. "Hai," balas Luna canggung.

"Eh, sudah saling kenal?" Mata Maryam mengerjap bergantian menatap Luna dan Aaditya.

"Sudah, Bu," timpal Aaditya.

Itu adalah pertemuan kedua Aaditya dan Luna. Di mana Aaditya melihat kehidupan lain Luna yang sederhana. Melihat Luna yang tampak lebih lepas dan bebas tanpa menyembunyikan apa pun dan pada siapa pun. Luna yang lebih banyak tersenyum tulus dan tak segan berlarian tanpa alas kaki bersama anak-anak dari panti. Meninggalkan keanggunan yang biasa ia tapaki di atas sol merah Christian Louboutin.

Sejak saat itu Aaditya sudah dengan sendirinya menyimpulkan bahwa ia tertarik dengan Luna Sasmita si Ratu Hedon.

~o0o~

Aaditya mengembuskan napas perlahan. Ia mengusap wajah dengan kedua telapak tangan. Pertemuan dengan Luna siang tadi membuatnya gelisah dan hampir sejak saat itu ingatan tentang Luna berputar-putar di kepalannya.

Sejenak ia membuka jendela mobil dan menatap rumah minimalis di seberang pagar setinggi pinggang orang dewasa. Kalau benar informasi dari Bu Dewi, Luna tinggal di sini. Sepertinya Luna tidak langsung pulang ke rumah setelah bertemu dengannya. Ke mana wanita itu pergi?

Sudah kesekian kali Aaditya membuka list contact ponsel pintar dan hampir menekan nomor Luna yang ia dapat pula dari Bu Dewi. Namun urung karena takut mengganggu Luna. Mungkin saja Luna sedang shoping—hobi wajib Luna yang tak terlupakan. Dulu Luna selalu kesal saat melakukan ritual shoping, tapi Aaditya berulang kali meneleponnya.

Aaditya tidak ingin menjadi Aaditya yang dulu. Aaditya yang membuat Luna jengah karena terlalu mengatur-atur hidup Luna meski ia merasa berhak. Apalagi sekarang yang sudah jelas tak ada hubungan apa-apa lagi.

~o0o~

Suara cetak-cetik ponsel tampak terdengar antusias diiringi suara kekaguman dari mulut gadis berambut lurus di depan Luna. Luna dan Cinta - sahabatnya sedang duduk di kafe, menghabiskan sisa waktu di sore hari. Dua cangkir milk tea ditemani dua potong blackforest berjajar di meja yang berbentuk bundar.

"Wah, Lun! Serius Kate Spade lagi diskon!" decak Cinta terkagum sembari menatap layar smartphone di tangan.

"Diskon juga kepotongnya nggak seberapa. Sandal flip flop-nya aja tetep jatuhnya hampir lima ratus ribu! Beli di pameran bisa dapat sekresek kali, Cin," decak Luna lesu.

Pertemuannya dengan Aaditya tadi siang membuatnya tak berdaya. Garis wajah tegas Aaditya selalu membayang. Belum lagi angan masa lalu sebelum perceraian mereka terjadi. Oh, Tuhan, Luna hampir mati karena sesak.

"Lo kenapa, sih? Masih mikirin Aaditya?" tebak Cinta yang mulai menangkap gelagat lesu sahabatnya.

Luna menyesap milk tea, pura-pura tak mendengar pertanyaan Cinta.

"Udah setahun, Lun. Aaditya pasti udah ketemu cewek lain, 'kan?" cecar Cinta.

Luna meletakkan cangkir ke meja dan tertunduk menyembunyikan air mata yang hampir tumpah. "Maya," lirihnya.

Cinta menggenggam tangan Luna di meja. "Ya, wajar kalau Aaditya deket sama Maya. Maya yang selalu ada buat dia setelah kalian bercerai. Lagian udahlah, elo kan, udah niat hidup baru. Memperbaiki semua meski tanpa Aaditya. Iya, 'kan?"

Luna mendongak dan berusaha tersenyum. "I'm fine. Masa lalu nggak akan bisa diubah. Cukup gue perbaikin masa sekarang untuk ke depan," teguh Luna.

Cinta mengeluarkan senyum terbaik seraya mengacungkan kedua jempolnya. Cinta tahu Luna sedikit-sedikit mulai berubah. Tak seperti Luna yang dulu, manja, glamour, dan hobi menghabiskan uang dengan shoping. Luna yang kamarnya penuh dengan koleksi jebolan Channel, Dior, Louboutin, Hermesh, D&G, dan sebagainya.

~o0o~

(25-09-2017)

Vomment, please. ^^

Oke, sedikit sharing. Aku sempat kebingungan menggali riset untuk menulis cerita Luna. Di mana aku harus kenal berbagai barang mewah yang bahkan tak pernah aku lihat wujud aslinya. Riset aku lakukan melalui searching via Google serta tanya sama saudara yang tinggal di Bogor dan sedikit tahu dengan aneka barang tersebut. :)

Untuk itu, apabila dalam naskah ini ada kesalahan penulisan nama produk atau segala sesuatu yang berhubungan dengan produk mewah itu. Tolong diingatkan, ya.

Mohon bantuannya. Terima kasih. ^_^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top