[6] Membaca Nada

Berlian benar-benar melaksanakan rencananya untuk menjumpai gadis yang bukan hanya menarik perhatian untuk mendekat, tetapi juga memancing kepenasaran yang lebih esensial. Siang itu, dia yang telah terbiasa menggunakan kendaraan roda empat milik bangsa manusia modern pada umumnya, sengaja membelokkan arah menuju rumah Zinnia. Sayangnya, sebelum sampai di tujuan, dia berpapasan dengan mobil lain yang tidak asing di mata. Mobil itu baru keluar dari pekarangan rumah Zinnia.

"Gilbert?" Kaca pintu kemudi yang turun memperlihatkan wajah pemuda yang sempat diperkenalkan Zinnia padanya. Juga tampak sekilas Zinnia dengan tenang ikut bersamanya. Lian ingat, Zinnia memiliki kegiatan les musik. Sebagaimana yang dikatakan pada pertemuan terakhir mereka, ayahnya Gilbert ialah guru les biola Zinnia.

Lian pun membuntuti Gilbert yang diduga kuat membawa serta Zinnia menuju tempat lesnya. Benar saja, tak membutuhkan waktu tiga puluh menit. Kendaraan yang diikutinya berbelok ke halaman luas dengan bangunan rumah klasik. Lian mengikutinya hingga memarkirkan tepat di samping Gilbert parkir. Di saat bersamaan mereka turun. Gilbert menyeringai. Lian memasang wajah datar dengan hati yang tak tenang. Ada rasa tak nyaman melihat Zinnia bersama laki-laki lain.

"Temanmu juga datang." Gilbert memberitahu Zinnia, sesaat setelah mereka menjejakkan kaki di hamparan paving block bermotif estetik.

Zinnia terheran, "Oh, iya?"

"Maaf aku mengikuti kalian hingga kemari." Suara Lian memberikan kejelasan.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" Zinnia tak percaya pemuda yang belakangan sudah dianggap sebagai teman itu berani mengikuti hingga ke rumah guru musiknya.

"Aku awalnya ingin menemuimu, tapi aku melihatmu pergi, jadi aku mengikutimu." Tidak ada keraguan untuk berbicara apa adanya. "Aku khawatir." Lian melirik laki-laki pemilik raut jemawa.

"Tidak masalah. Selamat datang. Kau bisa masuk dan kita bisa bercakap di dalam." Gilbert mencoba bersikap baik. Meskipun dalam hatinya ada perasaan tak suka ada pemuda lain yang mendekati Zinnia.

Gilbert mengenal Zinnia yang terdaftar sebagai peserta les biola di kelas musik ayahnya sebagai sosok gadis yang patut dikagumi. Saat tahu keterbatasan Zinnia, ayahnya memberi tugas mengantar jemput gadis itu sesuai jadwalnya. Namun, tak disangkanya benih-benih rasa suka justru muncul begitu cepat. Zinnia memiliki daya tarik yang mampu memikat hatinya.

Tatapan Lian dan Gilbert bertabrakan, sama-sama tajam dan seolah memancarkan getaran persaingan.

Zinnia menghela udara, pasrah. Lalu dengan bimbingan Gilbert, dia melangkah menuju ruangan khusus. Peserta dalam program les musik Tuan Norbert sebenarnya banyak, tetapi Zinnia adalah peserta dengan perlakuan istimewa karena disabilitas yang Zinnia miliki.

Zinnia duduk di kursi, menunggu kedatangan Tuan Norbert. Sedangkan Lian dan Gilbert memilih duduk di sudut dalam ruang yang sama.

"Kau ingin melihatnya belajar?" Gilbert seolah risi dengan Lian.

"Memang apa yang akan kulakukan di sini kalau tidak melihatnya?" Lian menjawab santai, menyadari ketidaksukaan Gilbert. "Kau sendiri?"

"Aku memang selalu menemaninya belajar sejak pertemuan yang lalu." Gilbert memberitahu seolah itu menjadi keunggulannya.

Lian tidak menanggapi ucapan Gilbert. Kedatangan Tuan Norbert menjadi atensinya kini.

"Ayahku yang langsung turun tangan mengajarinya." Gilbert memberitahu tahu.

"Hem." Lian hanya menanggapi dengan gumaman.

"Zinnia sebenarnya sangat berbakat. Dia sudah bisa memainkan biola sebelumnya. Jadi hanya perlu mempertajam kemampuannya." Gilbert dengan bangga berbagi cerita.

"Hem." Lagi-lagi hanya gumaman.

Tuan Norbert menyapa Zinnia dengan wajah semringah.

"Hello, cantik."

Lian melirik Gilbert. Gilbert membalas lirikan Lian.

"Ayahku memang begitu saat bertemu gadis muda. Jangan berpikir dia sedang menggoda.

Lian menggerakkan bahunya seolah memberi tahu itu bukan urusannnya.

"Siapa?" Tuan Norbert menyadari kehadiran Lian sebagai orang asing.

"My peer, Dad." Gilbert menyahut.

Lian menganggukkan kepalanya pada Tuan Norbert.

"Okay."

Beberapa saat terlihat Tuan Norbert memberikan pengarahan dan penjelasan pada Zinnia. Sang gadis mendengarkan dengan saksama, mengangguk paham dan mengikuti instruksi gurunya untuk mencoba beberapa kunci.

"Kau menyukainya?" Pertanyaan Gilbert berhasil mengalihkan perhatian Lian.

"Untuk apa kau bertanya begitu?"

"Aku menyukainya." Gilbert sengaja menyatakan itu pada Lian.

Lian menatap tak percaya, lalu tersenyum tipis.

"Sudah kuduga."

"Jadi jangan halangi aku jika ingin mendekatinya."

"Aku temannya. Apa hakmu melarangku dekat dengan dia?"

"Bagus. Setidaknya posisiku lebih tinggi darimu, bukan?"

"Apa maksudmu?" Lian merasa percakapan dengan Gilbert semakin aneh.

"Kau hanya temannya. Sedangkan aku adalah laki-laki yang menyukainya."

Lian berdecap pelan. Bukan berniat merendahkan ungkapan Gilbert. Dia hanya merasa percakapan mereka kekanak-kanakan.

"Kita seperti dua anak kecil berebut mainan. Maaf, aku tidak suka percakapan ini." Lian mengembalikan perhatiannya pada Zinnia yang kini sudah memosisikan biola bersiap untuk memainkannya.

Udara sejuk berembus dari celah jendela kaca yang terbuka lebar. Mengibarkan tirai dengan anggun. Alam menyambut alunan biola dari seorang gadis buta. Nada-nada seolah berbicara tentang sebuah ketenangan. Hati Lian berdesir.

"Baru kali ini kudengar suara biola semerdu ini." Gilbert memuji.

"Bukankah itu hanya caramu memosisikan diri untuk memenangkan hatinya?" Lian bukannya ikut memuji malah mematahkan ucapan Gilbert.

"Kenapa kau tidak suka? Sebagai teman yang baik, harusnya kau mendukung dia bahagia bersama orang yang disukainya."

"Iya, kalau dia menyukaimu. Kalau tidak, haruskah aku ikut berbela sungkawa?"

Gilbert tersenyum mengejek. "Baiklah. Apa kita harus taruhan untuk memenangkan hatinya?"

"Tidak perlu. Dia bukan mainan, kubilang. Buktikan saja kalau kau tulus padanya. Tapi jangan kecewa. Ciri-ciri tulus itu tidak akan kecewa meski perasaan tidak terbalaskan."

"Berapa kali kau memiliki kekasih?" Pertanyaan Gilbert sukses membuat Lian balik bertanya-tanya.

"Mengapa kau bertanya seperti itu?"

"Kata-katamu seolah kau sudah sangat ahli dalam percintaan."

Lian tidak berminat menjawab pernyataan Gilbert. Dia tidak mungkin juga membeberkan rahasia tentang dirinya.

Tuan Norbert bertepuk tangan bangga menanggapi setiap sanggitan bow dengan dawai biola dari tangan berbakat Zinnia.

"You're doing great, Zinnia!"

"Terima kasih, Mister. Ini karena Mister yang mengajarkan." Zinnia meletakkan biola ke pangkuannya.

"No. Kamu sudah berbakat sejak kecil, bukan? Tidak sulit. Pertemuan hari ini, saya cuma bisa menemani sampai sini. Saya ada keperluan di luar. Kamu berlatih saja secara mandiri. Ruangan ini milikmu."

Tuan Norbert melihat dua pemuda yang duduk di sudut ruangan. "Gilbert, jangan lupa antarkan Zinnia pulang." Setelah memberikan pesan, Tuan Norbert bergegas undur diri. Wujudnya telah hilang di balik pintu.

"Gilbert, bolehkah aku pulang sekarang saja?" Zinnia meminta izin pulang lebih awal.

"Ayahku berpesan agar kau berlatih mandiri dulu?"

"Kurasa, kepalaku agak pusing hari ini," dalih Zinnia.

"Kau tidak apa-apa?" Lian berharap Zinnia hanya pusing biasa.

"Baiklah, ayo." Gilbert memberikan izin.

"Hari ini ada Lian. Jadi, aku pulang bersamanya saja. Lagi pula, supaya Gilbert tidak bolak-balik juga." Ucapan Zinnia membuat kedua pemuda yang sedari tadi seolah tidak akur itu saling berpandangan sengit.

"Kau dengar?" sindir Lian.

Gilbert berdeceh. "Hanya hal kecil seperti ini tidak akan membuatku kalah." Gilbert berucap serupa bisikan agar Zinnia tidak mendengar.

"Baiklah. Hati-hati Zinnia!" Gilbert mendahului keluar ruangan dan melambaikan tangan dari belakang tanda kecewa.

Selepas kepergian Gilbert, Lian mengajak Zinnia berlekas. "Ayo."

Mereka pun meninggalkan kediaman Tuan Norbert.

"Kau sudah makan?" Lian mencoba mencairkan suasana saat dalam perjalanan pulang.

"Belum."

"Perlukah kita berhenti di restoran?"

Zinnia menggeleng. "Masakan mama lebih enak daripada masakan restoran mana pun."

"Oh, ya?"

"Kau mau mencobanya?" Zinnia menawarkan sesuatu yang sulit Lian tolak.

"Tentu saja." Lian tersenyum senang.

💎💎💎

Bersambung ....

CU🌷

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top