[15] Cahaya Keindahan
Zinnia merasa tubuhnya kehilangan tulang. “Apa lagi ini?”
Kesirnaan wanita yang telah berubah wujud menjadi cangkang kerang itu seolah juga membuka tabir yang menutupi persembunyian. Satu dari kawanan prajurit utusan Ratu Golda menemukan Lian dan Zinnia. Sebelum melaporkan pada yang lain, Lian cekatan membuat prajurit itu tak sadarkan diri.
“Wanita kerang itu berkata bahwa benda ini bisa membawa kita kembali. Aku tidak tahu caranya.” Zinnia menunjukkan batu permata dengan kilau warna keunguan di genggamannya pada Lian.
Lian mengikuti insting untuk menggenggam tangan Zinnia sehingga keduanya sama-sama merangkam batu kallos. Disusul dengan energi cahaya memantul ke seluruh sudut perairan, menularkan kehidupan pada biota sehingga tumbuh sehat dan ceria. Suasana yang keruh menjadi jernih dan berwarna. Wanita yang mengorbankan diri mengeluarkan permata dari tubuhnya, pasti berbahagia. Penghuni dunia pisces dihujani cahaya tak kasat mata, menembus ke relung-relung kegelapan.
Pusaran air muncul tanpa menimbulkan suara ribut. Tenang, setenang wujud yang menyatu dengan molekul oksigen dan dua atom hidrogen yang dihubungkan oleh ikatan kovalen. Dua meter sebelum mencapai garis permukaan yang mempertemukan dengan udara, Zinnia merasa dikepung oleh rasa dingin dan basah. Dia bahkan kesulitan bernapas. Ini adalah kondisi saat Zinnia menyadari bahwa dia sedang berada di dalam air. Lian melihat gadis yang bersamanya kesulitan bergerak, bergegas menarik Zinnia untuk naik ke syatar danau. Suara kecipak terdengar dari gerakan dua sosok yang kini berusaha menepi.
“Zinnia? Kau baik-baik saja?” Lian menatap khawatir pada gadis yang kini terbatuk-batuk dan mengeluarkan air yang tersedak masuk ke saluran pernapasan. Perasaannya membaik saat dilihat gadis itu mengangguk dan tidak ada reaksi buruk lanjutan.
“Kita pulang. Kondisikan diri terlebih dahulu.” Mereka membatalkan acara yang telah direncanakan sebelumnya.
💎💎💎
Laporan dari laskar konservator yang bertugas menjaga rumah batu jiwa membuat Kaisar Agate gamam. Kemudian memeriksa apa yang terjadi.
“Sejak kapan guncangan itu terjadi?” Kaisar Agate bertanya pada seorang prajurit.
“Mohon izin bicara, Paduka.”
Kaisar Agate mengangguk, “Katakan.”
“Berdasarkan catatan yang kami lakukan, reaksi getaran beberapa kali terjadi sebagaimana yang Paduka ketahui, dan guncangan ini adalah yang kedua kalinya.”
Kaisar Agate menerima buku catatan yang diulurkan oleh salah satu prajurit penjaga rumah batu jiwa. Lalu dia membolak-balik kertas demi kertas dan membaca saksama. Setelah memberikan kembali buku catatan, Kaisar Agate bertalah menuju ke suatu tempat.
Di taman istana, dua orang putri sedang bercengkerama dengan kegiatan masing-masing. Satu sedang sibuk dengan pena dan buku, dan satunya sibuk pada coret lukisan yang baru setengah dikerjakan. Keduanya dikejutkan oleh kedatangan Kaisar Agate.
“Emeralda, giliranmu melihat Diamond. Datanglah ke bumi di mana kakakmu berada. Pastikan perkembangan yang terjadi.”
Gadis remaja yang anggun dan wajah meneduhkan itu mengangguk mengerti dan siap menjalankan titah sang ayah.
“Baik, Ayahanda.”
Tidak mengulur waktu, Kaisar Agate bergegas meninggalkan kedua putrinya.
“Titipkan salam untuk Kak Diamond. Jangan lupa tulis kesan kakak di sana.” Ruby berpesan.
“Ada hal menarik lain yang harus kutahu.” Emeralda mengedipkan matanya.
“Baiklah, aku tidak sabar menunggu kabar itu.” Ruby membereskan alat-alat lukisnya.
💎💎💎
Lian pulang setelah memastikan kondisi Zinnia baik-baik saja. Pemuda itu sampai di halaman rumah, terheran atas keberadaan seseorang yang dia kenali menjadi tamu dadakan hari ini.
“Apa kabar?” Gilbert melepas kaca mata hitam yang menutupi iris prasiolite. Masih terdengar nada arogan dari sapaan itu.
“Ada perlu apa?” Sikap ketus Lian kumat.
“Hanya ingin silaturahmi. Kulihat, rumahmu bagus juga. Sayangnya, tidak ada pagar sebagaimana rumah kami. Aku bisa masuk sesukanya.”
“Apakah keangkuhanmu itu permanen? Tidak ada pembahasan lain selain memperbandingkan rumahmu dengan rumahku.”
“Waw! Apakah ucapanku terdengar membandingkan? Ternyata kamu terlalu sensitif dan berlebihan. Pantas saja mengurusi kedekatanku dengan Zinny. Urusi saja hatimu itu. Aku bisa lebih nekat daripada dugaanmu.”
Lian mencengkeram kerah baju Gilbert. “Apa maksudmu?” Dua tatapan beradu.
Gilbert tertawa rendah, lalu melepaskan cengkeraman tangan Lian di lehernya. Lalu mendorong dada Lian dengan satu telunjuk. “Aku bisa melakukan hal yang tidak bisa kau lakukan. Ingat itu.”
“Aku tidak punya waktu untuk mendengarkan ocehanmu. Pergilah.” Lian geram.
“Okay. Ingat baik-baik pesanku. Jauhi Zinnia.” Setelah berucap dengan arogan, Gilbert memasang kembali kaca matanya dan meninggalkan Lian yang tidak peduli. Lebih baik dia membersihkan tubuhnya yang lengket akibat bersinggungan dengan air danau.
💎💎💎
Lian membanting tubuh di sofa setelah selesai membersihkan diri dan berganti baju. Fokus mengutak-atik laptop sehingga tak sadar ada kehadiran sosok lain di depannya. Saat wajahnya refleks mendongak, dia terkejut.
“Astaga!”
Mata Emeralda menyipit, senyum manis itu terkembang dan polos.
“Ada apa?” Lian langsung menanyakan maksud kedatangan adik perempuan tertuanya itu.
“Aku tidak mungkin datang tanpa titah. Jadi, pasti Kak Diamond tahu untuk apa aku datang.” Emeralda masih dengan nada tenang bergerak duduk.
Lian mengusap alis. “Mudah sekali bagi kalian datang ke sini.”
Emerelada menunjukkan gelang permata di tangan.
“Tanpa ini juga mungkin aku akan datang ke tempat yang salah.”
“Bukan itu maksudku.” Lian menutup laptop tanpa mematikan terlebih dahulu, meletakkannya di meja.
“Pasti rumah batu jiwa di sana bereaksi setiap kali aku berhasil menemukan penghuninya.” Lian sudah bisa menebak mengapa Kaisar Agate selalu tepat waktu mengutus Zircon maupun Emeralda.
“Sudah ditemukan lagi?” Emeralda takjub.
Lian mengangguk. “Ada pesan lain?”
Emeralda menggeleng. “Tidak.”
Lian mengambil ponsel yang bergetar menampilkan sebuah pesan masuk yang dia tunggu. Senyum tipis yang terlihat aneh di mata Emeralda memancing gadis itu untuk menggoda.
“Adakah gadis yang memikat hati Kak Diamond di dunia ini?” Senyum polos berubah menjadi jahil.
Lian langsung melirik adiknya. “Bukan urusanmu.”
“Lalu itu apa?” Emeralda menunjuk benda canggih di tangan Lian.
“Ini smartphone, kita bisa mengetahui beragam informasi lewat benda ini.” Lian meletakkan kembali ponsel pintarnya setelah membalas pesan Zinnia.
“Termasuk berkenalan dengan perempuan, ‘kan?” Emeralda menebak.
“Sok tahu.” Lian mulai tidak nyaman dengan pertanyaan Emeralda.
“Ayolah, masa tidak ada gadis yang menarik perhatian Kak Diamond di sini. Bukankah perempuan di sini cantik-cantik?” Emeralda penasaran.
“Cantik itu tergantung siapa yang mendefinisikan,” sanggah Lian.
Emeralda mengembuskan napas. “Apa susahnya memberi tahu.”
“Kembalilah ke Wonder Stone.” Lian tanpa menggunakan nada ketus menyarankan adiknya untuk pulang. “Laporkan bahwa batu cahaya keindahan sudah ditemukan,” lanjutnya.
“Kakak mengusirku? Tega sekali,” protes Emeralda.
“Kalau belum puas, besok datang bersama Zircon atau Ruby. Ajak dia jalan-jalan di luar sana.”
“Baiklah.” Emeralda bersungut dan melipat tangan jengkel. Tak ada lagi wujudnya di hadapan Lian.
💎💎💎
Bersambung ....
CU🌷
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top