[14] KALLOS
“Zinnia.” Ucapan itu begitu pelan. Namun, tempat ruangan yang rapat dan sunyi itu menyebabkannya bergema. Lian berhasil menyusup hingga ke ruangan di mana Zinnia ditahan.
Zinnia yang menyadari ada yang memanggilnya, mencari sumber suara. Belum tersentuh sama sekali makanan yang diantarkan oleh dayang istana Ratu Golda. Justru, suara tak asing yang dihantarkan pada indra pendengaran serasa lebih mampu menutupi dahaga dan lapar.
“Lian? Mengapa bisa kau sampai di sini?” Zinnia mendekat pada jeruji besi dengan ukiran kerang di mana Lian menampakkan diri.
Lian menempelkan telunjuk tangan pada bibir, memberikan isyarat agar Zinnia tidak bersuara keras. Tanpa Zinnia kira, tangan Lian satunya yang tersembunyi, mengikis jeruji besi dengan energi rahasia yang dia miliki. Sedikit demi sedikit, besi itu meluruh menjadi butiran bijih besi yang rontok ke permukaan lantai.
“Kita keluar dari sini. Bersiaplah untuk itu. Jangan memisahkan diri dariku.”
Zinnia hanya tercengang saat celah jeruji terpampang.
“Bagaimana mungkin? Kaukah yang melakukan itu?” Zinnia masih tak percaya. Tampaknya dia lupa tentang cerita Lian, bahwa pemuda itu berasal dari dunia yang berbeda. Bukan dunia yang mempertemukan mereka.
“Saat ini, tidak ada waktu untuk menanyakan itu. Kita pergi sebelum ada yang tahu.” Lian memberikan isyarat agar Zinnia bersegera.
Mengendap-endap dan mengambil kesempatan saat sunyi, Lian berhasil membawa Zinnia hingga ke batas halaman buritan puri dengan tembok begitu tinggi.
💎💎💎
“Apa yang harus kulakukan?” Salah satu pelayan istana yang ditugaskan untuk menjaga Zinnia kecolongan. Dia panik berlari mencari bantuan.
“Ada apa?”
“Gadis manusia yang ada di tahanan hilang. Dari jejaknya, sepertinya baru saja dia berhasil kabur dengan menghancurkan jeruji.”
“Gawat. Laporkan pada Ratu. Kita harus segera mengumumkan itu di seluruh penjuru.”
Tanpa menunggu waktu, mereka melaporkan pada Ratu Golda. Serombongan kecil prajurit pun segera dikerahkan.
“Manusia memang sangat merepotkan.” Ratu Golda geram. Padahal, dia masih sangat penasaran dan ingin mencari tahu manusia jenis apa yang berhasil masuk ke dunianya itu.
“Sudah sangat jelas dia bukan manusia biasa.” Aaric sang penasihat merasa yakin.
Di taman belakang puri, Zinnia dan Lian berhasil ditemukan.
“Hai, berhenti!”
Lian sedikit lagi berhasil menyusun tangga dari batu-batu besar yang bergerak cepat seolah menjadi kawanan prajurit yang siap membantu. Sayangnya, lima serdadu semakin mendekat ke arah mereka berdua.
“Segeralah naik.” Titah Lian dan segera dituruti oleh Zinnia yang panik.
“Sial. Jangan lari atau kami akan nekat melepaskan jemparing.” Salah satu dari lima serdadu itu mengancam.
Merasa tak dihiraukan, satu anak panah benar-benar melayang ke arah Zinnia dan geruh Lian tak sempat menghalau panah yang melesat cepat dikarenakan jaraknya dengan gadis itu cukup jauh.
“Zinnia, awas!”
Zinnia yang juga sadar menjadi sasaran anak panah yang menukik ke arahnya segera menghindar dengan gerakan yang kalah cepat, sehingga lengan tangannya terserempet benda tajam itu. Zinnia refleks menutup sayatan yang berhasil melukai kulitnya. Rasa sakit dan perih membuat gerakannya sedikit terganggu. Namun, dia berhasil turun dan keluar dari kawasan istana. Lian bergerak cepat menyusul, dan susunan batu-batu yang telah membantunya lolos dari kejaran itu tiba-tiba luruh, meninggalkan sumpah serapah dari rombongan bangsa manusia ikan yang kehilangan jejak.
“Kau baik-baik saja? Kita cari tempat untuk bersembunyi. Lukamu harus ditutup agar tidak infeksi.”
Zinnia hanya mengangguk pasrah. Tangannya masih berusaha menekan luka agar cairan merah itu tidak semakin banyak dan meninggalkan jejak dengan jelas. Mereka menemukan terumbu karang yang cukup terselubung.
“Duduklah.”
Zinnia menahan rasa pedih dari luka.
“Bagaimana ....”
“Simpan pertanyaan-pertanyaan itu sampai kita bisa keluar dari sini.” Lian berkata sembari sibuk merobek ujung baju bagian yang tampak paling bersih. Dia tidak tega membiarkan Zinnia terus menahan rasa sakit juga menekan luka dengan begitu hati-hati.
“Kalian butuh bantuan?” Suara lembut itu berhasil menjadi intensi tiba-tiba.
Lian dan Zinnia melihat kerang besar berwarna putih pudar mendekat.
“Aku melihat energi jernih dari kalian berdua. Sepertinya kalian sedang kesulitan.”
Zinnia masih terheran, dia ingat pernah merasa asing saat makhluk-makhluk bawah tanah berhasil mengubah cara berpikirnya tentang kehidupan lain. Dan, kali ini dia diajak berbicara oleh makhluk berwujud kerang. Lalu tadi, bukankah manusia-manusia bersisik ikanlah yang mengadilinya sebelah pihak? Belum sempat rasa penasaran itu berhasil dicerna, sang kerang membuka cangkang sehingga tampak cahaya terang keunguan tanpa memberi kesan silau. Cahaya itu menyembunyikan mereka dari pandangan serdadu utusan Ratu Golda.
“Apa yang membuat kalian tersesat hingga sini? Kalian bukan bangsa ikan, juga bukan manusia sembarangan.” Kerang itu telah menjelma sebagai sosok wanita tua dengan pakaian serba putih.
“Aku dari suku Bivalvia. Aku sudah sangat renta, bukan?” Wanita tua itu masih mendominasi percakapan. Zinnia dan Lian mendengarkan dengan saksama sebelum menjawab pertanyaan itu satu per satu.
“Aku hanya mencoba menyelamatkan seekor kucing yang tercebur ke danau. Akan tetapi, aku sekarang ada di sini tanpa melihat sosok kucing itu.” Zinnia menjawab dengan raut bingung.
“Ketahuilah, kau membawa itu serta dalam dirimu, anak manis.”
Zinnia mengerutkan kening. “Apa maksud Anda, Nyonya Kerang?”
Wanita jelmaan kerang itu hanya tersenyum maklum. “Aku sudah lama ingin melepaskan agunan dalam diriku. Kurasa ini waktu yang tepat agar aku bisa menutup usia dengan tenang.”
“Apa maksudnya?” Zinnia tak mengerti. Begitu pun Lian.
“Aku punya satu cara agar kalian bisa keluar dari sini.” Wanita Bivalvia itu mengulurkan tangan meminta lengan Zinnia yang tersayat ujung anak panah.
“Ini beracun. Harus segera diobati.” Wanita kerang mengeluarkan sebuah benda yang menyerupai permata.
“Ini?” Zinnia gamam sekaligus terpana. Demikian juga Lian yang belum bisa memberikan respons.
“Bawalah! Itu akan mengobati lukamu dari energi yang dikeluarkan saat kamu menyimpannya. Itu juga akan memberikan petunjuk keluar dari sini.”
Sebongkah batu permata bersinar warna ungu muda. Wanita kerang memberikannya pada Zinnia.
Lian terkejut saat benda yang melingkar di pergelangan tangannya berbunyi. Benda itu mendeteksi keberadaan batu cahaya yang harus dia dapatkan. Suara memberikan tanda bahwa apa yang dia butuhkan sudah ada di dekatnya. Kallos, batu cahaya kedua yang Lian cari. Belum sempat Lian menanyakan tentang permata yang wanita itu benamkan pada genggaman Zinnia, terdengar lagi penjelasan.
“Dahulu, dunia air ini begitu indah dan nyaman. Sejak manusia datang merusak dan mengacaukan ekosistem, dunia yang kami tinggali perlahan keruh. Keributan di alam pisces tidak baik-baik saja. Perebutan wilayah dan kekuasaan menyingkirkan golongan apatis. Bahkan, aku sudah terbuang sia-sia dari istana, jadi lebih baik aku pergi. Aku akan merasa hidupku lebih berharga jika berhasil memberikan permata ini pada makhluk yang tepat.”
“Dari mana Anda menemukan permata itu?” Rasa penasaran Lian memuncak.
“Aku telah menyimpannya hingga lama sekali.” Bivalvia bijak itu mengingat masa lalu. “Dahulu, ada batu permata jatuh ke dalam perairan. Kurasa pelakunya adalah manusia. Aku lalu menyimpannya baik-baik. Hingga lambat laun aku menyadari berbagai keistimewaan yang dimilikinya. Aku yang awalnya sakit-sakitan dan lemah, bisa bertahan hingga sekarang. Aku bukan pinctada. Jadi, benda itu bukan berasal dari diriku.”
Zinnia melihat Lian melalui sudut matanya. Menginginkan kejelasan lebih lanjut dari tanggapan lelaki itu.
“Aku adalah kucing yang datang padamu untuk meminta bantuan. Terima kasih, telah datang. Waktuku sudah habis.” Seiring dengan ucapan terakhir, tubuh wanita tua itu memudar.
“Nyonya Bivalvia!” Tidak sempat Lian mengungkapkan bahwa permata itu kemungkinan apa yang dia cari, sudah tak ada lagi wujud wanita kerang. Yang ada hanyalah cangkang yang luruh ke sudut terumbu karang dengan tenang.
💎💎💎
Bersambung ....
CU🌷
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top